TG 2 || Ge-er?

16.5K 1.4K 50
                                    

Happpy reading's....

............................

"Mamakmu kalau masak rendang enak banget." Bik Suci memakan rendang yang tadi dibawa Nisa dengan lahap, sambil terus memuji-muji masakan mamak Nisa yang dirasanya enak.

Nisa hanya tersenyum, menatap bik Suci kemudian meringis kecil. Untuk ukuran tubuh yang bisa dikatakan kecil itu, porsi makan bik Suci terbilang sangat besar. Tadi bik Suci sudah memakan sepering nasi penuh, dan setelah habis dia menambah lagi dengan porsi yang sama. Makan banyak tetapi badan tetap kecil, tentu saja hal tersebut membuatnya iri. Pasalnya, badan Nisa ini bisa dikatakan seperti balon, diberi angin sedikit saja bisa langsung besar. Untung saja perutnya tidak bisa menerima makanan yang masuk terlalu banyak, sehingga membuat porsi makannya sangat sedikit. Kalau kata mamaknya, porsi makan Nisa mirip kayak porsi makan kucing, bahkan lebih banyak porsi makan kucingnya.

Nisa tidak bisa membayangkan jika tubuhnya yang gampang melar ini dimasuki oleh banyak makanan. Makan sedikit saja, berat badan Nisa sudah mencapai angka 48 kg dengan tinggi badan 157 cm. Cukup berisi, bukan?

"Kayaknya Bibik harus belajar masak rendang sama mamakmu. Bibik kalau masak rendang gak pernah seenak ini. Rahasianya apa, sih?" Bik Suci menatap Nisa dengan mulut yang masih terisi penuh.

Nisa menggeleng, menjawab pertanyaan bik Suci yang memang tidak diketahuinya, dan menggeleng karena tidak percaya dengan pemandangan di depannya.

"Bunda kayak anak kecil aja. Kalau makan habiskan dulu yang di mulut, Bun. Kalau sudah habis baru ngomong." Prisma --anaknya bik Suci-- datang setelah sepuluh menit lamanya Nisa duduk di ruang makan menemani bik Suci makan. Dia menarik salah satu kursi, kemudian mendudukinya. Setelah itu mengambil piring dan mulai menyentongkan nasi serta rendang ke atasnya.

"Suka-suka Bunda, lah. Yang makan Bunda kok kamu yang sibuk."

Prisma menggeleng melihat tingkah bundanya. Umur sudah kepala empat tapi tingkah masih kayak anak-anak. "Bukan gitu, Bun. Nanti kalau Bunda tersedak gima- YA, ALLAH. BUNDAA!!"

Prisma langsung berdiri melihat bundanya yang tengah terbatuk-batuk. Dengan sigap dia menuang air minum ke dalam gelas dan memberikannya kepada Bundanya.

Sedangkan Nisa yang tak kalah terkejut, pun, langsung berdiri. Menepuk-nepuk punggung bik Suci kecil sambil membantu bik Suci minum.

"Kan, apa Prisma bilang. Bunda keras kepala banget," dumel Prisma. Dia kembali duduk ketika melihat bundanya yang sudah membaik.

Sedangkan bik Suci yang mendapat omelan dari anaknya mencebikkan bibir. Dia bergumam terima kasih pada Nisa yang telah membantunya, kemudian menatap anaknya nyalang. "Ini semua gara-gara kamu! Kamu tadi yang ngomong 'awas Bunda keselek' ya, jadinya keselek beneran!"

Prisma menghela napas, memijat pelipisnya yang terasa pening. Bundanya ini selain keras kepala, dia paling tidak suka kalau disalahkan. Meskipun kenyataannya bundanya lah yang salah, tapi tetap saja, bundanya tidak mau disalahkan, dia akan membela diri sampai-sampai membuat lawan bicaranya pusing.

"Iya, Prisma yang salah." Lebih baik mengalah, bukan? Lagipula, yang tengah berdebat dengannya saat ini adalah bundanya sendiri, dosa kalau terus melawan. Durhaka, terus masuk neraka.

Nisa yang melihat keributan antara ibu dan anak itu hanya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, bingung harus bagaimana. Mau ikut bicara, kok, ya, rasanya salah, karena ini perdebatan keluarga. Tapi kalau diam terus Nisa malah kayak boneka Barbie, yang kepalanya cuma bisa digerakin ke kanan dan ke kiri. "Hmmm ... Nisa pulang dulu, ya, Bik." Hanya ini satu-satunya hal yang bisa dia lakukan. Memilih pulang daripada tetap harus berada di antara ibu dan anak yang tengah berdebat.

Bik Suci menatapnya terkejut. "Loh, kok, pulang? Di sini aja, lah, temenin Bibik. Bibik gak ada kawannya," ucap bik Suci memelas.

Nisa menggaruk belakang kepalanya sambil tersenyum canggung. Kemudian melirik Prisma di ujung meja yang nampak lahap memakan makanannya, sama sekali tidak melirik mereka. "Udah sore, Bik. Takutnya mamak nyariin." Alibinya. Sebenarnya dia hanya mencari alasan untuk bisa segera pulang. Dia merasa kurang nyaman karena ada Prisma di sini. Masih ingat, kan, kalau Nisa itu takut dengan Prisma?

"Biasanya juga kamu di sini sampe malam mamakmu gak kenapa-kenapa. Udah, di sini aja, lah. Bunda suntuk gak ada temen cerita, kalau mamakmu, kan, masih ada adikmu yang bisa diajak ngomong di rumah, sedangkan Bibik gak ada." Bik suci berusaha menahan Nisa agar tetap tinggal. Kalau di rumahnya ada Nisa, kan, dia jadi tidak merasa sendirian. Soalnya Nisa itu sama dengannya, banyak omong. Beda dengan anaknya yang bahkan berbicara dalam sehari bisa dihitung berapa kali.

Nisa membuka mulut, ingin nenjawab ucapan bik Suci. Namun urung karena Prisma sudah berbicara duluan. "Biarin aja kenapa, sih, Bun. Orang mau pulang kok dilarang-larang," ucapnya masih dengan menyantap makanannya. "Lagian udah sore. Besok, kan, dia bisa main lagi." Prisma mencoba memberi pengertian kepada bundanya.

Bik Suci menghela napas pasrah. "Ya udah kalau kamu mau pulang. Tapi, besok main ke sini lagi, ya?" Bik Suci menatap Nisa penuh harap. Sedangkan yang ditatap hanya mengangguk sembari tersenyum kecil.

"Ya udah, Bik. Nisa pulang, ya." Nisa berdiri, hendak melangkah nanun tidak jadi karena merasakan cekalan di tangannya.

"Prisma, kamu antar Nisa sampai depan, ya," titah bik Suci.

Nisa menatap bik Suci sambil menggeleng kuat. "Eh, gak usah, Bik!" seru Nisa panik. Bisa mati kutu dia kalau diantar sama Prisma. Ditatap sama Prisma saja tubuhnya sudah gemetar. Apa lagi kalau sampai Prisma mengantar Nisa dan mereka jalan beriringan, bisa fipastikan kalau Nisa bisa pingsan!

Kepanikan Nisa semakin bertambah ketika dia melihat Prisma yang berdiri. Dengan gerakan spontan Nisa mencegah dengan mengagkat tangannya dan melakukan gerakan pencegahan. Dia menggeleng kuat. "Eh! gak, usah, Bang!! Aku ke depan sendiri aja. Nanti ngerepotin Abang!!" serunya.

Prisma menatap Nisa, alisnya terangkat setengah. "Iya, saya tahu. Saya sudah selesai makan, saya mau ke kamar." Setelahnya Prisma langsung meninggalkan ruang makan. Mengabaikan Nisa yang menatap kepergiannya dengan mulut yang menganga lebar.

....

Huh, cerita ini tuh adalah cerita yang paling nyungsep ke dalam hatiku😆 Eaaa... 😂😂
Soalnya bang Prisma tuh, arrrggghh!! Apa , ya? Ya, pokoknya gitu, deh😂
Haha, saya mulai gaje😂😆😆

Okey, jangan lupa vote dan komen ya😊😊

Tetangga Galak! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang