"Bang Prisma ...."Nisa meneguk salivanya susah melihat Prisma yang berdiri di belakangnya dengan posisi seperti memeluknya dari belakang. Matanya tajam menatap Nisa. Sama sekali tidak ada ekspresi di sana membuat tubuh Nisa gemetar ketakutan.
Nisa kembali menatap ke depan memunggungi Prisma. Dia tidak kuat berlama-lama menatap Prisma yang menurutnya menyeramkan itu. Kaki kanannya sudah maju selangkah, mencoba keluar dari lilitan tangan pria itu namun gagal, sebab tangan yang melingkar di perutnya ini begitu erat melilitnya.
"Ehmm ... Bang," cicit Nisa. Rasa takut semakin besar dia rasakan, lebih besar daripada rasa takutnya karena dikejar Anjing wak Supri.
Ini tangan udah kayak Anaconda aja. Kenceng kali ngelilitnya.
Nisa mencoba maju selangkah lagi, dan kali ini berhasil. Lilitan tangan Prisma di perutnya sudah dilepaskan. Dia bernapas lega. "Huuffttt ... untung jantungku gak copot," ucapnya pelan.
Perlahan, Nisa membalikkan badannya. Kepalanya menunduk, jari tangannya mengetuk-ngetuk rantang yang dibawanya. Rasa gugup dan juga takut masih saja menyelimuti Nisa.
"kalau jalan lihat ke depan."
Suara bernada dingin itu semakin membuat tubuh Nisa bergetar. Mak!! Tolonglah anakmu ini!! batinnya menjerit dengan mata terpejam.
"Ma-maaf, Bang."
Prisma mendengus mendengar jawaban gadis di depannya. Dia masih berdiri di depan Nisa, memperhatikan gadis itu yang sedari tadi menunduk. "Mau apa ke sini!" katanya ketus.
Tidak bisakah orang di depannya ini sedikit berbicara lembut? Tidak tahukah dia semenyeramkan apa wajahnya itu? Huh! Rasanya Nisa ingin pindah saja ke Mars agar tidak tinggal se-planet dengan tetangganya itu.
"I-ini , Bang. Ma-mau ngantar kolak," jawab Nisa tergagap. Dia mengangkat rantang yang dibawanya, bermaksud memerlihatkannya pada Prisma.
"Sini!"
Prisma mengambil rantang itu dari tangan Nisa. Lagi-lagi dia mendengkus melihat Nisa yang terus saja menunduk. Apakah tanah di bawahnya itu lebih enak dipandang daripada wajah tampan Prisma? Prisma berdecak dibuatnya.
"Lihat saya!"
Nisa tersentak mendengar suara ketus Prisma. Dia memilin baju seragamnya dengan berbagai macam pertanyaan bersarang di kepala. Mau apa Prisma menyuruh Nisa melihatnya? Apa dia akan dimarahi karena hampir membuat kolak untuk bundanya jatuh?
Perlahan, Nisa mengangkat kepalanya. Tatapan tajam Prisma adalah hal pertama yang dia lihat. Dia bergerak gelisah, menanti hal apa yang akan dilakukan Prisma.
"Terima kasih!" Dibandingkan sebagai ucapan terima kasih, kalimat tadi lebih cocok dijadikan sebagai umpatan. Nada bicaranya ketus, sangat ketus malah. Nisa saja sampai menganga takjub mendengarnya. Pasalnya, baru kali ini dia mendengar ucapan terima kasih bernada ketus seperti itu.
Nisa memperhatikan Prisma yang berjalan memasuki rumah. Dia bernapas lega, akhirnya orang galak itu pergi juga--pikirnya. Melihat Prisma yang sudah masuk ke dalam, Nisa pun langsung berjalan menuju rumahnya. Mengabaikan ucapan Prisma yang menyuruhnya kalau jalan lihat ke depan. Karena saat ini lagi-lagi Nisa terus saja melirik ke rumah wak Supri, takut Anjing peliharaannya mengejar lagi.
Nisa mengelap keringat di dahinya dengan tangan. Hufftt ... hari ini benar-benar hari yang melelahkan.
....
Malam ini rumah Nisa terlihat ramai. Pasalnya, bik Suci dan suaminya --mang Herman-- datang bertamu ke rumahnya, hal biasa yang mereka lakukan setiap seminggu sekali. Katanya, hal itu harus rutin mereka lakukan untuk mempererat tali silaturahmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Galak! [TAMAT]
Romance[Belum direvisi] Nisa mempunyai ketakutan tersendiri dalam hidupnya. Sebuah ketakutan yang mungkin akan dianggap lucu oleh orang lain, namun begitu menyeramkan untuknya. Takut pada Tuhan? Itu harus. Takut pada setan? Sudah biasa. Takutnya ini adalah...