TG 18 || Selangkah Lebih Dekat

7.5K 801 4
                                    


Dalam kamus Nisa, setan itu mempunyai beberapa tingkatan menyeramkan. Tingkatan itu diukur dari segi ketakutan Nisa pada sosok itu.

Tingkatan pertama.

Diisi oleh setan-setan penunggu film. Penunggu film maksudnya adalah setan-setan yang kerap kali muncul di film. Percayalah, meskipun Nisa hanya melihat sosok makhluk halus itu dari layar TV atau ponsel, ketakutannya sama sekali tidak berkurang. Mereka menguasai, menduduki secara sepenuhnya otak kecil Nisa setiap kali Nisa habis menonton film horor. Menyertai ke manapun Nisa pergi, meneror Nisa secara tak kasat mata, seakan ingin menerkam lalu membunuhnya.

Tingkaan kedua.

Diisi oleh makhluk kerdil berkepala botak bernama tuyul. Selain takut, tuyul adalah ras hantu yang paling dimusuhi oleh Nisa. Nisa suka duit, tuyul juga suka. Nisa banyak duit, tuyul datang mengambil seenaknya. Huh, kadang Nisa suka jengkel, apa para bocah itu tidak pernah diberitahu orangtuanya kalau mencuri itu dosa? Kalau mati bisa masuk neraka, disiksa!

Tingkatan ketiga.

Nah, setan-setan yang berada di tingkat ini, adalah setan yang paling bisa membuat bulu kuduk Nisa merinding. Meliputi para kakak berbaju putih berambut panjang, yang sering dipanggil kuntilanak. Lalu, sosok makhluk yang dibungkus seperti lontong bernama pocong, dan setan-setan lainnya yang tidak bisa Nisa sebutkan satu-persatu namanya. Lalu, ada satu lagi sosok makhluk menyeramkan yang Nisa takuti. Bukan makhluk tak kasat mata ataupun makhluk halus. Dia nyata, sangat nyata malah, dan sekarang tengah duduk mengemudikan mobil di sebelah Nisa. Nama sosok itu adalah Prisma.

"Kita mau ke mana, sih, Bang?"

Huh, akhirnya kalimat itu berhasil keluar dengan lancar dari mulutnya. Sudah dari tadi mulut Nisa gatal ingin menanyakan hal itu. Namun, karena dilihatnya aura tubuh Prisma yang sedikit mengeluarkan asap, kalimatnya beberapa kali nyangkut di tenggorokan dan kembali tertelan.

"Bukan urusan kamu!"

Lah, si Bambang!

Hah, ingin sekali rasanya Nisa menjedotkan kepala makhluk yang duduk di sampingnya itu ke aspal. Nisa juga tahu kalau hal ini sama sekali bukan urusannya. Jadi, tidak bisakah Nisa tidak usah ikut dengan pria itu? Toh, ini bukan urusannya, 'kan?

Nisa memilih bungkam. Dia menatap jalanan di sampingnya melalu kaca mobil, dalam hati menyumpah serapahi sikap Prisma yang suka seenaknya sendiri.

Selama kurang lebih tiga puluh menit lamanya mobil Prisma berjalan tanpa Nisa ketahui ke mana tujuan mereka, akhirnya Prisma menghentikan mobilnya. Nisa menegakkan tubuh, menatap ke luar dari kaca mobil dengan dahi berkerut. Nisa tidak salah lihat, kan? Pemandangan di luar sana itu adalah pasar malam, kan? Nisa menoleh ke kanan, ingin mempertanyakan perihal pemandangan di depannya pada Prisma, namun saat dia menoleh Prisma sudah tidak ada di tempat.

Nisa tersentak ketika pintu di sebelahnya terbuka. Nampak Prisma berdiri di sana, menatap Nisa datar dengan tangan terlipat di depan dada.

"Turun!"

Baiklah, karena aura pria itu yang sedikit tidak mengenakkan, Nisa keluar dari mobil tanpa membantah sedikitpun, padahal mulutnya sudah gatal ingin menodong Prisma dengan berbagai pertanyaan.

Prisma mundur selangkah ketika Nisa turun dari mobil. Dapat dilihatnya Nisa menatapnya dengan dahi berkerut. Prisma yakin, sebenarnya Nisa ingin bertanya beberapa hal padanya, namun gadis itu menahannya. Prisma menarik sudut bibirnya ke atas lalu meraih tangan kiri Nisa dan menggenggamnya, menarik Nisa untuk berjalan masuk me area pasar malam.

"Kita mau ngapain, sih, Bang?" Nisa sedikit terseok-seok mengikuti langkah kaki Prisma. Tidak tahukah pria itu kalau kakinya lebih panjang dan langkahnya lebih lebar dari Nisa? Tidak bisakah dia memelankan langkahnya? Nisa terus menggerutu, menyumpah serapahi Prisma dengan berbagai macam doa keramat.

Tetangga Galak! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang