Mentari sudah mulai menampakkan diri. Ayam berkokok bersahut-sahutan menandakan pagi sudah datang. Tidak ada kicauan burung, karena tempat tinggal Nisa dipenuhi oleh jejeran rumah yang lumayan elite dan tidak ada satu orangpun yang memelihara burung di tempat tinggalnya.
Nisa berdiri di depan jendela kamarnya dengan seragam putih abu-abu yang melekat di tubuh, menatap sang fajar yang perlahan naik ke permukaan. Nisa suka melihatnya, setiap pagi dia pasti berdiri di tempat ini melakukan hal yang sedang dia lakukan saat ini.
Nisa mengambil ponselnya di atas kasur. Menghidupkan benda itu dan mengetikkan sandi ponselnya agar terbuka. Kemudian dia memilih salah satu aplikasi yang ada di sana, kamera. Dia mengarahkan kamera ponselnya ke arah langit, mengabadikan pemandangan indah yang dilihatnya. Senyumnya merekah melihat hasil jepretannya yang menurut Niasa sempurna.
Kemudian dia kembali membuka kamera ponselnya, kali ini dia tidak mengarahkannya pada langit, tapi ke wajahnya. Ayolah ... Nisa itu masih berusia tujuh belas tahun, kalau kata anak muda zaman sekarang, dia itu anak milenial yang hitz. Dia mengikuti perkembangan zaman dengan baik, salah satunya adalah dengan memiliki beberapa akun media sosial. Seperti instagram, facebook, dan akun media soaial lainnya. Tentu saja akun media sosial yang dia punya tidak boleh kosong begitu saja, 'kan? Dia harus mengisinya dengan beberapa foto miliknya. Tujuannya ya untuk menarik minat orang agar followers-nya bertambah. Atau bisa juga dia mencari jodoh di sana.
Nah, yang dilakukan Nisa saat ini itu sangat mempengaruhi akun Instagramnya. Sudah beberapa hari ini dia tidak memfosting foto. Makanya, saat tadi dia berdiri di depan jendela dan mendapati cahaya matahari yang menurutnya bagus untuk dijadikan filter, tanpa membuang-buang waktu dia memotret dirinya sendiri. Berbagai macam gaya dia lakukan, mulai dari tersenyum manis, bergaya mengedipkan sebelah mata, menjulurkan lidah, dan yang tidak pernah ketinggalan adalah memanyunkan bibir merah mudanya yang alami tanpa polesan lipstick.
Dia terkikik sendiri melihat hasil jepretannya. Memilih bebrapa foto, kemudian mengunggahnya ke Instagram. Hitung-hitung sebagai asupan untuk para followers-nya yang sudah mencapai sepuluh ribu.
Nisa menyimpan ponselnya ke dalam saku rok. Mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk, kemudian matanya langsung terbuka lebar begitu juga mulutnya ketika melihat sesosok pria tengah menatapnya dari dalam rumah sebelah.
' Mampus! Ada bang Prisma!'
Nisa menutup mulutnya yang masih menganga dengan kedua tangan. Dia terkejut, sejak kapan Prisma berdiri di situ? Apa dia melihat tingkah konyol Nisa barusan? Belum hilang rasa malunya yang kemarin karena terlalu ge-er pada Prisma, sekarang sudah bertambah lagi karena ketahuan berselfie. Nisa lupa, kalau kamar Prisma itu berada tepat di sebelah kamarnya, bahkan jendela kamar mereka saling berhadapan. Seharusnya tadi sebelum dia mengambil foto, dia melihat keadaan di sekitar dulu sehingga kejadian ini tidak akan terjadi.
"Pagi, Bang." Nisa menyapa Prisma meski rasa malunya sudah tak terbendung. Sudah kepalang tanggung, takutnya kalau tidak menyapa ntar dikira sombong. Ya, meskipun Nisa harus menahan kakinya yang lemas agar tidak terjatuh, rasa malu yang besar ternyata begitu berpengaruh.
Nisa masih menanti respon dari Prisma, sampai ketika Prisma membalas sapaannya, napasnya terasa nyangkut di tenggorokan.
"Bagus."
Entah apa maksud dari kata 'bagus' yang dilontarkan pria itu. Karena setelahnya, Prisma pergi setelah tersenyum ke arah Nisa, hal yang baru pertama kali dilihatnya.
....
Hari senin yang buruk!
Ya, Nisa men-cap hari ini adalah hari yang buruk. Dimulai dari tadi pagi aksi memalukannya di depan Prisma, dan karena hal itu, dia menjadi tidak konsen melakukan hal apapun. Di sekolah, dia pun bolak-balik ditegur guru karena terus melamun. Bahkan ada guru yang menghukum Nisa berjemur di tanah lapang karena itu. Keapesannya tidak sampai di situ, hari ini Nisa lupa membawa uang jajan ke sekolah. Sudah tahu, kan, kalau sejak pagi Nisa tidak fokus dengan hal apapun, sampai-sampai dia lupa meminta uang jajan pada mamaknya. Untung saja Nisa masih memiliki uang simpanan, kalau tidak, sudah bisa dipastikan Nisa akan pulang dan pergi berjalan kaki karena tidak bisa membayar angkot.
Nisa mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Dia duduk di teras rumahnya sambil mengipas-ngipasi tubuhnya menggunakan tangan. Beo sialan! Gara-gara Anjing tetangganya yang tiba-tiba menjadi galak itu, Nisa terpaksa berolah raga di siang hari yang panas ini. Padahal tubuhnya sudah begitu lelah karena hukuman yang dia dapat di sekolah, sekarang harus bertambah lelah karena kejaran Anjing sialan itu. Untung saja tadi wak Supri --pemilik Anjing itu-- cepat datang dan langsung menghentikan Anjingnya, kalau tidak, Nisa tidak tahu apa yang akan terjadi padanya.
"Kok ngos-ngosan gitu kau? Habis ngapain rupanya?"
Mamaknya datang dari dalam rumah dengan sebuah rantang di tangannya. Dapat Nisa lihat asap yang mengepul keluar dari dalamn rantang itu.
"Dikejar Beo tadi aku," jawab Nisa. Dia berdiri, kemudian berjalan menghampiri mamaknya yang bediri di depan pintu. "Apa itu, Mak?" tanyanya menunjuk rantang di tangan mamaknya.
"Kolak pisang. Nah, kau antar ke tempat bik Suci." Mamaknya memindahkan rantang itu ke tangan Nisa, dia tersenyum manis.
Nisa melebarkan matanya, dia menatap rantang di tangannya dengan perasaan campur aduk. Kemudian dia menatap mamaknya lagi. "Perasaan dari semalam bik Suci aja yang Mamak kasih."
"Itu kolak yang Mamak buat, kelapanya bik Suci semalam yang ngasih," jawab Mamaknya.
Mendadak, rasa ingin menghilangkan benda bulat berwarna coklat itu dari bumi begitu besar dirasakannya. Gara-gara kelapa, Nisa harus bertemu dengan orang yang paling ditakutinya, siapa lagi kalau bukan Prisma.
"Mamak aja lah yang ngasih. Aku belum ganti baju ini." Nisa mengarahkan rantangnya lagi ke arah mamaknya.
"Justru karena kau belum ganti baju makanya Mamak suruh kau yang ngantar. Mumpung kau masih di luar, kalok ganti baju dulu nanti kau capek bolak-balik keluar-masuk rumah." Setelah itu mamaknya langsung kembali masuk ke dalam rumah, meninggalkan Nisa yang nampak kesal menatap kepergian mamaknya.
Nisa mendengkus jengkel. Mamaknya ini sok dermawan sekali, setiap hari tetangganya dikasih makanan kayak gini. "Huh!" Nisa menghentakkan kakinya, kemudian mulai berjalan ke rumah yang berada tepat di samping kanan rumahnya. Sesekali nampak Nisa melirik ke rumah yang ada di depan, tepatnya ke rumah wak Supri, takut nanti Anjingnya keluar dan kembali mengejar.
Karena terus-terusan melihat ke arah rumah wak Supri, Nisa tidak memperhatikan langkahnya. Alhasil, sebuah batu yang lumayan besar yang ada di depannya Nisa tabrak, membuat tubuhnya limbung dan hampir terjatuh jika tidak ada sesuatu yang menahan tubuhnya.
Jantungnya berdetak sangat kencang. Hufftt ... hampir saja dia menjatuhkan kolak di tangannya, dia tidak bisa membayangkan akan sepanjang apa omelan mamaknya nanti.
Namun, Nisa merasa ada yang janggal. Dia merasa seperti ada sebuah benda yang menahannya, rasanya ada sesuatu yang melingkari di perut. Nisa mengangkat tangannya perlahan, mengarahkannya ke perut dan matanya langsung membelalak lebar ketika tangannya menyentuh benda keras yang terasa seperti kulit.
Dia menunduk, napasnya tercekat melihat lengan kekar memeluk perutnya. Perlahan, dia menolehkan kepalanya ke belakang. Lagi-lagi jantungnya berdetak dengan cepat melihat orang di belakangnya.
"Bang Prisma ...."
****
Uhuy, terima kasih sudah mau baca😉 Jangan lupa vote dan komen ya😊😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Galak! [TAMAT]
Romance[Belum direvisi] Nisa mempunyai ketakutan tersendiri dalam hidupnya. Sebuah ketakutan yang mungkin akan dianggap lucu oleh orang lain, namun begitu menyeramkan untuknya. Takut pada Tuhan? Itu harus. Takut pada setan? Sudah biasa. Takutnya ini adalah...