TG 25 || Berita Buruk

5.7K 633 9
                                    

Angin malam yang berembus sedkit kencang tak gencar membuat Nisa untuk tidak duduk di depan jendela kamarnya. Dia berdecak kagum memandang ke langit penuh bintang yang tengah menemani bulan menggantikan sinarnya matahari. Semuanya nampak sempurna, sesempurna hidup Nisa sekarang.

Perasaan bahagia sekaligus tidak percaya kini dia rasakan. Bahagia karena hubungannya dengan Prisma kini sudah jelas  ke mana tujuannya, sekaligus tidak percaya kalau orang yang dulu paling ditakutinya lah yang tadi memakaikan cincin ke jarinya. Lalu, ingatan-ingatan tentang bagaimana interaksi antara dirinya dan Prisma sebelum pernyataan cinta, kembali berputar di kepalanya. Jika diingat-ingat kembali, segala tingkah yang sudah dia nampakkan selama ini benar-benar konyol. Wajar saja jika Prisma tertawa ketika tadi dia bercerita tentang tingkah Nisa dulu.

Nisa bertopang dagu, menatap jari-jari tangannya yang tak lagi kosong. Senyumnya terukir lebar melihat sebuah cincin melingkar indah di jarinya.  sebuah cincin yang mulai sekarag menjadi pengikat antara dirinya dengan Prisma.

Atensi Nisa langsung teralih ketika dia mendengar suara jendela di depannya dibuka. Tepat di sana, di rumah tetangganya seorang pria tengah berdiri menatapnya sembari tersenyum lebar, dan senyuman pria itu langsung tertular ke Nisa. Mereka saling menatap, mata saling mengunci. Sampai ketika pria itu memutus kontak dan langsung menunduk, lalu selanjutnya getaran pada ponsel Nisa membuatnya berhenti menatap pria itu.

"Hallo, sayang."

Nisa menggit bibir bawahnya menahan senyum. Ditatapnya kembali pria tadi yang masih saja tersenyum lebar ke arahnya dengan tangan kanan kanan memegang ponsel. Jantung Nisa berdetak tak karuan ketika pria itu tersenyum genit.

"I-iya, Bang."

Prisma tertawa kecil, dia bertopang dagu memperhatikan Nisa dari kamarnya. Gadis itu terlihat lucu, meskipun gelapnya malam sedikit menghalagi jarak pandang Prisma, namun dia yakin dengan pasti kalau gadis itu pasti tengah bersemu saat ini. Ah, Prisma jadi gemas ingin mencubit pipi chubby Nisa.

"Ngapai malam-malam duduk di situ?"

"Nengok bintang. Abang ngapai malem-malem dudok di situ?"

"Nengok bidadari."

Jawaban dari Prisma membuat Nisa mengerutkan kening. Hahaha, pria itu benar-benar tidak bisa menjadi pelawak. Bagaimana mungkin di kamarnya ada bidadari? Ah, sepertinya pria itu terlalu banyak membaca buku fantasy atau buku-buku dongeng.

"Bidadari apa, lah, Bang. Ada-ada aja Abang ini."

Nisa memutar bola mata, kemudian dia merapikan rambutnya yang sengaja digerai indah tertiup angin.

"Itu. Bidadarinya lagi duduk. Katanya lagi nengok bintang."

"Ha?" Otak Nisa mendadak blank. Ditatapnya Prisma dengan alis terangkat setengah. Sedangkan prisma langsung tertawa geli melihat ekspresi bingung gadisnya.

"Bidadarinya punya nama, loh. Kamu mau tahu?"

Nisa mengangguk kecil, eskpresinya saat ini benar-benar terlihat bodoh.  Ada bidadari. Bidadarinya punya nama. Oh, Nisa bingung, kepalanya mendadak mumet. Prisma aneh.

"Annisa Fadlan Lubis. Itu nama bidadarinya."

Oke, biarkan otak kecil Nisa untuk menyerap terlebih dahulu setiap kata yang keluar dari mulut Prisma. Ada bidadari. Bidadarinya punya nama. Annisa Fadlan Lubis, itu nama bidadarinya. Oke, Nisa mulai mengerti sekarang. Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. Oohhh, nama bidadarinya Annis-eh, tunggu dulu.

"Abang tadi ngomong apa?" Nisa diajarkan untuk tidak gegabah dalam mengambil kesimpulan. Setiap kesimpulan yang dia ambil harus berdasar, kuat bukti, agar nantinya pendapat yang dia dapat benar-benar tepat.

Tetangga Galak! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang