Setelah insiden kemarin, Icha sering terlihat senyum-senyum sendiri. Wajar aja sih mungkin dia lagi seneng karena Revan ngalus kemarin.
Hari ini ia bangun lebih awal dan berniat untuk membuatkan Revan sarapan. Ia harus terbiasa bangun pagi karena sekarang ia adalah seorang istri.
Tapi masih sama seperti hari-hari sebelumnya, ia tetep tidur di sofa. Tapi itu tak jadi masalah bagi Icha.
Sekarang sarapan yang Icha buat telah selesai dan ia harus membangunkan Revan.
Icha pun menaiki tangga dan menuju ke kamar Revan.
"Van bangun," Ucap Icha sambil menggoyangkan badan Revan.
"Sarapan udah gue buat, lo bangun mandi, habis itu mak--" Lanjutnya yang terpotong.
"Bacot!" Bentak Revan seketika dan mengejutkan Icha.
Perih sih. Tapi ya gimana lagi, dia emang dari dulu ketus gitu. Udahlah positif thinking aja.
Icha langsung pergi manuju kamar mandi bawah tanpa menjawab perkataan Revan.
🍁🍁🍁
Revan baru selesai mandi dan langsung turun dari tangga sambil memainkan handphonenya, sesekali ia terseyum. Ralat bukan sekali tapi berkali-kali dan saat ini juga senyumnya tak pudar.
Icha yang melihat itu pun mengerutkan dahinya dan hanya berusaha bersikap santai.
"Positif thinking Cha!" Batinnya bersikeras.
Revan melihat sekilas ke Icha dan langsung membuang pandangannya ke benda pipih yang ia pegang. Icha yang tadinya ingin tersenyum menatap Revan, tapi ia undurkan karena Revan sudah membuang muka duluan. Icha menghela nafas pelan.
Ia melihat sosok tersebut berjalan ke arah pintu depan dan dengan segera Icha memanggilnya.
"Van sarapan," Suruh Icha kepada Revan.
"Gue nggak laper." Jawab Revan singkat dengan nada datar tanpa membalikkan badannya dan melanjutkan jalannya.Icha pun kembali menghela nafas dan melanjutkan sarapannya. Ia lelah dengan sikap Revan hari ini.
🍁🍁🍁
Icha telah sampai di sekolah sejak beberapa menit yang lalu. Tapi ia belum menemukan sosok yang tadi pagi meninggalkan sarapannya itu.
Ia pun akhirnya menanyakan kepada Jeje. Karena Jeje lebih awal sampai di sekolah daripada Icha.
"Je lo liat Revan nggak?" Bisik Icha kepada Jeje yang sedang bermain game cacing di sebelahnya.
Iya, mereka sudah terbiasa begini setiap pagi. Sebelum bel masuk kelas berbunyi, Jeje pasti menyempatkan dirinya duduk dibangku Ana (Chairmate Icha).
"Hm? Apa?" Jawab Jeje tanpa menoleh ke sumber suara.
"Je nggak usah keras-keras ih. Liat Revan nggak?" Tanya Icha sekali lagi.
"Nggak ada. Gue kira dia dateng bareng sama lo," Jawab Jeje.
"Kan lo udah baikan sama dia, atau ada masalah lagi hm?" Tanya Jeje serius dan langsung mengakhiri permainan cacingnya itu.
"Engga kok," Tawab Icha berbohong.
"Oh okey," Ucap Jeje singkat. Sebenarnya ia tau kalau Icha jawab 'engga' kemungkinan bisa 'iya' mereka ada masalah. Tapi mungkin Icha belum mau menceritakannya. Ah sudah lah.
🍁🍁🍁
"PENGUMUMAN! PENGUMUMAN! GUYS, ADA PASANGAN BARU YANG DATENG BARENG NIH!!" Teriak Bima, Sahabat Revan sekaligus teman duduknya.
Tepat saat Bima mengucapkan itu, Revan datang ke kelas sambil senyum-senyum nggak jelas. Icha mengerutkan keningnya. Tak paham apa yang terjadi.
"SEKARANG KALIAN SEMUA SILAHKAN MEMINTA PJ KE REVAN KARENA IA TELAH RESMI BERPACARAN DENGAN DEA KELAS SEBELAH, BERI TEPUK TANGAN!!" Teriak Bima kembali yang disusul tepuk tangan dan teriakan histeris teman sekelas.
Deg.
Apa-apaan ini? Resmi berpacaran? Dengan Dea? Anak kelas sebelah? Nyesek yang dirasakan hati Icha sekarang. Matanya panas. Ia hanya bisa menempatkan kepalanya di atas mejanya dan memejamkan matanya. Sebulir air menetes dari matanya. Padahal ia mati-matian menahan air mata itu. Kini ia tak kuat lagi.
"Sabar Cha sabar!" Bisik Jeje kepada Icha sambil mengusap bahu Icha pelan.
"Sabar Cha lo harus lebih sabar!" Batin Icha.
🍁🍁🍁
Hay semua👋
Jangan lupa vote dan comment ya❤
Thank you!
O8.O4.2O
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry A Classmate [End]
Teen Fiction"Sini aku peluk," Menceritakan tentang kisah Clarissa Putri Valentine dan Revan Megantara Putra. Dua sejoli yang sekelas dan masih menduduki bangku Sekolah Menengah Akhir dengan terpaksa menerima perjodohan konyol yang orang tua mereka buat. Pada ak...