Demi menemani Kiara bermain, Rasyid tidak kembali ke kantor. Mereka mengambil mainan ke apartemen Kiara, kemudian membawanya ke sini. Adel yang sudah selesai packing pesanan, memilih rebahan di sofa dan menonton TV daripada ikutan Rasyid beserta keponakan bermain masak-masakan. Tinggal menunggu waktu mereka main barbie.
Oh iya, lelaki itu jadi pembelinya. Adel sempat ditawari jadi pembeli oleh Kiara. Tanpa ragu, langsung ditolak. Sori ya, Kiara, Adel inginnya jadi penjual. Enak aja disuruh jadi pembeli. Mentang-mentang dia anak kecil lalu semuanya jadi nurut sama dia.
"Del, kamu kan udah gede, ngapain mesti gengsi jadi pembeli?" Rasyid sempat membela Kiara tadi.
Adel bengong sesaat. "Bukan masalah gengsinya. Ogah aja. Ngapain aku beli sesuatu yang nggak nyata. Pake duit mainan pula."
Pada dasarnya otak Adel memang didesain untuk tidak bisa bermain dengan anak kecil. Beruntung Kiara tidak mengambil hati perkataan Adel.
Adel memang bisa pura-pura fokus ke layar TV, tapi tidak dengan telinganya. Dia menangkap bagaimana dua orang yang duduk di lantai balkon itu cekikikan. Rasyid yang cerewet bertanya layaknya pembeli dan Kiara akan menjelaskan dengan pintar.
Semenit, dua menit, Adel bisa tahan. Lima menit kemudian, Adel mengubah posisi rebahannya. Posisi kepalanya kini memudahkan Adel untuk menatap langsung ke balkon. Dia ingin melihat interaksi itu secara langsung. Kalau ketahuan sama Rasyid gimana? Ya tinggal merem. Gitu aja nanya.
Namun, sesuatu kadang berjalan di luar rencana.
Nyatanya, sewaktu Rasyid mendongak, bertemu tatap dengan Adel, perempuan itu tak bisa berpura-pura merem. Sialan. Ketangkap basah. Rasyid tersenyum penuh makna, mengacungkan cangkir mungil berwarna pink. Adel mengacak rambut dan bangkit dari rebahan.
Adel menuju balkon. Menempelkan sebelah pipi di pintu geser yang terbuka separuh. "Aku bosen, Ras."
"Tadi kamu diajak main nggak mau."
"Bukan berarti ikut main terus aku hilang bosennya."
"Ya udah, coba tidur siang."
"Nggak bisa."
"Terus mau apa?"
"Jalan ke mana gitu kek."
"Agak sorean ya?" Rasyid menawar.
Adel mendecak lirih. Berbalik pergi. Gagal mencuri perhatian Rasyid. Mereka kembali melanjutkan permainan yang sempat terinterupsi dengan kehadiran Adel.
Satu jam kemudian barulah Rasyid mencari Adel. Mendapati istrinya yang tengkurap di karpet kamar.
"Del?" Rasyid duduk di tepi kasur.
Adel belum mau menatap suaminya. "Udah selesai mainnya?"
"Bisa minta tolong?"
Apa sih? Kenapa hobi banget minta tolong padanya? "Apa?"
"Mandiin Kiara."
"Ogah."
"Ya masa aku?"
"Ya kamu aja."
"Del."
"Oke, oke." Adel bangun dengan gerakan cepat. "Cuma mandiin, 'kan?"
Rasyid merunduk, memeluk Adel sekilas, menepuk punggungnya. "Makasih banget. Aku mau ke atas, ambilin baju ganti Kiara dulu."
Kenapa Adel susah menolak? Kenapa dia jadi serba-gampang begini? Besok-besok tanpa sadar Rasyid sudah menjajah dirinya. Lalu tidak akan ada Adel yang independen lagi. Semua-muanya akan bergantung pada Rasyid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding in Chaos [15+] ✓
Romance[Angst-comedy] CERITA LENGKAP ✅ Ini tentang Rasyid yang terlalu tabah dan Adelia yang terlalu bebal. Menikah dengan asas simbiosis mutualisme, membuat mereka masuk ke dalam fase hidup yang jungkir balik. Banyak hal membuat langkah mereka terhenti d...