Pukul 01.15 ketika mobil Rasyid memasuki parkir basemen. Sudah terlalu larut. Parkiran pun sudah sepi. Dengan raga yang lelah, Rasyid segera menuju lift. Ketika pintu lift menutup, dia bersandar di dinding yang dingin itu sambil menatap angka yang terus bertambah.
Satu pertanyaan kembali melintas di kepalanya. Apakah Adel sudah tidur? Atau sebaliknya, perempuan itu tetap terjaga dan menunggunya pulang? Rasyid mengeluarkan ponsel. Mengecek notifikasi, barangkali ada yang terlewat. Tapi di antara pesan yang masuk, tidak ada Adel di sana. Jangankan riwayat panggilan. Adel jarang sekali meneleponnya.
Perempuan itu benar-benar sesuatu.
Pertanyaan Rasyid terjawab saat membuka pintu apartemen. Ruang tamu yang bergabung dengan ruang tengah itu kosong. Lampunya temaram. Tidak ada tanda-tanda pekerjaan Adel yang belum dibereskan. Yang artinya Adel berangkat tidur lebih awal.
Namun, saat membuka pintu kamar, Rasyid tertegun mendapati Adel duduk di kasur, masih terjaga. Sekarang perempuan itu sedang menatap Rasyid lurus-lurus.
"Aku kira kamu nggak pulang."
Rasyid menutup pintu di belakangnya. "Kamu nunggu?"
"Nggak. Emang nggak bisa tidur aja."
"Udah makan?"
Adel mengangguk dan mengubah posisinya menjadi rebahan. "Aku mau nyoba tidur sekarang."
Rasyid menatap Adel sesaat sebelum kembali membuka pintu. Dia mendadak haus. Saat akan mengambil gelas di kabinet tengah, matanya tak sengaja menangkap beberapa kaleng kopi instan yang memenuhi tempat sampah.
Setelah mengambil segelas air putih hangat, Rasyid kembali ke kamar. "Yakin bisa tidur?"
"Hm."
Rasyid duduk di tepi kasur dan menatap punggung Adel. Jelas-jelas perempuan ini menunggunya. Tapi dia tidak tahu harus bertanya apa. Adel selalu di luar dugaan.
Akhirnya hanya, "Maaf ya bikin kamu terlambat tidur."
"Bukan salah kamu." Masih ngotot. "Aku beneran nggak bisa tidur."
"Lain kali, aku bakal pulang lebih awal."
"Nggak perlu merasa sungkan. Kewajiban kita nggak sejauh itu. Kita juga nggak punya kesepakatan soal kamu harus pulang jam berapa. Bebas aja, Ras."
"Ya tapi kamu boleh lho, Del, protes ke aku." Rasyid menimbang-nimbang gelas di tangan.
"Males ah. Ribet."
"Meski kita nggak saling mencintai, tapi kita hidup berdua. Kalau aku keterlaluan, kamu boleh tegur baik-baik. Begitu juga sebaliknya. Kita harus memastikan kalau masing-masing dari kita merasa nyaman."
"Kalau kamu bisa nerima semua kelakuan anehku, kenapa aku mesti ngatur hidup kamu sih?"
"Oke. Aku anggap clear ya masalah ini. Kamu nggak keberatan aku pulang selarut apa."
"Iya, iya. Udah ah. Aku mau tidur." Adel menaikkan selimut. "Jangan lupa dimatiin lampunya."
Namun, yang dilakukan Adel sepanjang sisa malam, hanya memelototi dinding yang gelap.
***
Sambil menunggu nomor resi, Adel membalas chat yang masuk. Reseller yang menanyakan stok produk dan harga. Padahal ya, jelas-jelas Adel sudah mencantumkan harga di grup. Dasar pemalas. Tidak mau panjat chat.
"Jadi, Mbak tinggal di lantai berapa?" Petugas yang memasukkan data bertanya iseng.
Adel tidak sungkan menguap di depan orang asing. "Mau ngapain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding in Chaos [15+] ✓
Romance[Angst-comedy] CERITA LENGKAP ✅ Ini tentang Rasyid yang terlalu tabah dan Adelia yang terlalu bebal. Menikah dengan asas simbiosis mutualisme, membuat mereka masuk ke dalam fase hidup yang jungkir balik. Banyak hal membuat langkah mereka terhenti d...