"Wakanda bakal tidur di apartemen kita? Beneran? Kalau bercanda, nggak apa-apa, aku udah maafin." Adel menoleh sekali lagi, memastikan jika Bintang sudah tertidur di jok belakang. Anak itu kelelahan bermain layangan sepanjang siang tadi. Membuat Rasyid tidak kembali ke kantornya, melainkan langsung mengantar mereka pulang.
"Iya. Mumpung besok libur juga."
Tapi itu ide yang buruk. Buruk sekali. "Kenapa nggak dititip di rumah Bunda?"
"Bunda nemenin Ayah ke Malaysia."
Ah, Adel lupa. "Tapi kamu tahu sendiri. Aku nggak betah sama anak kecil."
Rasyid menoleh. "Kan ada aku. Bintang mudah dihandle kok."
Karena Rasyid sudah bilang begitu, Adel tak bisa protes lagi. Dia percaya lelaki itu bisa mengatasi banyak hal.
Terlihat bagaimana Rasyid begitu terampil menggendong Bintang. Membawanya keluar dari mobil tanpa membuat anak itu terbangun. Sementara Adel membawakan ranselnya. Mengikuti suaminya yang melangkah lebar-lebar.
Setelah menidurkan Bintang di kamar mereka, Rasyid segera keluar. "Aku mesti ke rumah sakit."
"Kenapa? Kiara memburuk kondisinya?" Atau emaknya yang udah kangen ngebet pengin cepet-cepet lihat Rasyid?
Rasyid tersenyum. "Mau jemput. Dia boleh pulang sore ini."
"Oh. Oke. Kirain apa." Adel berlalu ke dapur. Mengambil air putih.
"Kamu mau dibeliin sesuatu nanti?"
Gerakan Adel mengambil gelas terhenti. Tanpa menoleh. Dijawab tanpa pikir panjang. "Nggak usah."
Rasyid segera paham. "Sebelum jam tujuh, aku udah pulang."
Ya terus apa?
"Oke."
Meski tetap merasa janggal dengan sikap Adel, Rasyid berbalik. Melangkah ke pintu.
***
"Tante, laper."
Adel menyingkirkan macbook. Berdiri menghampiri Bintang yang mengucek mata di ambang pintu kamar. Mari kita lihat, di kulkas apa yang bisa dimakan.
"Bintang mau buah?" Hanya itu yang bisa Adel tawarkan.
Bintang mengekori Adel, menggeleng. "Nasi."
"Tunggu Om Rasyid deh ya. Kayaknya bawa makanan nanti."
Bintang menggelayut di kaki Adel dan mendongak. "Om Rasyid jam berapa pulangnya?"
Nah, itu masalahnya. Sekarang sudah lewat jam delapan. Mana tadi yang katanya pulang sebelum jam tujuh?
"Tante coba telepon ya." Adel mengambil ponsel. Kali ini, dengan menggunakan Bintang sebagai alasan, dia akhirnya menelepon Rasyid. Padahal semenjak mereka menikah, Adel hampir tidak pernah menelepon suaminya.
Namun, tidak aktif. Adel beralih ke aplikasi ojol. Mencari makanan yang cocok untuk perut anak kecil. Kalau dia, bisa makan apa saja asal enak.
Melihat Bintang yang masih mengenakan seragam, membuat Adel berinisiatif mencarikan baju ganti. Membuka lemari lebar-lebar. Tidak mungkin memberi Bintang baju miliknya. Jadi dia mencari di tumpukan baju Rasyid. Mengambil sembarang kaus yang kira-kira tidak kebesaran untuk Bintang.
Tapi tetap saja kebesaran. Kaus yang dipakai Bintang cukup membuat lututnya tenggelam. Anaknya senang-senang saja, tidak protes. Jadi ya sudah.
Tak lama setelahnya, pesanan Adel datang. Dua kotak nasi ayam. Rasyid? Halah, paling sudah makan malam dengan mantan tersayang. Adel tak perlu mencemaskan apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding in Chaos [15+] ✓
Romance[Angst-comedy] CERITA LENGKAP ✅ Ini tentang Rasyid yang terlalu tabah dan Adelia yang terlalu bebal. Menikah dengan asas simbiosis mutualisme, membuat mereka masuk ke dalam fase hidup yang jungkir balik. Banyak hal membuat langkah mereka terhenti d...