Chapter 2

21.8K 2.1K 108
                                    

Sepagi ini meja makan masih kosong. Rasyid melihat istrinya yang mondar-mandir di depan pintu.

"Kamu ngapain, Del?"

"Nungguin ekspedisi nih. Nyasar apa gimana. Kok nggak sampai-sampai."

"Kamu nggak masak?"

"Masak itu apa?"

Rasyid mendecak pelan. Sengaja ngajak bercanda ya? Sayangnya, garing. Rasyid malas pura-pura tertawa. Orangnya saja lebih memilih sibuk menunggu barang kiriman. Mana peduli soal perut Rasyid yang lapar.

"Yuk, aku temenin sarapan di kafe bawah. Sambil nunggu ekspedisi." Meletakkan ponsel di meja, mencepol asal rambut panjangnya dan mengambil kardigan di kamar.

"Pagi, Oma." Rasyid menyapa saat keluar dari pintu dan berpapasan dengan perempuan senja yang menjadi tetangganya.

"Rasyid? Kapan pulang?" Oma Rita tampak berbinar melihat Rasyid. Lama rasanya tidak melihat anak itu. Sebelum dia menghampiri, Rasyid sudah lebih dulu melangkah mendekat. Meraih tangan renta itu untuk dicium.

Adel menyaksikan semua adegan dengan bingung. Tapi denting ponsel membuatnya sadar. Fokusnya teralihkan begitu mudahnya.

"Apa kabar? Sehat?"

Rasyid mengangguk. "Oma juga sehat-sehat?"

Tatapan Oma Rita melewati bahu Rasyid. "Istri kamu, Ras?"

"Ah iya." Rasyid menoleh ke Adel. Memberi isyarat untuk mendekat. Tapi isyarat gagal. Adel sibuk menekuri ponsel. Rasyid sampai harus menghampiri, menyentuh lengan istrinya.

Barulah Adel mendongak. "Hah?"

"Ayo kenalan sama Oma Rita."

"Oh." Adel menurut saja saat ditarik pelan Rasyid.

"Istriku, Oma. Adel namanya."

Adel tersenyum lebar dan mencium punggung tangan Oma Rita.

"Cantik istrimu, Ras."

Yang dipuji langsung tersipu. Rasyid bertanya hal lain. "Oma mau ke taman?"

"Iya. Yuk turun bareng." Oma Rita melangkah ke lift.

Selama di dalam lift, Adel yang berdiri di pinggir, kembali menekuri ponsel. Mengabaikan obrolan Rasyid dan Oma Rita. Tentang kenapa Rasyid menikah tidak memberi kabar. Tentang kesehatan Oma. Tentang blablabla. Adel tidak dengar dengan jelas. Hanya sepotong-potong. Dan untungnya dia tidak diseret di dalam percakapan.

Bahkan saat lift terbuka pun, Adel tidak sadar. Rasyid hanya menyentuh punggungnya. Membuatnya lepas sejenak dari layar ponsel dan melangkah dari lift.

Oma Rita berbelok, menuju pintu samping yang menghubungkan dengan taman. Sementara Adel mengikuti suaminya masuk ke kafe, masih dengan memelototi layar.

BRAAKKK!

Suara benda beradu baru saja terdengar.

Rasyid yang kaget, cepat menoleh. Refleks berlari ke sana. Antara mau tertawa dan kasihan melihat istrinya mengaduh kesakitan. Tangan Adel yang bebas memegangi dahi.

"Kamu sih, main ponsel mulu." Sambil menahan tawa.

Adel menabok lengannya. "Ketawa, ketawa. Sakit tahu, Ras. Kamu jahat banget sih. Mestinya kamu pegangin dulu pintunya. Ini kaca tebelnya nauzubillah, Ras. Kalau otakku geser gimana?!"

"Kayaknya memang perlu digeser sih, Del."

Satu cubitan melayang. Sebelum cubitan kedua menyusul, Rasyid menangkap tangan Adel dan balas merangkulnya. Lalu membukakan pintu kaca.

Wedding in Chaos [15+] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang