01. .

567 68 13
                                    

"setiap orang berhak menjadi jendral dalam hidupnya, dan setiap orang berhak menjadi sutradara atas hidupnya"


Jakarta, 12 Oktober 2009

Teriknya panas matahari pasti membuat siapa saja ingin berdiam diri di rumah, ditemani segelas es kelapa muda sambil menonton acara televisi favorit. Tapi tidak dengan para pelajar dari tiga sekolah berbeda yang bertemu di Persimpangan Gedung Alam (PGA). Bukan kebetulan, tapi mereka sengaja bertemu di sana untuk membuktikan pelajar sekolah mana yang lebih hebat.

Tawuran memang sudah menjadi tradisi di dunia pendidikan Indonesia. Entah untuk sekedar iseng, melepas kepenatan karena belajar, hobi atau memang sudah memiliki niat untuk menjadi jagoan.

Kejadian tawuran antar pelajar sudah menjadi tontonan yang biasa untuk warga Ibukota, banyak dari warga yang geram dan mencoba untuk membubarkan aksi pelajar tersebut, tapi tidak sedikit pula yg acuh karena memang sudah menjadi tontonan sehari-hari.

Dan hari ini menjadi hari yang biasa bagi mereka yang sudah tidak asing dengan aksi tawuran, dengan sigap aparat kepolisian segera datang ke lokasi kejadian setelah mendapat laporan adanya aksi tawuran yang melibatkan kurang lebih 100 pelajar dari tiga sekolah berbeda.

"Berhenti kalian!!!" teriak seorang polisi pada tiga pelajar yang mencoba kabur dari kejaran polisi.

"Tangkep pak kalo bisa," ucap pelajar berkulit sawo matang.

Saat tiga pelajar tersebut melewati tukang bakso, dengan nekat pelajar berkulit putih merebut gerobak bakso dan mendorong kearah polisi yang mengejar mereka, dengan sigap polisi itu menahan laju gerobak tanpa supir agar tidak mencelakai orang lain. Karena kecerdikan pelajar kulit putih, polisi itu tertinggal cukup jauh dan mereka bertiga lepas dari kejaran polisi tersebut.

"Hampir aja kena tadi," ucap Rizal pelajar berkulit sawo matang.

"Iya anjir, bagus tadi ada tukang bakso lewat." Riki pelajar berkulit kuning langsat menimpali.

"Kalo bukan gua yang rebut tuh gerobak, udah ketangkep kita," sahut Noval pelajar berkulit putih bangga.

"Sian ege aki-aki ampe jengkang gitu," ujar Riki.

"Daripada ketangkep, pilih mana lu?" sahut Noval.

"Udahlah yuk balik, cape gua, tuh cepe dua udah dateng," ucap Rizal menengahi perdebatan dua temannya, kemudian mereka bertiga naik metro mini bertuliskan 102 Ciputat - Blok M.

Ditengah perjalanan, tiba-tiba Riki mengetuk jendela Metro Mini tanda ingin turun dari angkutan.

"Eh ngapa lu?" tanya Rizal kaget melihat Riki bergegas turun.

"Chacha sendirian," jawab Riki singkat.

"Chacha?" tanya Rizal heran dalam hati.

"Val ayo turun," ajak Rizal.

"Iya," sahut Noval malas.

Soal perempuan, mata Riki seakan memiliki sensor pendeteksi. Dia bisa melihat seorang gadis walaupun dari jarak yang sangat jauh.

"Cha, ngapain sendirian disini?" sapa Riki pada gadis SMA yang sedang berdiri sendiri didepan gedung bertuliskan PRACTICE EDUCATION CENTER.

"Eh Ka Riki, ini abis les Bahasa Inggris, nungguin Ka Gilang belum dateng. Ka Riki ko ada disini?" sahut Chacha gadis berambut kuncir kuda, gaya rambut gadis sekolah pada umumnya.

"Tadi si Riki ini di cepe dua, ga tau gimana ceritanya bisa ngeliat kamu sendirian disini, makanya dia turun trus nyamperin kamu deh." Noval yang baru tiba langsung menjawab pertanyaan Chacha.

"Apaan si lu, orang gua yang ditanya ngapa lu yang jawab," sahut Riki kesal.

"Lah lu, adenya Gilang masih dimodusin, cari yang laen, gua jadi Gilang juga ga bakal ngasih restu buat lu." Rizal ikut menimpali.

"Lho ko jadi berantem?" tanya Chacha heran.

"Udah yuk balik aja, biar Kaka yang nganterin," ajak Riki.

"Heh bogel, bukan lu doang yang nganterin, gua ama Rizal juga ikut," sela Noval.

"Tapi nanti kalo Ka Gilang dateng trus aku ngga ada gimana?" tanya Chacha bingung.

"Kaga bakal dateng, paling ketiduran itu orang," jawab Rizal yakin. "Udah ayo pulang aja," ajak Rizal.

"Yaudah deh," jawab Chacha mengiyakan ajakan mereka.

Tidak butuh waktu lama Metro Mini 102 datang, dan keempat pelajar tersebut segera naik melanjutkan perjalanan menuju Ciputat, kerumah Chacha.

* * *

"Assalamualaikum, Chacha pulang. Ayo kak masuk," ucap Chacha memberi salam dan mempersilahkan tiga pelajar yang mengantarnya pulang masuk ke rumah.

Rumah Chacha yang berada didalam kompleks perumahan terbilang cukup besar, walaupun bukan di kompleks perumahan elit karena jalan kompleks perumahan itu masih bisa dilalui untuk umum.

Rumah ini hanya ditinggali oleh tiga orang. Ayah Chacha, kakak Chacha yang bernama Gilang dan Chacha. Ibu Chacha sudah meninggal saat Chacha masih duduk di bangku SD. Untuk itu pekerjaan rumah Chacha dibantu oleh seorang asisten rumah tangga bernama Ijah, seorang wanita paruh baya yang datang saat pagi hari dan pulang saat hari menjelang malam.

"Eh bego, bangun lu." Rizal memukul seseorang yang masih terlelap dalam mimpi indah.

"Ngapain lu disini?" sentak Gilang heran melihat Rizal di dalam kamarnya. Ya, orang yang masih tertidur itu adalah Gilang, Kakaknya Chacha.

"Jam berapa sekarang? Lu ga jemput Chacha?" sahut Rizal balik bertanya.

"Ya ampun gua lupa!!!" Gilang terperanjat kaget saat melihat jam dinding kamarnya menunjukan angka pukul tiga. "Lu juga berdua ngapain disini?" tanya Gilang kebingungan.

"Lu yang ngapain masih tidur? Chacha noh nungguin di tempat les," jawab Riki santai.

"Gua jemput Chacha dulu dah."

"Mau jemput dimana? Chacha udah di dapur lagi bikinin minum buat gua nih yang nganterin dia balik," sahut Riki.

"Bukan lu doang monyed!" sahut Noval kesal.

"Eh iya gua bertiga yang nganterin balik," ucap Riki.

Belum hilang rasa kaget Gilang, Chacha masuk ke kamarnya membawa tiga gelas es jeruk untuk ketiga teman kakaknya yang sudah mengantarnya pulang.

"Eh kakak udah bangun, nanti Chacha buatin minum ya, mau ganti baju dulu," sapa Chacha pada kakaknya.

"Ikut," ceplos Riki.

"Mau gua tabok lu?" tanya Gilang Kesal.

"Bercanda Lang bercanda, sensi banget lu," sahut Riki cengengesan.

"Makasih ya Cha," ucap Rizal mengambil gelas yang disodorkan padanya.

"Idaman banget dah ah si Chacha." Noval menimpali.

"Ini lagi ikut-ikutan," sahut Gilang.

"Elah Lang, siapa si yang ga mau sama Chacha, manis baik pinter lagi, ngga kaya abangnya, iya ga Zal," ucap Noval sedikit mengejek.

"Yoi, asal bukan Riki, ga bakal gua restuin Chacha ama dia," jawab Rizal mengejek Riki.

Chacha hanya tertawa kecil melihat tingkah Gilang diejek oleh tiga temannya.

"Chacha ke kamar dulu ya," ucapnya sambil berlalu.

"Hati-hati manis~," goda Riki.

"Ke kamar doang nyed!" sahut Gilang kesal dan direspon cenngir kuda oleh Riki.

Rizal, Riki, Noval dan Gilang, empat sahabat yang akan memiliki kisah hidup masing-masing. Persahabatan mereka diawali secara kebetulan dan dipenuhi dengan kekerasan remaja.

* * *

SATU TITIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang