19. Renggo and Black Ribal

55 10 2
                                    


* * *

Cahaya mentari menyeruak dari arah timur. Aktifitas jual beli sudah berlangsung di pasar Serpong.

Di salah satu emperan toko, Rizal masih terlelap dalam tidurnya. Si pemilik toko kesal melihat ada orang tidur di depan tokonya, tanpa pikir panjang si pemilik toko menendang kaki Rizal dan berteriak "bangun lu sampah!!!"

Rizal yang memiliki bela diri kaget dengan serangan yang dia terima dan refleks menyerang balik si pemilik toko tanpa sengaja.

Si pemilik toko semakin kesal karena dia tidak menyangka akan mendapat serangan balik langsung berteriak memanggil warga sekitar.

"Maling!!! Maling!!! Maling!!!" teriak si pemilik toko membuat warga sekitar berdatangan mengerubungi mereka.

"Saya bukan maling," ucap Rizal membela diri.

"Halah, maling ngaku penjara penuh!!!" seru pemilik toko memukul Rizal.

"Udah hajar!!!"
"Telanjangin!!!"
"Bakar!!!"

Terdengar teriakan warga disusul pukulan-pukulan yang menghajar Rizal. Rizal yang mendapat serangan bertubi-tubi ingin sekali melawan, namun dia urungkan karena ingat janji yang sudah dia ikrarkan dan perlawanan yang dia berikan pasti membuat warga semakin geram.

Salah seorang pedagang yang berada tak jauh dari sana merasa penasaran dengan kerumunan warga.

"Ada apa ini?" tanya pedagang bertubuh gemuk yang menggunakan sarung dan peci hitam.

"Ini tadz, maling," sahut salah satu warga menunjuk Rizal yang sudah tersungkur di tanah.

"Saya bukan maling pak," jawab Rizal dengan banyak luka memar di wajahnya.

"Bentar bentar, lu pada jangan main hakim sendiri. Sekarang, siapa yang merasa kemalingan?" tanya ustadz itu.

"Dia nih tadz" jawab seorang warga menunjuk pemilik toko elektronik bernama Delon.

"Ente kemalingan Lon?" tanya ustadz itu

"I- iya tadz," jawab Delon gagap

"Barang apa aja yg dimalingin?"

"Ngga ada tadz, belom sempet maling dia."

"Berarti dia ngga maling dong?"

"I- iya tadz."

"Nah kan, berarti cuma salah paham doang" sahut ustadz itu "lain kali jangan asal teriak maling, ngga usah bikin keributan. Lu pada juga, jangan gampang kebawa emosi, belom tentu ini bocah beneran maling. Kalo ini bocah mati siapa yang mau tanggung jawab?" ceramah ustadz itu

"Ngga ada yang nyaut? Sekarang ini bocah udah bonyok, siapa yang mau tanggung jawab pengobatannya?"

"Karena lu yang bikin keributan. Lu yang tanggung jawab pengobatan nih bocah. Lu kasih duit nih bocah, biar gua yang ngentarin dia berobat," lanjut ustadz itu.

"I- iya tadz," si pemilik toko menurut dengan perasaan dongkol.

"Udah bubar lu semua!" perintah ustadz itu, "ayo tong ikut gua" pinta ustadz itu merangkul Rizal.

"Iya pak" sahut Rizal singkat.

Ustadz itu bernama Dedi Nurhadi. Ustadz kampung berusia empat puluh lima tahun yang berdagang tahu di pasar Serpong. Ustadz Dedi sendiri lebih senang dipanggil Bang Dedi daripada dipanggil ustadz.

SATU TITIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang