7.PENASARAN

9.8K 680 16
                                    

Mahira terkesima mendengar merdunya suara Aydin. Hingga rakaat ketiga dia baru bisa benar-benar khusyu' dengan shalatnya.

"Assalamualaikum warohmatullah..

Setelah salam, Aydin melanjutkan dengan berdzikir dan berdoa. Begitu pula dengan Mahira. Gadis bermata sipit itu melepaskan mukena dan melipatnya. Aydin pun melakukan hal yang sama dengan sarung yang ia pinjam dari mushola.

"Yuk kita ambil motormu. Mungkin sudah selesai."

"Iya, Bang.."

"Kenapa diem Hira?" tanya Aydin saat mereka berjalan bersama menuju ke tempat tambal ban.

"Ah enggak koq bang. Aku cuma heran aja. Abang ini sebenarnya preman atau bukan? Soalnya bacaannya fasih banget. Aku ga percaya kalau abang ini preman."

"Memangnya aku pernah memperkenalkan diriku sebagai preman?" Mahira berfikir sesaat. Dia mengingat lagi obrolannya dengan Aydin dari awal. Memang tidak pernah satu kalimatpun dari mulut Aydin yang memperkenalkan dia sebagai preman. Tapi Mahira sendiri yang menganggap Aydin adalah preman. Salahkah dia?

"Jadi Bang Wira ini bukan preman?"

"Terserah kamu saja anggep aku apa, Hira." Aydin berjalan lebih dulu dengan tersenyum simpul. Dia hanya ingin membuat Mahira penasaran dengan akudirinya.

"Terimakasih ya Bang. Aku antar ngambil sepeda ya."

"Tidak usah Mahira, aku jalan kaki saja."

"Lumayan jauh lho bang."

"Gapapa Hira. Sekalian olahraga. Kamu tentu tidak mau berboncengan dengan yang bukan mahrom kan?" Mahira bertambah penasaran. Siapa lelaki yang ada di depannya ini sebenarnya. Kenapa tahu aturan mahrom juga?

"Oh ya sudah bang. Maaf ya.. aku jadi ngrepotin kamu bang." Mahira baru sadar bahwa dirinya kini ber aku, kamu dengan Aydin. Mungkin setelah mendengar Aydin tadi membaca Al-Qur'an dengan fasih, dia jadi segan ber lo gue dengan Aydin.

"Tidak usah dipikirin, Hira. Aku tidak merasa direpotin koq."

Mahira segera menyalakan mesin motornya. Sudah sangat terlambat baginya untuk pulang ke rumah. Mahira selalu malas jika pulang ke rumah. Apalagi jika bertemu kakak sulungnya. Pulang jam segini bisa diceramahi habis-habisan dengan kakaknya.

Tiba di depan gerbang rumahnya, ada lelaki empatpuluhan, berkumis tebal membukakan pintu untuk Mahira.

"Assalamualaikum, Pak Sapto."

"Waalaikumsalam, Mbak Mahira. Jam segini koq baru pulang?" ucap Sapto, penjaga rumah Mahira. Yang sudah bekerja di rumah Wahyu sejak Mahira belum lahir ke dunia.

"Iya Pak, tadi ban motor saya bocor. Harus cari tukang tambal ban dulu Pak." Mahira menuntun motornya masuk ke dalam halaman. Lalu Sapto membuka garasi untuk Mahira.

"Terimakasih Pak."

"Sama-sama Mbak."

Mahira merasa capek sekali karena habis jalan kaki bersama Aydin. Mengingat nama itu lagi membuat Mahira semakin penasaran tentang sosok laki-laki tampan itu.

Laki-laki tampan? Bahkan Mahira kini pun mengakui kalau Aydin laki-laki yang tampan. Dan yang membuat terpesona adalah suara merdunya Aydin dan cara Aydin yang memperlakukan dia dengan lembut dan sopan.

'Tidak-tidak...Aku tidak mau mengingatnya lagi.' Mahira berkali-kali menggelengkan kepalanya ingin sekali melupakan bayang wajah Aydin.

"Dari mana saja kamu, Mahira? sudah berani pulang malam ya?"

(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang