MENCARI WALI NIKAH (2)

7K 504 22
                                    

Edo, Wahyu, dan Anisa hari ini berangkat ke Cirebon. Dengan tujuan mencari ayah dari Anisa. Mereka pergi dengan menggunakan mobil. Mereka hanya tahu alamat terakhir ada di kecamatan Pekalipan. hanya kecamatan saja yang mereka kantongi. Desa apa dan itu rumah sendiri atau mengontrak, Anisa juga tidak tahu.

"Kamu masih ingat wajah Ayahmu kan, Nis?" tanya Wahyu yang duduk di bagian depan bersebelahan dengan Edo yang sedang mengemudi.

"InsyaAllah masih, Pak. Saya ditinggal Ayah kan sudah berumur lima belas tahun, jadi saya masih ingat bagaimana wajah Ayah. Dan masih ada foto ayah juga. Semoga saja Ayah tidak banyak berubah." ucap Anisa yang tampak gelisah.

"Bapak sudah menghubungi teman bapak di Cirebon. Memang sih beda kecamatan. Tapi beliau kenal dengan Camat di daerah Pekalipan. Ini Bapak sedang menunggu informasi dari mereka." Wahyu sudah tahu nama lengkap Ayah Anisa dan meminta tolong pada temannya untuk mencari informasi tentang nama itu.

"Terimakasih, Pak. Sebenarnya saya enggan untuk bertemu Ayah. Karena beliau sudah menyakiti hati bunda." Anisa terlihat mutung saat mengucapkan itu. Dia ingat bagaimana dulu dengan teganya sang Ayah meninggalkan bundanya demi perempuan lain.

"Bapak tahu, Nis bagaimana perasaanmu. Tapi bagaimanapun juga beliau tetap Ayahmu. Dan sebagai anak yang berbakti, kamu harus meminta izin padanya ketika akan menikah. Kalau dia tidak mau menikahkan, berarti nanti kamu akan memakai wali hakim. Tapi bapak harap Ayahmu sudah berubah lebih baik sekarang. Dan mau menjadi walimu." Wahyu berusaha untuk menengahi permasalahan Anisa. Edo yang sedang mengemudi, sesekali ikut menimpali, tapi dia lebih banyak diam. Dia kadang melirik Anisa dari kaca spion.

"Aamiin.. Terimakasih Pak Wahyu, maaf saya jadi merepotkan Bapak."

"Eh, tidak apa-apa, Nak. Kalau nanti kamu jadi menikah sama Idris, kamu juga akan jadi menantu Bapak. Dan akan jadi bagian dari keluarga kami. Tidak usah sungkan, ya kan, Dris?"

"Iya, Bi."

"Kalian sudah persiapkan semua dokumen yang dikumpulin ke KUA?"

"Sudah, Bi."

"Sudah, Pak."

"Alhamdulillah.. Semoga langkah kalian dimudahkan. Menikah itu bukan untuk sehari dua hari, nak. Tapi seumur hidup. Jadi apa kalian sudah memantapkan hati itu itu? Abi tidak bermaksud membuatmu ragu, Dris. Tapi apa kamu sudah salat istikharah?"

"Alhamdulillah sudah, Bi. Dan hati saya mantap memilih Anisa menjadi pendamping saya." ucap Edo mantap.

"Alhamdulillah. Kamu bagaimana Anisa? sudah mantap menjadi pendamping Idris?"

"InsyaAllah, Pak. Saya kenal bang Edo sudah lama. Biarpun dia pernah jadi preman, tapi dia adalah sosok yang baik. Dan Insyaallah saya mantap."

"Alhamdulillah syukurlah kalau kalian sudah mantap. Langkah kalian tinggal menemui Ayahnya Anisa saja. Jika kali ini bisa ketemu, dan beliau mau menjadi wali nikah Anisa, maka jalan kalian InsyaAllah akan lancar."

Perjalanan Jakarta-Cirebon dengan jalur darat lewat tol Cipali memakan waktu kurang lebih empat jam. Karena mereka harus berhenti sebentar di rest area. Mampir dulu sebentar di masjid yang ada di rest area untuk menunaikan salat dzuha.

Sesampainya di kota Cirebon, tidak begitu sulit untuk Wahyu yang pernah juga sering diundang untuk mengisi tausyiah di sana. Rekannya yang membantu mencari informasipun sudah menunggu di kantor kecamatan Pekalipan. Anisa merasa lega karena ada warna dengan nama yang sama dengan Ayahnya Hermawan. Tapi juga ada rasa gelisah. Karena pemilik nama itu kan banyak. Jadi Anisa tidak berani terlalu berharap. Tapi dia tetap berdoa semoga itu memang Ayahnya.

(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang