38. BERTEMU ADIK IPAR

8.3K 654 20
                                    

Edo dan Nuriyah telah mempersiapkan diri sedari tadi. Mereka akan ke tempat akad nikah dengan menggunakan taxi. Lokasi akad nikah berada di rumah Wahyu. Semalaman Edo tidak bisa memejamkan matanya. Begadang memang menjadi hal yang biasa dia lakukan. Tapi kali ini dia begadang dengan cara yang lain yaitu bertaqarrub pada Allah. Dia melakukan salat taubat, shalat tahajud dan berdzikir di sepanjang malamnya.

Edo tidak menyangka jika Mahira adalah adik kandungnya. Adik yang selama ini dia rindukan. Lalu apakah yang dia rasakan saat ini adalah cinta? atau kasih sayang antara abang dengan adiknya. Entahlah. Edo tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Dia tidak tahu apa bisa menghadapi hari esok? hari dimana dia akan menjadi wali bagi adik perempuannya.

"Kenapa melamun, Dris?" tanya Nuriyah saat mereka kini di dalam mobil dalam perjalanan menuju ke rumah Wahyu.

"Tidak apa-apa, Nek."

"Sepertinya kamu kurang istirahat ya tadi malam?" Nuriyah melihat Edo dari tadi sering menguap dan wajahnya terlihat kusut.

"Iya, Nek. Tadi malam aku tidak bisa tidur, Nek."

"Kenapa? kamu tidak sabar bertemu adikmu ya? Pasti dia sangat cantik ya, Dris."

"Iya, Nek dia sangat cantik."

"Koq kamu tahu? kamu pernah bertemu dengannya?"

"Eh.. maaf Nek, belum pernah. Aku hanya menebak saja. Kalau aku saja bisa ganteng begini, adikku juga akan jadi cantik kan Nek?" hampir saja Edo keceplosan. Lalu tiba-tiba saja dia punya ide untuk mengalihkan.

"Iya betul juga. Nenek saja kaget waktu melihatmu pertama kali. Kamu sangat mirip dengan almarhum ayahmu. Sangat tampan. Dan Mungkin Ziya sekarang juga cantik ya. kalau dia mirip ibunya."

"Mungkin juga, Nek." Edo menggenggam kertas berisi nama lengkap adiknya dan calon suaminya.

"Kita sudah sampai Nek," ucap sopir taxi online menyela pembicaraan mereka.

"Oh ya Pak?" Nuriyah melihat mobil berjajar di sepanjang jalan rumah Wahyu.

"Maaf ya. Nek. Saya tidak bisa mengantar sampai depan rumah, karena jalanya tidak bisa dilewati satu mobil." sopir itu menghentikan mobilnya tak jauh dari rumah Wahyu. Jalan di kanan dan kiri rumah Wahyu sudah dipenuhi mobil.

"Iya Pak tidak apa-apa. Kami jalan kaki saja. Lagipula juga deket koq." Edo menjawab sopir itu. Setelah membayar, Edo dan Nuriyah turun lalu berjalan kaki menuju ke rumah ayah tirinya itu. Rumah yang sangat besar.

"Besar sekali rumahnya ya, Dris?" ini adalah kali kedua Nuriyah datang ke rumah itu. yang pertama ketika dia mengantarkan Hanum waktu awal menikah dengan Wahyu. Dan setelah itu, Wahyu dan Hanum yang lebih sering mengunjunginya ke pesantren.

"Iya, Nek. Ayo masuk, Nek." Rumah Wahyu sudah ramai. Mungkin sodara-sodara mereka yang hadir. Edo melihat Wahyu bercengkrama dengan seseorang di teras rumah.

"Eh.. Ibu, Idris sudah datang." Wahyu langsung menghampiri Idris dan Nuriyah. "Mari masuk Bu, Nak Idris."

"Iya Abi." Edo memang disuruh Nuriyah membiasakan diri memanggil Wahyu dengan sebutan Abi dan Hanum dengan sebutan Umi.

Mereka berdua mengikuti Wahyu masuk ke dalam rumah mereka yang sudah tertata dekorasi untuk akad nikah. Serba putih dan pink. Edo mengedarkan pandangannya. Dia belum melihat adiknya.

"Waktu akad masih setengah jam lagi. Kamu mau menemui adikmu sekarang, Dris?" tanya Wahyu sambil merangkul putra tirinya itu.

"Tidak Abi. Nanti saja kalau Diya sudah selesai ijab qabul." Edo memang sengaja tidak menemui Mahira dulu. Dia takut akan berubah pikiran jika bertemu dengan wanita yang pernah dicintainya itu. Dia sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Dia ingin menikahkan adiknya dulu baru menemuinya. Baginya itu lebih baik.

(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang