15.MENJENGUK EDO

8.3K 580 13
                                    

Andri masuk ke ruang IGD bergantian dengan Mahira. Di dalam tadi dia memang di suruh Andri menunggui Edo sebentar karena dia akan menerima telepon dari Wira. Lalu tetap berada di luar menunggu sampai Wira datang.

"Gimana kondisi Edo?" Wira yang kini duduk berjajar dengan Anisa dan Mahira akhirnya angkat bicara. Wira belum bisa membesuk karena harus bergantian. Nanti kalau sudah dipindah ke ruang perawatan baru bisa dijenguk.

"Alhamdulillah udah sadar setelah tadi sempat dijahit. Luka robek di punggungnya lumayan parah sih bang." Mahira menjelaskan pada Wira.

"Kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Oh.. Tadi bang Andri yang bilang. Pas kebetulan Anisa telpon bang Andri. Katanya Bang Edo masuk rumah sakit. Ya kita khawatir lalu ke sini." penjelasan Mahira membuat Wira sedikit lega. Ia pikir Edo yang sengaja menelpon Mahira untuk datang. Karena entah kenapa dia merasa Mahira dan Edo cukup dekat. Tapi dia tidak pernah bertanya pada Edo tentang perasaannya pada Mahira. Dan bodohnya lagi waktu itu dia malah meminta petolongan Edo untuk mendekati Mahira.

"Oh begitu ya?"

"Bang Wira tadi ke rumah singgah ya?"

"Iya Hira. Ketemu Retro bilangnya kalau Edo masuk rumah sakit. Terus aku langsung kesini setelah mendapat kepastian dari Andri."

"Oh... "

"Bagaimana tadi?"

"Apanya bang?

"Bukannya tadi kamu melamar kerja?"

"Oh iya, maaf lupa. Tadi aku sudah ketemu sama kepala sekolahnya. Dan bilang kalau besok aku akan dites micro teaching dulu. Semoga aku diterima ya bang?" Mahira tampak antusias saat menceritakan. Wira pun hanya tersenyum.

"Kalian ini pada ngobrol, aku kayak obat nyamuk aja diantara kalian." Anisa memang duduk di tengah, di antara Mahira dan Wira.

"Kalau kamu obat nyamuk, aku sama bang Wira jadi nyamuk donk?" Mahira memukul pelan bahu sahabatnya.Wira terkekeh melihat kedekatan Mahira dan Anisa.

"Bang Wira jadi ga ngajar ngaji ya hari ini?"

"Iya libur dulu. Anak-anak biar di tempat yang aman dulu. Takutnya tiba-tiba di serang kelompok timur "

"Bang, aku masih penasaran deh. Abang ini beneran bukan preman kan?" Mahira melihat Wira dadi ujung rambut hingga ujung kaki. Wira yang sekarang hanya memakai kaos oblong dan celana jeans, sangat berbeda dengan Wira yang ia temui saat di masjid tadi siang.

"Aku ga pernah bilang aku preman lho. Tapi aku kenal sama preman. Dan aku memang lebih suka bertemna dengan mereka. Terutama kelompoknya Edo. Mereka memang terlihat garang di luar tapi hatinya baik.

"Lalu kenapa tadi abang pakai pakaian kantoran? Mobil sedan mewah di depan masjid tadi juga mobilnya siapa?" skak mat. Wira panas dingin. Dia bingung harus mengatakan apa pada Mahira. Dia tidak mungkin berbohong.

"Eh Hira, itu bang Edo udah keluar sama bang Andri." Celetukan Anisa lagi-lagi menyelamatkan Wira dari pertanyaan Mahira.

"Eh Iya, ayo kita ikutin." Mahira berdiri diikuti Anisa dan Wira. Anisa sedari tadi mencuri-curi pandang pada Wira yang menurutnya sangat tampan dengan jambang tipis yang menambah kesan dewasa.

Edo tidur dengan posisi tengkurap. Karena punggungnya memang terluka.

"Edo, tadi Retro bilang kamu sekarat. Aku sampai panik dengernya." Wira yang sekarang berdiri di samping ranjang Edo, bercerita tentang kabar yang tadi ia dapat tentangnya.

"Ah anak itu terlalu lebay, Bang. Cuma kena sabetan parang aja. Dulu waktu abang nyelametin aku, lebih parah dari ini kan, Bang?" Edo sekarang sedang duduk. Karena tidak nyaman jika tengkurap terus.

(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang