Bagi seorang wanita, memilih seorang pendamping tidaklah mudah. Dia harus tahu bahwa pendamping yang akan ia sebut sebagai suami nantinya akan menjadi imam untuk dirinya dan anak-anaknya. Salah memilih pendamping mungkin akan menyebabkan penyesalan yang tak berkesudahan. Seorang imam haruslah seorang yang takut akan Allah. Orang yang takut pada Allah adalah yang taat pada Allah. Salah satu tanda seorang suami taat pada Allah adalah ketika dia bisa menjadi imam yang baik bagi keluarga. Menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka.
Lalu apa yang kita harapkan saat memilih pendamping? tentu saja yang pertama adalah agamanya. Mahira terus berfikir. Dia membandingkan antara Edo dan Wira. Dua orang sama-sama menarik perhatiannya. Edo yang mampu membuatnya jatuh cinta. Sedangkan Wira lelaki yang ia kagumi dengan prinsipnya. Mahira ingat betul bagaimana seorang Wira dengan dewasa menjabarkan poligami menurut pemahamannya.
Memang tak ada seorangpun yang tahu tentang masa depan. Oleh sebab itu Wira tak mau berjanji apalagi tanda tangan hitam di atas putih. Janji di atas kertas mungkin saja bisa diingkari oleh siapapun. Tapi janji pada Allah. Sangat berat tanggungannya. Janji pada Allah bukan tentang dia tidak akan poligami. Tapi janji kalau dia tidak akan mendzolimi istrinya termasuk di dalamnya tidak boleh menyakiti hati istrinya.
Setelah pulang dari rumah Rahma, malam harinya Mahira masih memikirkan ucapan Wira. Ternyata memang benar bahwa seorang wanita itu suka dengan laki-laki yang paham agama. Wira tidak pernah menunjukkan bahwa dirinya adalah yang paham agama. Dia selalu mendengar celotehan Mahira dan berusaha untuk mengajaknya bercanda tanpa pernah berusaha menghakimi. Pantas saja banyak anak-anak jalanan yang pada akhirnya mau beribadah setelah mengaji dengan Wira.
"Bang Wira memang sangat istimewa. Ahhhh..." Mahira menutup wajahnya dengan bantal. Setiap kali ia menutup matanya, selalu ada Wira dalam bayangannya.
"Jangan-jangan bang Wira pake pelet lagi." Semakin ingin melupakan, semakin ia teringat sosok lelaki berjambang tipis itu. Apalagi penampilanya tadi memakai baju koko putih dan peci warna hitam. Sangat pas dengan warna kulitnya. Postur tubuhnya yang tinggi tegap tapi tidak kekar dan mungkin tidak ada roti sobek-sobeknya, nyatanya malah membuat Mahira tak bisa berhenti memikirkan Wira. Apalagi perkataan Wira sebelum Mahira pulang tadi yang mungkin akan membuatnya tidak akan bisa tidur malam ini.
FLASHBACK ON
"Mahira, maaf bukan maksudku berbohong kalau kak Rahma adalah kakakku. Dan SD Al Ilmu adalah sekolah milik keluargaku. Aku harap apa yang aku kemukakan tadi bisa mengubah padanganmu tentang poligami. Sejak aku melihatmu pertama kali, aku sudah menaruh hati padamu. Tapi pertemuan-pertemuan kita di masjid itu memang kebetulan. Aku tidak pernah mengaturnya. Tapi mungkin Allah yang mengatur. Aku selalu berdoa memintamu dalam doaku. Dan semoga saja suatu saat nanti aku bisa menjadi pendampingmu." ucap Wira saat mengantar Mahira, berjalan menuju ke mobilnya yang parkir di bawah pohon rindang.
"Bang Wira kenapa begitu yakin sama aku? padahal mungkin masih banyak perempuan yang lebih baik dariku."
"Tapi hati tak bisa dipaksa. Dan cinta juga datang dengan sendirinya. Aku suka melihatmu mengajar anak-anak. Aku suka sikapmu yang begitu ceria dan apa adanya. Ah entahlah. Maaf bukan maksudku menggombal. Tapi ini adalah usahaku untuk mendapatkan hatimu. Boleh kan?"
"Hahaha.. abang ini lucu sekali. Ternyata selama ini diam-diam memperhatikanku ya?"
"Hahaha... Enggak juga lah. Aku harus menjaga pandanganku. Ketika ada getar aneh saat melihatmu, aku langsung bilang sama Allah. Kalau kamu adalah yang terbaik buat aku, semoga Allah mendekatkan. Dan sebaliknya jika tidak, semoga Allah menjauhkan agar perasaanku tidak bertambah dalam."
"Sebegitu sederhanakah mencintai seseorang, Bang?"
"Tentu saja. Aku bukan tipe orang yang bisa mengumbar rasa cinta dengan rayuan-rayuan maut. Ketika aku yakin dengan hatiku, maka aku cukup menengadahkan tanganku dan memohon pada yang berhak membolak balikkan hati."
"Berarti itu pasrah tanpa ikhtiar donk."
"Siapa bilang? nyatanya Allah mempertemukan kita di masjid. Dan saat itu Allah kasih jalan buat aku untuk bisa membantumu kan? kamu tahu siapa yang menggerakkan semua itu?Allah Mahira. Usaha seorang laki-laki sholih saat menginginkan seorang wanita bukan memberinya puisi cinta dan bunga setiap hari. Tapi bagaimana ia bisa menjaga kehormatan seorang wanita yang diinginkannya."
"Abang begitu dewasa."
"Hanya kamu yang bilang seperti itu. Hahaha.. Tidak semua laki-laki sholih itu senang tebar pesona dengan ilmunya, Hira. Kalaupun ada, itu adalah oknum. Dan tidak bisa di ambil generalisasi bahwa semua laki-laki sholih akan seperti itu. Itu artinya dia belum bisa melakukan sesuatu ikhlas karena Allah."
"Terimakasih atas wawasannya, Bang. Aku pulang dulu ya." Mahira mendadak bersikap malu-malu di depan Wira. Bahkan dia tak berani menatap lelaki itu lama-lama. Wira yang menyadari perubahan sikap Mahira hanya bisa menahan senyumnya. Ingin ia tertawa terbahak melihat sikap Mahira yang terlihat lucu.
"Hati-hati ya. Semoga aku bisa mendapat jawaban secepatnya. Aku takut dosa jika memikirkan wanita yang belum halal terlalu lama, Hira. Lebih baik aku ditolak dari pada digantung. Hehehe. Kamu shalat istikharah saja."
"Iya bang, aku pulang ya." Mahira masuk ke dalam mobil dan Wira terlebih dahulu menutup pintu mobil sebelum ia menutupnya. Akhirnya ia hanya melambaikan tangan dari dalam mobil pada Wira.
FLASHBACK OFF
"Ya Allah tolong hilangkan bayangan bang Wira. Hamba tidak bisa tidur." Mahira berteriak di dalam selimut yang menutup seluruh tubuhnya.
Tok tik tok tik tok.. jarum jam wekker terus berdetak hingga waktu menunjukkan sudah tengah malam. Tapi gadis bermata sipit itu tak juga bisa memejamkan matanya.
Mahira ingat pesan Wira sebelum dia pulang. Wira menyuruhnya shalat istikharah. Mungkin dia akan melakukannya mulai hari ini. Setidaknya jika dia yakin dengan Wira, dia akan bisa menghindari pilihan Abinya untuk menjodohkan dia dengan Aydin. Toh nyatanya dia bisa memilih sendiri pendamping hidup tanpa dipilihkan oleh Abinya.
Gadis berkulit putih itu menunaikan shalat istikharah. Ia berdoa dan mengadukan kegelisahan hatinya pada sang khalik. Sampai tak terasa airmata mengalir. Dia memang berharap pada Edo. Tapi lama-kelaman entah kenapa Allah seperti mengatur agar keduanya berjauhan. Dan justru Mahira semakin didekatkan dengan sosok Wira. Inikah rencana Allah?
Mahira akhirnya terlelap tidur setelah ia juga menunaikan shalat tahajud. Karena khawatir dia tidak akan bisa bangun di sepertiga malam terakhir nanti.
Sayup sayup azan subuh membangunkan Mahira dari tidurnya. Terbiasa bangun pagi membuat Mahira tetap bisa bangun pagi meski ia tidur larut malam.
"Apa iya jawabannya secepat ini? Padahal aku baru mengerjakan shalat istikharah satu kali ini." Mahira bermonolog saat duduk dan belum beranjak dari tempat tidurnya. Ia sudah mendapatkan jawaban atas keresahan hatinya lewat mimpi yang ia yakini datangnya dari Allah.
Mahira segera beranjak. Dan saat sarapan nanti, dia akan bilang pada Uminya tentang hal ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABI
SpiritualFOLLOW DULU YA. BIAR BISA BACA SELURUHNYA. Memiliki seorang ayah yang taat agama, sholeh dan mampu menjadi imam yang baik bagi keluarganya tidak membuat seorang Ghaziya Mahira Kazhima berbangga hati. Justru dia sangat membenci sang ayah yang ia pang...