PINDAH KE RUMAH BARU

8K 548 32
                                    

Honeymoon sudah berlalu namun pasangan pengantin ini selalu merasa setiap hari bagaikan bulan madu. Apalagi Aydin tiada hari tanpa meminta jatah pada istrinya. Kata Aydin, ini adalah usahanya untuk cepat mendapat momongan. Hari ini, satu minggu setelah mereka pulang dari berbulan madu, Aydin mengajak Mahira untuk menginap di rumah orantuanya. Karena esok hari, rencananya, Aydin akan memboyong Mahira ke istananya sendiri.

"Kalian ini lho sudah dua minggu menikah baru mengunjungi Abi dan Umi. Tega sekali kamu, Din." Gerutu Hamidah saat anak dan menantunya makan siang di meja makan bersamanya dan Fajar.

"Sudahlah Umi, mereka kan pengantin baru. Biar saja mereka berbulan madu. Barangkali sebentar lagi kita akan punya cucu." ucap Fajar menengahi.

"Maaf ya Umi, kami baru bisa pulang ke sini sekarang. Kami janji setelah kami pindah rumah, kami akan mengunjungi Abi dan Umi lebih sering lagi," ucap Mahira yang merasa tidak enak hati karena telah lalai menjaga perasaan mertuanya.

"Tidak apa-apa, Hira. Umi hanya bercanda koq. Tidak usah sedih begitu ah." Hamidah menuangkan nasi ke piring Mahira. Tapi di tolak Mahira.

"Biar Mahira ambil sendiri, Mi." Mahira mengambil alih centong nasi dan menuangkan nasi ke piringnya dan piring Aydin.

"Abi, Umi besok insyaAllah kami akan pindah ke rumah baru. Barang-barang Mahira sudah dipindahkan ke sana. Ini nanti tinggal barang-barang Aydin yang akan dipindahkan ke sana," ucap Aydin dengan hati-hati. Karena sejak awal Hamidah ingin anak bungsu dan menantunya ini tinggal bersama dengannya. Tapi berbeda dengan pikiran Aydin yang memang ingin mandiri setelah menikah. Mungkin seminggu dua minggu masihh nyaman tinggal bersama satu atap dengan orangtua atau mertua. Tapi lama-lama pasti akan ada masalah juga. Dan Aydin menjaga kemungkinan buruk seperti itu. Sebelum terjadi yang seperti itu, lebih baik dia dan Mahira memisahkan diri dari orangtua.

"Kenapa secepat ini kalian mau pindah? lusa aja ya. Kalian kan baru tidur di sini semalam. Mahira merasakan masakan umi juga baru sehari. Anak mantu Umi ini harus merasakan masakan pindang serani bikinan umi dulu." ucap Hamidah bangga. Sikap hangat Hamidah membuat Mahira seperti tinggal di rumah orangtuanya sendiri. Dia sungguh beruntung memiliki mertua yang baik seperti Hamidah dan Fajar.

"Pindang serani itu seperti apa, Mi?" Mahira belum pernah mendengar sebelumnya.

"Itu kayak sop ikan dengan perpaduan rasa pedas, asem, manis. Ikannya juga harus segara. Ini makanan khas Jepara. Karena dulu asisten rumah tangga kami ada yang berasal dari Jepara. Kalau masak pindang serani, mantep banget. Lalu Umi belajar dari beliau. Orangnya sudah meninggal sekarang. Jadi sekarang Umi sudah bisa masak sendiri setelah tahu resepnya. Dan ini menu yang paling disukai Aydin, Rahma sama Abi. Hanya suaminya Rahma saja yang tidak suka. Karena dia tidak suka pedas." Hamidah menjelaskan panjang lebar.

"Mahira suka pedas, Mi. Kemarin pas di Bali Mahira sama Bang Aydin makannya sambal terus. Seneng banget di Bali masakannya pedes-pedes."

"Wah kita sama donk penyuka makanan pedas." Hamidah memang sosok ibu yang bisa menjadi sahabat bagi anak-anaknya. Meski umurnya sudah separuh abad, tapi masih terlihat jiwa mudanya

"Tidak apa-apa, Din. Lebih baik memang kalian tinggal di rumah sendiri. Abi selalu dukung apapun yang menjadi pilihanmu. Kamu sekarang sudah menjadi imam bagi keluargamu. Abi yakin kamu sudah memikirkan masa depan kalian sendiri." Fajar yang bijak memberi nasehat pada Aydin. Sebagai orangtua, mereka tidak mau mengekang anak-anak mereka. Kalau memang ingin mandiri, dia tidak akn menghalanginya. Meski nantinya mereka juga akan kesepian karena harus ditinggalkan anak-anaknya.

"Terimakasih atas pengertiannya, Bi."

**
Aydin dan Mahira sepakat pindah ke rumah baru mereka, mundur satu hari dari rencana awal mereka. Bukan keinginan Aydin. Tapi Mahira yang sudah menyayangi kedua orangtua Aydin. Terutama Hamidah. Apalagi kalau mereka bercerita waktu pertemuan mereka di rumah sakit dulu, Hamidah dan Mahira tertawa bersama kalau mengingat kejadian itu. Ternyata Aydin dan Wira adalah orang yang sama.

(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang