Setelah semua urusan skripsi beres dan menunggu wisuda, Mahira lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dan rumah singgah. Jika sudah bosan di rumah, dia akan pergi ke rumah singgah untuk berbagi dengan anak-anak di sana. Berbagi tidak hanya dengan harta. Tapi ilmu juga bisa. Seperti siang ini dia pergi ke sana lebih awal. Mahira tadi pagi sengaja membuat kue donat banyak dan memang rencananya dia akan membagi-bagikan pada anak-anak di sana. Ada tiga buah donat ukuran lebih besar yang sengaja dia pisahkan di taruh dalam wadah yang berbeda. Dia ingin memberikan pada seseorang.
"Kak Mahira datang...." teriak anak-anak di sana saat Mahira memarkirkan motornya. Melihat Mahira membawa tas besar dan kelihatan kerepotan, anak-anak itu menghampiri dan membantu Mahira.
"Terimakasih Agil. Ini ada donat banyak untuk kalian."
"Asiiiikkkkk.... " Anak-anak itu bersorak kegirangan. Maklum kue donat empuk dengan toping coklat dan keju hanya bisa mereka nikmati jika Mahira yang memberikan pada mereka. Betapa bahagianya dia melihat anak-anak itu tampak bahagia walau hanya dengan memakan kue donat. Bahagia itu sederhana bukan?
Mahira membawa wadah tertutup berbentuk kotak yang berisi tiga buah donat. Gadis itu mencari-cari di setiap sudut kampung itu tapi yang dicarinya tak juga ketemu.
"Cari siapa Hir?"
"Eh... abang ngagetin aja."
"Maaf."
"Ini bang aku bawakan donat buat abang."
"Terimakasih. Aku ke basecamp dulu ya." Edo mengambil donat yang diberikan Mahira. Lalu meninggalkan Mahira.
"Iya." Entah kenapa Mahira merasa kecewa karena Edo meninggalkan dia begitu saja. Tapi dia buru-buru kembali ke tempat anak-anak tadi yang sibuk dengan donatnya.
"Kak Hira, donatnya enak. Sering-sering bikinin buat kita ya, Kak," ucap salah seorang anak di sana.
"Iya InsyaAllah." Mahira tersenyum melihat anak-anak itu belepotan dengan coklat dimulutnya.
"Kak Mahira pinter masak. Cocok deh sama bang Edo. Kak Mahira cantik, bang Edo ganteng."
"Husss... jangan keras-keras. Kedengeran bang Edo nanti di marahin lho."
"Kenapa sih Kak Mahira ga jadian aja sama bang Edo. Biar bang Edo ga uring-uringan terus. Kali aja kalau dia punya pacar bakalan ga uring-uringan lagi."
Mahira hanya tersenyum mendengar ocehan anak-anak itu. Dia tak mau menanggapi. Mereka masih anak-anak dan Mahira memaklumi. Tapi ada satu hal yang membuat Mahira penasaran.
"Eh emang Bang Edo suka uring-urinngan?"
"Kalau marah-marah sih sering. Tapi beberapa hari ini Bang edo kayak kesel sama diri sendiri. Kadang tiba-tiba nendang kaleng lah. Kesenggol dikit langsung marah. Tahu tuh kenapa?"
"Memang beberapa hari ini bang Edo kenapa?"
"Ga tahu Kak. Seingatku setelah Bang Wira nganter Kak Mahira pas motornya bocor itu lho. Waktu Bang Wira ngambil sepeda, ketemu sama Bang Edo. Terus mereka ngobrol sebentar. Habis itu ga tahu deh. Besoknya bang Edo jadi uring-uring an."
"Mungkin lagi ada masalah kali."
"Mungkin juga kak."
"Emang Bang Wira itu siapa sih?"
"Dia yang ngajar kita ngaji kak. Orangnya baik banget."
"Ngaji??"
"Iya kak." Mahira bertambah penasaran tentang sosok Wira. Dia ingin tahu sebenarnya Wira itu preman atau bukan. Tapi tidak penting juga dia tahu siapa Wira. Yang lebih ia ingin tahu adalah kenapa Edo sampai uring-uringan setelah dia diantar Wira waktu itu.
"Kak Mahira kenapa senyum-senyum? mikirin bang Edo ya?"
"Ah kamu ini bisa aja. Anak kecil ga boleh mikirin pacar-pacaran."
"Tapi kayaknya Bang Edo suka sama Kakak deh. Soalnya aku pernah denger dia waktu tidur...."
"Denger apa.. denger apa?" tiba-tiba saja Mahira antusias ingin mendengar kelanjutan cerita Agil.
"Nah ketahuan kan, kak Mahira kepo."
"Tanya sendiri sama bang Edo. Tuh oragnya dateng."
"Ngomongin apa lo Gil?"
"Ah enggak bang.. Yuk temen-temen kita masuk ke rumah singgah. Biar Bang Edo dan Kak Mahira pedekate." Agil tertawa meledek. Edo mengambil kerikil kerikil kecil dan melemparnya ke arah Agil. Membuat anak itu mengaduh sakit.
"Udah habis donatnya?"
"Sudah."
"Enak ga?"
"Enak."
"Abang sariawan? tumben ngomongnya pendek-pendek?"
"Enggak."
"Ya udah deh.. Aku masuk dulu. Anak-anak udah pada nunggu." Mahira beranjak akan meninggalkan Edo.
"Tunggu Hir.."
"Ya ada apa, bang?"
"Apa lo suka sama bang Wira?" Pertanyaan Edo membuat Mahira terhenyak. Dia membalikkan badan menghadap Edo yang tidak melihatnya.
"Memang kenapa? gue sama bang Wira baru saja kenal. Kenapa lo tanya kayak gitu?"
"Gapapa gue pengen tahu aja."
"Oh.. gue baru kenal dia. Kalau melihat sikapnya, dia baik dan sopan. Kayak bukan preman. Emang dia preman apa bukan sih bang?"
" Dia temen gue. Tapi bukan preman."
"Oh.. Pantesan anak-anak bilang dia ngajar ngaji di sini. Tapi emang suaranya bagus banget waktu baca Al-Qur'an."
"Koq lo bisa tahu?"
"Waktu dia nganterin nyari tukang tambal ban kan gue shalat maghrib sama dia. Dia ngimamin gue waktu itu. Jadi gue tahu kalau suara dia bagus."
"Oh... tapi lo suka kan sama dia?"
"Apa-apaan sih lo bang. Sok tahu banget perasaan gue."
"Perempuan tentu lebih suka cowok alim dan baik-baik kayak Bang Wira ketimbang gue yang ga jelas ini. Siapa sih yang ga suka sama Bang Wira."
"Gue ga suka. Itu kalo lo mau denger dari gue. Asal lo tahu, gue ga suka sama cowok yang kelihatan alim."
"Jangan bohong Hira."
"Aku ga bohong. Karena aku lebih suka cowok yang apa adanya. Orang yang urakan tapi hatinya baik, buat gue lebih baik dari pada orang yang alim tapi pada akhirnya hanya memberi harapan palsu pada banyak wanita."
"Kalau ada orang urakan yang suka sama lo. Dan ga akan nyakitin lo, lo mau sama dia?"
"Tergantung.. orangnya ganteng apa enggak. Hahaha.. Udah ah bang.. ngomongin kayak gini ga ada habisnya. Gue lagi ga pengen ngomongin cowok."
"Gue beneran serius nanya ke elo."
"Iya gue juga serius ngasih jawaban ke elo bang. Lo kesambet apaan sih tiba-tiba baper kayak gini."
"Hir..."
"Ya.. Ada apa lagi?"
"Gue..."
"Ah udah ah bang... Gue masuk dulu. Dengerin lo yang ga jelas nyitawaktu gue nih."
"Tunggu Hir." Hira tak menghiraukan ucapan Edo yanv menurutnya hanya membuang waktunya.
"Gue suka sama lo." ucapan Edo membuat Mahira menghentikan langkahnya. Apa yang baru saja ia dengar itu hanya halusinasi? Mahira menoleh ke arah Edo yang menatapnya dengan tajam.
"Lo becanda kan bang? becandaan lo ga lucu." Edo berjalan mendekati Mahira.
"Gue serius Hira."
"Buahahaha... Lo lucu bang. Udah ah gue ga percaya sama omongan lo." Mahira masuk ke dalam rumah singgah meninggalkan Edo seorang diri. Kalau saja yang dikatakan Edo itu benar, betapa senangnya dia.
*******
Bang Edo atau Ustadz Wira.?Yuk komen dan vote.
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABI
SpiritualFOLLOW DULU YA. BIAR BISA BACA SELURUHNYA. Memiliki seorang ayah yang taat agama, sholeh dan mampu menjadi imam yang baik bagi keluarganya tidak membuat seorang Ghaziya Mahira Kazhima berbangga hati. Justru dia sangat membenci sang ayah yang ia pang...