Matahari cukup terik hari ini. Gadis berhijab itu membawa tas, berpindah dari sekolah yang satu ke sekolah lain. Mahira melamar pekerjaan di beberapa sekolah dasar. Sekolah berlatar belakang agama islam yang dipilihnya. Sejak pagi Wahyu sudah berniat untuk membantunya mencari pekerjaan. Sebenarnya tak sulit bagi Wahyu yang punya banyak relasi mencarikan tempat untuk Mahira bisa mengajar. Tapi Mahira tidak mau. Dia ingin berusaha sendiri terlebih dahulu. Dia ingin tahu bagaimana susahnya mencari pekerjaan, agar kelak jika ia mendapatkan, dia akan lebih menghargai pekerjaan itu.
Sembari menunggu wisuda, dia ingin mencoba peruntungan menjadi guru terlebih dahulu. Sudah dari pagi ia mencari sekolahan yang mau memberinya kesempatan. Tapi tak ada satupun yang menerimanya. Akhirnya saat bayang matahari tepat berada dibawahnya, dan menandakan telah masuknya waktu dzuhur, dia mampir di masjid untuk shalat. Berdoa agar setelah ini Allah akan memberinya kemudahan.
Sempat melihat mobil sedan mewah yang terparkir di halaman masjid, namun dia abaikan. Dia memarkir motornya. Selesai mengambil wudhu, dia melihat jamaah shalat dzuhur sudah di mulai. Dia jadi maklum masbuk kali ini. Terdengar suara sang Imam saat mengucap takbir, Mahira seperti tak asing dengan suara itu. Tapi dia abaikan. Dia bergabung dengan jamaah perempuan. Dia menambahkan sendiri jumlah rakaatnya yang ternyata tertinggal dua rakaat.
"Assalamualaikum warahmatullah."
"Astaghfirullahaladzim." Mahira mengusap mukanya dengan kedua telapak tangan. Berdzikir dan berdoa. Dia nengadukan segala kesusahannya hari ini pada yang kuasa.
Sayup-sayup Mahira mendengar seseorang yang membaca Al-Qur'an. Lagi-lagi dia merasa tak asing dengan suara itu. Setelah selesai berdoa, Mahira segera melepas mukena, melipatnya dan menaruh kembali ke dalam tasnya. Kebetulan ia membawa mukena parasut yang bisa dilipat kecil.
Mahira kembali ke depan masjid untuk memakai kaoskaki sepatunya. Terik sekali.. Dia tadi lupa tidak membawa botol minum. Segera ia bangkit, melepas kembali sepatunya. Berniat hendak mengambil air mineral cup yang memang disediakan di masjid untuk para jamaah yang menginginkannya. Kebetulan letak air minum itu ada di samping pintu masuk tempat shalat.
"Mahira..." Celetuk seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di depannya. Mahira mendongak. Betapa terkejutnya dia saat melihat laki-laki yang sempat membuatnya penasaraan beberapa waktu yang lalu.
"Bang Wira." Mahira melihat Wira yang sungguh sangat berbeda. Kemeja lengan panjang berwarna navy, dan celana bahan berwarna hitam, melekat sempurna di tubuhnya. Tak lupa jam tangan yang melingkar di tangannya terlihat seperti eksekutif muda. Jangan lupakan juga sisa-sisa air wudhu yang ada di wajahnya, rambutnya yang setengah basah membuat Mahira terpesona untuk sesaat. 'Astaghfirullah.' Mahira menunduk.
"Ngapain kamu di sini?"
"Nah bang Wira ngapain di sini?" Mahira duduk sambil membawa air mineral gelas yang ia coblos dengan sedotan, lalu meneguknya. Tanpa menawari Aydin.
"Haus banget ya Neng?" Aydin tersenyum melihat Mahira meminum air itu tandas dalam waktu singkat.
"Iya bang, Panas banget."
"Panas dunia tak ada apa-apanya dengan panasnya api neraka, Hira." Aydin ikut duduk berjarak satu meter dari Mahira. Diapun juga mengambil air minum lalu meneguknya.
"Iya Bang, Aku tahu. Ngomong-ngomong Bang Wira ngapain di sini?"
"Menurutmu kalau di masjid itu ngapain Hira?" Aydin tersenyum tanpa melihat wanita pujaannya.
"Iya juga ya. Pertanyaan yang bodoh. Maksudnya Bang Wira koq sampai sini? ini kan lumayan jauh dari rumah singgah?"
"Memangnya rumahku dekat rumah singgah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABI
SpiritualFOLLOW DULU YA. BIAR BISA BACA SELURUHNYA. Memiliki seorang ayah yang taat agama, sholeh dan mampu menjadi imam yang baik bagi keluarganya tidak membuat seorang Ghaziya Mahira Kazhima berbangga hati. Justru dia sangat membenci sang ayah yang ia pang...