Mahira melongo saat melihat Aydin berada di depannya. Tak lama kemudian ada Rahma yang menepuk bahu Aydin sekilas lalu tersenyum pada Aydin dan Wira.
"Acara mau dimulai. Ayo kita duduk di sana."Ajak Rahma. Kehadirannya malah menimbulkan pertanyyan besar di kepala Mahira. Dia mulai berfikir dan berfikir menggabungkan beberapa potongan puzzle dari kejadian yang dia alami beberapa hari belakangan ini. Apakah??
"Mahira ayo.." Kali ini gantian Aydin yang mengajak Mahira bergabung dengan anggota keluarga yang lain.
"Tante Hamidah?" Mahira yang sudah berkenalan dengan Hamidah di Rumah sakit itu tentu bertambah terkejut saat melihat wanita paruh baya itu duduk bersama dengan keluarga dan anak yatim.
"Eh Mahira, sudah datang?" Hamidah berdiri lalu memeluk Mahira mencium pipi kanan dan kirinya. Kali ini Mahira mirip seperti alis yang datang ke bumi dan tersesat, kebingungan tak tahu arah.
"Koq???" Kalau bisa digambarkan dengan gambar kartun, mungkin di atas kepala Mahira saat ini ada gambar tanda tanya yang cukup besar karena semua ini menjadi penuh tanya.
"Ayo sini duduk bersama kami. Tante kenalkan dengan keluarga kami."
"Keluarga kami??" Kali ini bukan hanya tanda tanya yang tergambar. Tapi burung-burung juga ikut terbang di atas kepala Mahira. Pening rasanya. Ingin menduga tapi takut salah. Kalau dugaannya benar bisa-bisa dia akan pingsan di tempat.
Hamidah mengenalkan Mahira pada keluarganya. Hanya satu yang tidak ada suaminya. Karena sekarang ini Fajar tidak mau bertemu dengan Mahira dulu. Itu kesepakatan antara Fajar dan Wahyu.
Pengajian ini memang rutin diadakan satu bulan sekali. Yaitu untuk bersilaturrahim antar keluarga agar takut silaturrahim tidak terputus meski mereka semua sama-sama sibuk. Dan kebetulan bulan ini keluarga Fajar yang mendapatkan giliran tempat.
Mahira tentu merasa canggung di tengah keluarga yang sebagian besar seperti kalangan terhormat. Mahira jadi ingat kalau Rahma pernah bilang kalau ayahnya adalah seorang ustadz. Banyak orang-orang sholih di sini. Sama ketika dia berada di keluarga Abinya. Jika di sini dia diterima dengan baik, berbeda halnya ketika Mahira dan Hanum hadir di acara keluarga abinya. Mereka berdua seolah tersingkirkan.
Acara itu di awali dengan berdoa, lalu dilanjutkan tausyiah. Seorang ustadz itu menjelaskan Qur'an Surat Ibrahim ayat tujuh lainsyakartum laaziidannakum walainkarfartum inna ‘adzaabii lasyadid” “jika kalian bersyukur pasti akan Aku tambah ni’mat-Ku padamu tetapi jika kalian kufur sesungguhnya adzab-Ku amat pedih”. (QS 14:7)
Mahira mendengarkan dengan seksama. Begitu banyak nikmat yang Allah kasih tapi kadang dia lupa untuk bersyukur. Punya keluarga, punya pekerjaan, sehat adalah beberapa nikmat yang Allah beri. Tapi ada satu yang mungkin masih ditunda oleh Allah. Yaitu pasangan hidup. Jangan salahkan takdir. Karena Mahira sendiri yang tidak mau membuka diri.
Apakah selamanya dia akan sendiri? Mahira ngeri sendiri jika mengingat hal itu. Orangtuanya sudah banyak memberi dukungan padanya. Sampai Abinya sudah beberapa kali mencarikan jodoh untuknya. Tapi satupun tidak pernah dia terima. Bahkan dia sering bersangka buruk pada Abinya. Apakah ini adalah mengingkari nikmat Allah?
Mahira sampai menangis saat berdoa. Mungkin sudah saatnya ia harus berusaha menyembuhkan traumanya. Dia memiliki pilihan sendiri. Tapi ternyata pilihannya salah.
"Mahira kenapa menangis?" Hamidah yang berada di sampingnya, melihat gadis itu meneteskan airmata saat berdoa. Mungkin ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Ah tidak apa-apa tante." Mahira mengusap airmatanya.
"Ayo kita makan. Tante ambilin makan buat kamu ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABI
SpiritualFOLLOW DULU YA. BIAR BISA BACA SELURUHNYA. Memiliki seorang ayah yang taat agama, sholeh dan mampu menjadi imam yang baik bagi keluarganya tidak membuat seorang Ghaziya Mahira Kazhima berbangga hati. Justru dia sangat membenci sang ayah yang ia pang...