28.ABI MENOLAK

7.5K 573 9
                                    

Memilih pasangan tidak bisa terburu-buru. Paling tidak kita harus tahu bagaimana bibit, bebet, bobotnya. Nasehat orang tua itu ada benarnya. Bagaimana agamanya, sifatnya. Lalu bagaimana caranya agar kita tahu dia adalah orang yang tepat? haruskah mengenalnya lewat pacaran? tentu tidak. Islam memberi solusi yaitu dengan berta'ruf. Kita bisa mengenal orang yang dijodohkan kita dari orang terdekatnya. Di sinilah pentingnya. Orang terdekat tidak boleh berbohong.

Mahira sejatinya tak mau dipilihkan jodoh oleh abinya. Dari pada ia di desak untuk segera menikah terus, akhirnya dia mencari sendiri orang yang tepat untuknya dan tepat juga untuk orangtuanya. Meski dia membenci Abinya yang poligami, bukan berarti dia ingin jadi anak yang durhaka. Dia tetap ingin mencari yang memang memenuhi kriterianya dan kriteria abinya.

Edo memang cinta pertamanya. Tapi dia juga masih bisa berfikir logis. Edo yang minim agama tak akan mungkin mendapat restu dari abinya. Dan beberapa minggu belakangan ini dia mengenal sosok yang sejak awal memang membuatnya penasaran. Dan kemarin dia sudah mendapat kepastian dari Wira kalau lelaki itu menaruh hati pada Mahira. Bahkan ada niat Wira untuk menemui abinya. Tapi Mahira melarangnya. Dia ingin meyakinkan dirinya dulu kalau Wira adalah yang terbaik untuknya dan abinya juga setuju.

"Mahira, kemarilah. Ayo kita sarapan." Aida memanggil Mahira saat gadis itu terlihat olehnya. Aida dan Hanum sedang menyiapkan sarapan berdua. Sedangkan Wahyu entah kemana.

"Iya Umi. Emm Umi maaf Abi kemana ya?" tanya Mahira sambil duduk berhadapan dengan Uminya di meja makan."

"Oh Abi.. Lagi jogging sebentar katanya. Memang ada apa, Nak?"

"Mahira ingin bicara dengan Abi, Mi."

"Ya sudah kamu makan saja dulu sambil nunggu Abi pulang. Nanti kamu malah telat ngajarnya."

"Iya Umi." Hanum mengambilkan nasi untuk Mahira. Sedangkan aida menuangkan teh hangat untuknya. Kadang Mahira merasa beruntung mempunyai dua orang ibu yang sangat baik. Mereka berdua sangat menyayanginya. Bahkan sampai dia bekerja seperti sekarang, kedua Uminya ini masih memperlakukan dia seperti anak kecil. Maklum karena Mahira memang anak bungsu. Dan satu-satunya anak yang tinggal bersama mereka.

"Assalamualaikum." terdengar ucapan salam dari arah pintu rumahnya.

"Waalaikumsalam. Eh Abi sudah pulang."

"Wah sepertinya enak sekali nih."

"Nasi goreng, Bi. Ayo kita makan bersama."

"Iya ya.. Umi nunggu abi?"

"Iya biar kami menunggu abi pulang. Mahira Umi suruh makan dulu biar dia tidak terlambat sampai di sekolah."

"Ah iya, sekarang Mahira sudah punya pekerjaan. Dan sebentar lagi semoga akan ada pernikahan. Bagaimana Mahira?" Wahyu segera makan. Karena tadi sebelum masuk, dia sudah mencuci tangan dan kakinya di luar.

"Ini yang mau Mahira bicarakan Abi."

"Kalau bahas masalah serius ini, sebaiknya pas selesai makan malam saja. Kalau jam segini takut Mahira telat ke sekolahnya." Hanum mengingatkan pada Mahira. Dan setelah Mahira berfikir memang benar yang dikatakan oleh Uminya

"Baiklah Umi. Nanti malam saja Mahira bicara sama Abi." Mahira segera menghabiskan sarapannya. Lalu meneguk segelas air putih hingga tandas. Dilanjut menyeruput teh hangatnya.

Mahira memutari meja makan untuk bersalaman dengan abi dan kedua Uminya.

***
Ini adalah hari kedua Mahira mengajar. Murid-muridnya mulai bisa menerima kehadirannya sebagai guru kelas pengganti guru yang cuti melahirkan. Wajah ceria anak-anak ini setidaknya bisa membuat Mahira melupakan Wira. Ya sejak semalam, Mahira jadi sering memikirkan lelaki itu.

(TAMAT) CALON IMAM PILIHAN ABITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang