Selamat membaca :)
"Mungkin sekarang aku tau bagaimana rasanya sakit tak berdarah itu."
-Renald Novalio-Lagi-lagi waktu berlalu begitu cepatnya. Sekarang sudah dua minggu Vinka menjalani privat dengan Renald, begitupun Nando melaksanakan latihan basketnya.
Karena jadwal privat Vinka dalam seminggu hanya tiga kali, hal itu yang bisa membuatnya menemani sang kekasih latihan. Dan juga Renald bisa kembali bergabung dengan tim nya.
Ya, Renald juga tergabung dalam tim basket sekolah, namun ia menjadi pemain cadangan. Karena ke lima pemain inti merupakan siswa kelas 12.
Seperti sekarang, Vinka duduk di tribun lapangan indoor sekolahannya. Dari sini ia dapat melihat Nando. Lelaki yang berstatus sebagai pacarnya itu.
Tak lama setelah itu, ada pergantian pemain. Nando lah yang mundur lalu digantikan oleh juniornya.
Saat melihat tribun tak sengaja tatapan matanya bertabrakan dengan sang gadis. Lalu ia tersenyum, dan melangkah menuju dimana gadis itu berada.
"Uda lama??" Tanya Nando saat sudah berada di sebelah Vinka.
"Baru kok," Vinka tersenyum menghadap lelaki di sebelahnya itu. "Jangan jangan kamu minta pergantian pemain gara-gara tau aku disini?!"
Bukannya menjawab, tetapi Nando merebahkan tubuhnya di jajaran kursi tribun dengan menggunakan paha Vinka sebagai bantalnya.
"Sebentar aja sa," Setelah mengatakan itu Nando menutup matanya. Ia ingin merilekskan tubuh, sekaligus berusaha kembali menormalkan pernafasan nya.
Karena sudah sejak beberapa menit lalu, nyeri didada nya itu kembali terasa. Menyiksa memang. Tapi ia harus menerimanya dengan ikhlas. Toh ini bukan pertama kalinya ia merasakan hal ini.
Vinka yang melihat cowok yang ia sayangi itu seperti kelelahan, akhirnya ia membiarkan Nando merehatkan tubuhnya sejenak.
Ia menyandarkan punggung di sandaran kursi.
"Kamu tau, aku sekarang udah agak paham kimia loh," karena Vinka tak tau harus apa, akahirnya ia mengeluarkan kata kata yang menjurus ke curhatan itu.
"Oh ya?? Bagus dong." Tanpa membuka matanya Nando merespon ucapan nya.
Vinka tertawa pelan, "iya, tapi aneh ngga sih aku anak ipa eh tapi engga paham kimia."
"Engga aneh. Karena setiap manusia mempunyai keahlian sendiri sendiri."
"Bener juga sih. Kadang aku heran, kenapa ada orang yang sebenernya dia pinter, eh lebih ke cerdas sih, tapi dia engga kelihatan ngoyo gitu tapi dia selu dapet nilai bagus. Ya salah satunya kayak kamu." Vinka menatap wajah Nando yang matanya masih terpejam itu.
"Berarti pinternya itu uda melekat diotak. Lagian Tuhan juga udah menakdirkan aku punya otak kayak gini," jawab Nando meskipun dengan suara pelan. Tapi ia yakin bahwa Vinka bisa mendengarnya.
"Tapi kan banyak juga spesies orang yang awalnya b aja tapi dia ngoyo belajar dan akhirnya bisa malah kadang bisa ngalahin si cerdas. Anehnya kadang si cerdas engga merasa tersaingi,"
"Ya bagus dong, berarti orang itu istiqomah berjuang. Terkadang perjuangan keras itu bisa menghasilkan hasil yang lebih baik dari yang lainnya," karena merasa pernafasannya sudah kembali normal Nando membuka matanya namun masih dengan posisi yang sama. "Kalo kamu masuk kategori yang mana??"
"Ehh?" Mendapat pertanyaan itu Vinka bingung harus menjawabnya seperti apa. Pasalnya ia merasa dirinya bukan termasuk spesies seperti Nando ataupun spesies yang istiqomah dalam berjuang. Karena ia rasa dirinya pintar tanpa ia sadari. Aneh ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
REVINA (On Going)
Teen Fiction"Mencintai tak selamanya berakhir saling memiliki" -Renald- "Mencintai itu tak seindah kelihatannya. Realitanya, mencintai hanyalah luka yang tumbuh dengan seiring tumbuhnya perasaan itu" -Vinka- "Mencintai adalah hal indah namun aku tidak bisa berl...