Selamat membaca :)
"Bukan kita yang menentukan alur kehidupan. Namun, Tuhan lah yang mengatur semua alur kehidupan manusia melalui perantara yang disebut dengan takdir." -Bayha Nando-
∆∆∆
"Oke, saya menerima pertunangan ini."
Sam tersenyum puas setelah mendengar apa yang keluar dari mulut anak bungsunya itu.
"Baiklah. Karena kamu sudah memutuskan maka, jam 7 malam ini kita akan mengadakan makan malam dengan keluarga Widyatama." Lagi-lagi Sam tersenyum puas. Tak ada lagi tatapan tajam seperti beberapa menit lalu.
"Pa apa harus secepat ini?" Potong Alvin karena menurutnya keputusan yang papa nya ambil terlalu terburu-buru baginya dan juga bagi Nando.
Sam mengangguk, "tidak ada lagi yang perlu ditunda Alvin, lebih cepat menyelenggarakan pertunangan ini lebih baik." Mendengar itu Nando hanya bisa terdiam tanpa membalas sedikitpun ucapan yang papanya lontarkan. Karena untuk urusan ini iya hanya perlu pasrah akan keadaan.
"Bukan kah begitu Nando??" Tanya Sam dengan menatap anak bungsunya itu.
Nando hanya bisa mengangguk pelan.
"Pa, kalau begitu biarkan anak kita siap-siap dulu karena sebentar lagi sudah jam 7." Sahut Reiko.
"Baiklah kalau begitu, silahkan kamu kembali ke kamar Nando. Nanti sebelum jam 7 kamu sudah harus turun." Setelah mendengar itu Nando langsung beranjak dari kursinya lalu ia segera menuju ke kamar yang berada di lantai dua itu.
Aarrgghhh....
Rasa kesal itu menyelimuti Nando. Bantal beserta guling di kasur nya itu ia lemparkan ke sembarang arah. Ia butuh pelampiasan dari amarah yang sedaritadi ia tahan.
Nando benci keadaan. Nando benci papa nya. Nando benci menjadi anjing papanya. Dan juga Nando benci sekaligus kecewa kepada dirinya sendiri.
Entah kenapa semua harus berjalan sesuai kemauan papanya. Entah dirinya ataupun Alvin juga harus melakukan hal serupa. Melakukan tunangan dengan latar belakang kelancaran bisnis papanya.
"Apa yang harus gue perbuat setelah ini??" Nada frustasi terdengar jelas dari nada bicara Nando.
Tak lama setelah itu pintu kamar itu terbuka. Menampilkan Alvin disana. Lelaki itu pun langsung berjalan menghampiri adiknya yang terduduk lesu di samping kasur.
"Enggak usah nyalahin diri sendiri Ndo. Lo disini nggak salah," Nando terdiam dengan tatapan mata yang tajam itu. Ia sedikit pun tak merespon ucapan Alvin.
"Gue tau apa yang lo rasain saat ini. Karena gue juga pernah ada diposisi lo. Ini takdir kita jadi kita enga bisa menghindarinya."
"Gue nggak tau harus gimana. Gue nggak mau kehilangan Vinka, dia terlalu berharga buat gue."
"Arsa juga sangat berharga buat gue Ndo. Tapi gue tau se kuat apa pun gue nolak pertunangan ini, papa pasti punya beribu cara untuk memaksa kita menerima pertunagan yang udah dia rencanakan."
"Lo sendiri udah membuktikan nya, disaat lo tadi menolak mentah-mentah rencana itu, papa langsung mengeluarkan senjatanya yaitu dengan ancaman yang saat itu juga membuat lo goyah." Lanjut Alvin.
Lalu Alvin kembali berdiri, "Sementara ini tenangin diri lo dulu. Setelah itu pikirkan apa yang seharusnya lo lakukan ke Vinka. Lo boleh memilih jalan seperti gue, ataupun menciptakan jalan penyelesaian lo sendiri." Ia menepuk nepuk pelan pundak Nando.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVINA (On Going)
Teen Fiction"Mencintai tak selamanya berakhir saling memiliki" -Renald- "Mencintai itu tak seindah kelihatannya. Realitanya, mencintai hanyalah luka yang tumbuh dengan seiring tumbuhnya perasaan itu" -Vinka- "Mencintai adalah hal indah namun aku tidak bisa berl...