13. Makan Malam

116 50 21
                                    

"Berdamai dengan masa lalu ataupun bersahabat dengan masa depan bukanlah perkara yang mudah." -Bayha Nando A-

Selamat membaca :)

Tidak banyak hal yang dilakukan Vinka. Hanya mengamati satu persatu tanaman didepannya, dan juga menikmati udara pagi yang masih terasa sejuk.

Ia tersenyum. "Banyak yang udah berubah ternyata. Bunga sepatu ini contohnya." gumamnya lebih kepada dirinya sendiri. Dan masih banyak lagi hal yang ia gumamkan.

"Assalamualaikum!!" suara dari luar pagar tersebut menyita perhatian Vinka. Ia memberhentikan kegiatannya. Lalu beranjak menghampiri pagar untuk membukanya.

"Waalaikumsalam." jawab Vinka sembari membuka pagar. "Cari sia-- Ngapain disini??" raut wajah Vinka seketika berubah. Ia tidak menyukai lawan bicaranya ini.

"Nuril ada??"

"Mau ngapain cari bunda?? Engga cukup selama ini uda manfaatin kita??" nada bicara Vinka meninggi. Ia tidak peduli dengan siapa ia berbicara. Walaupun didepannya ini adalah kakak dari ibunya sendiri.

"Tapi Vinka, tante bener bener perlu ketemu bunda kamu sekarang!!"

Melihat desakan tantenya itu justru membuat Vinka tertawa meremehkan. "Entah itu penting atau tidak, aku engga peduli!!" setelah mengucapkan itu ia langsung menutup paksa pagar tersebut.

"Vinka, tunggu!!" Sarah- tante Vinka- itu masih menahan pagar yang hendak Vinka tutup.

"Pergi te!! Gausa balik ke rumah ini lagi!!" dengan kekuatan penuh, akhirnya Vinka berhasil menutup pagar lalu menguncinya. Agar perempuan tersebut tak bisa masuk ke dalam rumahnya.

Dengan segera Vinka memasuki rumah. Ia menahan air mata yang terus mendesak keluar.

"Vinka tadi siapa yang datang??" tanya Nuril yang tiba tiba muncul di ruang tamu. Sehingga sedikit mengagetkan Vinka.

Vinka mendesah pelan. "Bukan siapa siapa bun. Vinka ke kamar dulu."

Tarikan tangan Nuril berhasil membuat Vinka berhenti melangkah, sekaligus membalikkan badan.

"Kenapa bun?? Ada yang bisa Vinka bantu??" tanya Vinka dengan senyuman.

Nuril memincingkan mata menatap anak bungsunya itu. "Anak bunda engga akan berbohong kan??" Vinka terdiam mendengarnya. Ia menunduk.

"Jawab bunda dengan jujur Vinka!!" perintah Nuril dengan nada yang masih sama seperti biasanya. Memang pada dasarnya Nuril tak bisa membentak anaknya sendiri.

Tanpa sadar, air mata Vinka tanpa permisi keluar. "Maafkan Vinka bun!!" ucapnya tanpa menaikkan pandangan.

Nuril melepaskan tangannya. "Vinka, sejak kapan bunda mengajarimu berbohong?? Dan sejak kapan bunda mengajarimu tidak sopan kepada orang yang lebih tua??"

Vinka kembali terdiam. Ia mulai memberanikan menatap bundanya itu. "Bunda t--tau??" dan tanpa Vinka duga Nuril menjawabnya dengan senyuman.

"Vinka engga ada niat lain selain melindungi bunda!!"

"Bunda tidak pernah meminta perlindungan dengan cara seperti itu Vinka!!"

"Tapi bun, Vinka engga tega melihat bunda dimanfaatkan seseorang. Meskipun itu saudara bunda sendiri!!" Vinka menahan senggukannya. "Sedangkan dulu, pada saat bunda jatuh, tak ada satupun dari mereka yang berinisiatif menolong bunda?? Itu engga adil bun!! Vinka tau itu, Vinka bukan anak kecil lagi yang bisa bunda bohongin." Tangis Vinka semakin menjadi.

"Dan kenapa sekarang saat bunda sudah mapan, semua kembali kearah bunda dengan alasan meminta belas kasih bunda. Vinka engga suka bunda diperlakukan seperti itu. Vinka berhak menolak bun!!" Nuril hanya terdiam menyimak perkataan anak bungsunya itu. Ya, sekarang anak yang dulu masih meminta antar ketoilet sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang hebat.

REVINA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang