"Karena, takdir selalu memberi kejutan bagi sang penerima."
"Vinka Arfaisa!!!" suara guru mapel bahasa Indonesia itu menggema diruangan.
Vinka yang sayup sayup mendengar suara guru killer tersebut langsung menegakkan kepalanya.
"Kamu sakit??" bu Okta menghampiri bangku Vinka.
Vinka perlahan menggeleng.
"Kenapa kamu tidur??!"
Setelah diam beberapa detik, Vinka akhirnya menjawab, "Maaf bu, saya tidak sengaja." alasan non-logis yang tiba tiba keluar dari mulut Vinka.
"Kamu bilang tidur di jam pelajaran itu adalah hal yang tidak sengaja??" bu Okta mulai terpancing emosinya.
Vinka kembali menggeleng.
"Mau sampai kapan kamu Vinka menyepelekan guru yang sedang mengajar di depan??!" bu Okta menarik nafasnya.
Vinka tediam seribu bahasa begitu juga seisi kelas Vinka, cicak pun enggan mengeluarkan suaranya.
"Sudah sering saya melihat kamu seperti ini, dan hal ini kamu ulang ulang terus. Apakah itu yang namanya tidak disengaja?? Sekarang juga kamu keluar!! Berdiri di lapangan dengan posisi hormat bendera, sampai jam pelajaran saya selesai. Setelah itu kamu membuat tulisan 'SAYA BERJANJI TIDAK AKAN MENGULANGI' sebanyak 500 kalimat!!" akhirnya kalimat jackpot yang sedari tadi Vinka khawatirkan pun terucap dari bibir bu Okta.
Vinka hanya bisa pasrah. Ia kemudian beranjak dan segera melangkah menuju lapangan upacara.
Pukul 09.00 matahari sudah memancarkan sinarnya. Walaupun sebenarnya matahari pagi adalah matahari yang meyehatkan kulit. Namun, Vinka tak sependapat. Ia tetap tak menyukainya.
Vinka sedari tadi melirik jam yang selalu melingkar dipergelangan tangannya, "Ini jam gue yang eror, apa waktunya berhenti?? Perasaan gue dari tadi jam segini terus deh!!!" gumam Vinka.
Vinka menghela nafas pandangannya menyapu suasana sekitar, dan tanpa sengaja ekor matanya menangkap sosok yang seketika membuat jantungnya berhenti.
Hanya senyum yang bisa Vinka perlihatkan. Senyum samar, yang tak akan pernah diketahui oleh orang yang telah membuatnya jatuh hati.
Dari jarak sepersekian meter ini, bagi Vinka itu sudah membuat nya bahagia. Karena Vinka menyadari posisi dirinya disini, hanya sebatas pengagum rahasia yang terus memendam perasaan hinga waktunya tiba. Ironis bukan??
∆∆∆
Lima menit yang lalu bel istirahat telah berbunyi. Yang berarti selesainya hukuman yang Vinka jalani. Kini, yang ia lakukan hanyalah bersandar dengan menutup matanya di salah satu bangku taman. Sejenak melepas beban yang ia rasakan, sebelum kembali ke tempat yang menurutnya membosankan.
Dingin. Itulah yang Vinka rasakan saat sesuatu telah menyentuh pipinya. Ia membuka matanya. Yang terlihat ialah Rena dengan senyum lebarnya. Vinka membala senyuman Rena, lalu meraih minuman dingin yang Rena tempelkan pada pipinya.
"Makasi Ren!!" Ucap Vinka sebelum ia meneguk minuman tersebut. Dan tidak lupa berdoa tentunya.
Rena mengangguk dan masih dengan senyuman nya, "Gimana??"
Vinka menyerngitkan dahinya, "Apanya??"
"Masih bertahan??"
Vinka tersenyum dan sedikit mendengus, "Pertanyaan yang engga seharusnya lo lontarkan, jika tau apa kebenaran nya Ren!!"
Rena menatap Vinka yang duduk disampingnya, "Gue tau Vin, tapi apa lo engga lelah setelah kesekian kalinya mendem semua itu sendiri?? Dan tanpa mendapat respon apapun!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
REVINA (On Going)
Teen Fiction"Mencintai tak selamanya berakhir saling memiliki" -Renald- "Mencintai itu tak seindah kelihatannya. Realitanya, mencintai hanyalah luka yang tumbuh dengan seiring tumbuhnya perasaan itu" -Vinka- "Mencintai adalah hal indah namun aku tidak bisa berl...