enam

417 81 7
                                    

Maafkan lagi lagi kalau ada typo
:(
2,2k words astaga hehe 😭🙏

Happy reading !





Happy reading !

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


keesokan harinya, Saka sudah bangun lebih awal, menyaksikan kesibukan tetangganya untuk menyiapkan tahlilan. Dia juga sudah mengenakan baju koko putih serta kopiah hitamnya. Saka tidak banyak membantu, dia bahkan sekarang tidak berada di dalam rumahnya.

Di depan rumahnya adalah tanah kosong dengan pepohonan rindang. Bukan lahan terbengkalai, namun memang sengaja digunakan anak anak untuk bermain. Tapi hari ini, sepertinya mereka tahu bendera kuning menandakan untuk tidak membuat keributan terlebih dahulu persis di depan rumah Saka. Dan akhirnya, beton yang awalnya digunakan untuk saluran air itu kosong, tidak ada anak kecil bermain di dalam lubangnya maupun diatasnya.

Saka menatap nanar rumah berwarna coklat dengan pagar hitam di depannya. Rumah itu sederhana, bahkan besarnya sama dengan rumah yang lainnya. Tinggalnya pun di perkampungan, bukan di perumahan. Garasi kecil serta teras rumahnya kini terdapat banyak tikar dan berberapa kursi, serta camilan kecil beserta air minum gelas.

Dia tidak bergeming, hanya menatap tetangganya yang mayoritas seusia bundanya itu sibuk menata rumahnya. Sedangkan bapak-bapak lebih banyak yang duduk di luar, menjaga anak anak mereka supaya tidak usil apalagi berisik.

Angin sedari tadi menerpa wajah Saka, membuat kristal bening mengering di pipinya. Dia tidak banyak bicara, hanya menatap kosong kearah rumahnya.

Dia menggigit bibirnya. Kenangan lama lagi-lagi terlintas di benaknya. Bahkan dia belum menerima kenyataan ini, walaupun dia tahu apa yang ia lakukan salah. Dia merasa, bukan ini seharusnya. Ada kejanggalan yang tersembunyi, membuatnya geram karena gagal menjaga bundanya sendiri.

Saka mengadahkan kepalanya, melihat bentang biru dari sela dedaunan lebat pohon tinggi di dekatnya. Bahkan sekarang, bisa bisanya sang Langit tetap cerah di situasi seperti ini?

Kalau Saka bisa, dia ingin merutuki handphonenya karena harus habis daya ketika situasi genting ini terjadi. Bahkan saking bencinya, dia melempar benda persegi tersebut. Entah terselip dimana ponselnya, dia tidak peduli. Seakan akan itu adalah sebab dari ini semua terjadi. Namun, apa iya? tentu tidak dia akan menyalahkan benda mati itu. Tapi Saka lebih menginginkan waktu sendiri, tidak peduli dengan notifikasi belasungkawa dari teman temannya yang terpaksa mendapat centang satu di aplikasi hijau itu.

Lagi-lagi, pipinya basah oleh air yang mengalir dari pelupuknya. Tanpa suara, tanpa gerakan apapun. Dia bahkan tidak merasa pegal dengan posisi kepalanya.

"Bunda, bunda sudah diatas sana?"

Saka menatap langit lebih dalam lagi.

"Apa langit cerah karena bunda kesana?"

melogika ; Jaemin Yeji ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang