extra.

362 33 3
                                    


Tidak perlu berlama lama bagi Pandu mengurus semua. Polisi cerdas itu punya banyak cara untuk memecahkan semuanya.

Dan disinilah mereka, kembali ke apartment Shira untuk sekedar menenangkan diri dan menyelesaikan semuanya baik-baik.

Suasananya masih tegang. Aresha pun kewalahan untuk membujuk teman satu satunya itu supaya tersenyum kembali. Dan Pandu, dia juga tidak enak hati dengan semua kejadian ini. Entahlah, dia hanya ingin terus membantu teman temannya itu.

"Shira?"

Yang di panggil menoleh, melihat ke arah pria dengan senyum bulan sabitnya.

"Udah, jangan dipikirin. Pasti dia ada alasan atas semua ini," katanya lagi. Pria itu duduk di samping sofa Shira sambil membawa tablet lipat kesayangannya itu.

"Kenapa nggak pamit sih, Ndu?"

Pandu terdiam, menoleh ke temannya yang tengah menunduk melihat ubin apartmentnya.

Sebenarnya, ada Aresha juga. Tapi dia memilih diam dan sibuk dengan pikiran masing masing karena kejadian ini.

"Aku ngga nyangka sama Hanin," suara Shira memecah keheningan mereka bertiga.

"Astaga, aku udah ngasih apa aja deh informasi ke Hanin? Kenapa sih ada manusia kaya dia?"

Pandu meneguk salivanya kasar. Oke, setelah ini akan banyak monolog kesal dari Shira pasti.

Shira menggelengkan kepalanya, membuat Aresha keheranan dengan tingkahnya.









"Res, Ndu."

Pandu dan Aresha kompak menoleh ke arah Shira.













"Aku mau nyusul Saka."

























Pandu nampak serius dengan pekerjaannya. Dan sepertinya Fara juga di tugaskan—buktinya sekarang ada Denan, Alana, dan Fara disana. Karena mentari juga hampir tenggelam, pastinya Alana langsung bergegas kesana.

Mereka sudah tahu dimana posisi Saka. Siapa lagi kalau bukan Pandu dan rekannya itu yang memeriksa hampir semua tempat umum besar disana. Yah, tentu tidak sulit di tahun ini, bukan? semua akses memiliki pemindai, termasuk di bandar udara internasional di kota ini.

Di ruang tengah hanya ada keributan Aresha, Alana, dan Denan—walaupun laki-laki itu yang jadi bahan ejekannya. Sebenarnya tingkah mereka tidak jauh berbeda, masih sama dengan berberapa tahun yang lalu. Terutama teman paling kecil mereka, Alana.

Memang sengaja seperti itu. Suasana di tempat itu daritadi cukup tegang, namun adanya Alana membuat semuanya menjadi tenang. Cantika pun tadi sibuk mengobrol dengan dua perempuan itu—sengaja tidak mengajak Fara karena pekerjaannya itu.

Jika Pandu dan Fara juga berada di ruang tengah bersama tiga teman lainnya, Shira ada di kamarnya.

Dia tengah berbincang dengan ayahnya sendiri, mengenai kalimatnya berberapa jam yang lalu.

Ayahnya lebih banyak diam. Beliau menghargai semua alasan Shira serta tujuannya meminta izin seperti itu. Yah bagaimana pun juga, dia tahu anak gadisnya sudah dewasa. Lebih membiarkan anaknya bergerak sesuai kemauannya.

Toh, Shira pasti tahu mana yang benar dan tidak.

Rey terus menunjukkan senyum tipisnya. Anaknya keras kepala, mirip dengan ibunya. Bahkan sesekali dia terkekeh karena pemaparan Shira yang lebih mirip seperti seorang mahasiswa yang tengah ujian OSCE di depan dokter pengujinya.

melogika ; Jaemin Yeji ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang