duabelas

241 50 6
                                    

Saka melirik pergelangan tangannya, pukul tujuh malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saka melirik pergelangan tangannya, pukul tujuh malam.

Laki-laki bersurai hitam itu menghela nafasnya, menatap gedung rumah sakit swasta terkenal di tempat yang lumayan terpencil dari sudut kota itu.

Sudah kurang lebih setengah jam dia berdiri, diam seperti tiang lampu jalanan. Ia tidak berani mengganggu Shira, bahkan handphone milik Shira tidak aktif.

Laki-laki itu menunduk, memilih menendang berberapa kerikil di dekat kakinya, sampai sayup suara menyapa pendengarannya.

"Iya ih Han. Nanti mampir ke kamarku aja, aku sudah download yang baru kok!"

Saka mengadahkan kepalanya, melihat Shira dengan seseorang di bawah pintu.

"Iya sudah Hanin! aku pamit yaa?"

Pria di dekat Shira menyunggingkan senyum sumringah miliknya. Apapun itu, hal sederhana bisa membuatnya tersenyum lebar.

"Kak, duluan ya. Kalau ada apa-apa kabari aku aja."

Lagi-lagi Saka memfokuskan netranya pada laki-laki disamping Shira.

Dia melangkahkan kakinya, mendekati objek pandangannya. Saka tidak banyak bicara, hanya menghentikaan langkahnya tepat diantara mereka berdua.

"Loh, Saka?"

Shira terkejut dengan kehadiran temannya, termasuk dengan wajah datar Saka yang membuat Shira seketika bingung harus bertindak apa.

"Kok nyusul kesini sih Sa?"

Saka tidak menjawab, atensinya mengarah ke laki-laki didekat Shira.

"Kamu, kamu anak lima belas tahun yang lalu?"

Shira menoleh, melihat kearah kakak kelasnya. "Kakak kenal Saka?"

Dirga mengerenyitkan dahinya, dia tidak bisa mengingat jelas siapa Saka. "Ehm, saya agak lupa. Kamu siapa?"

"Anak pasien gagal jantung di IGD mu dulu."

Hening, tidak ada jawaban dari Dirga.

"Pfftt–"

Shira membuka mulutnya, terkejut mendengar respons dari Dirga.

"No. Gua gak pernah punya IGD. Kalau yang lo maksud ayah gua, ya bener. Dia bedah jantung."

Saka menghela nafasnya, tersenyum singkat kepada pria didepannya.

"Gua anak yang waktu itu ngamuk ke ayah lo, dan disitu kebetulan lo juga datang untuk narik ayah lo menjauh dari gua." jelas Saka.

Dirga ber-oh ria, mengingat memori lima belas tahun yang lalu. "Gua inget. Ternyata itu lo ya? hahaha."

Shira bersyukur, ia pikir mereka berdua akan berlanjut untuk saling meributkan hal tidak penting. melihat raut wajah Saka yang menyeramkan di awal tadi cukup membuat Shira mengira moodnya tidak bagus.

melogika ; Jaemin Yeji ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang