5: Jadian

2.4K 148 4
                                    

Malam ini, rasanya April ingin memakan makanan yang aneh-aneh. April berjalan ke kamar Ariel, ternyata Ariel dan Arsel sedang main game berdua. Tidak mungkin April mengajak mereka keluar, karena sudah pasti mereka menolak ajakan April. April mendengus sebal membayangkan itu. Tetapi ia mencoba masuk ke kamar Ariel, siapa tau mereka mau mengantar April.

"Riel, anter yuk! Jajan." Untuk menggoda Ariel, April mengajak dengan ceria.

"Aduh, enggak ah! Males. Lagi rame nih." Ariel menjawab, tetapi matanya masih fokus ke layar game.

Tuhkan! Apa April bilang. April melirik Arsel yang juga meliriknya.

"Apa? Kagak ah Kak, lagi rame juga nih. Lagian kaya bocah SD aja pengen jajan." Tanpa April mengajak, Arsel sudah menolak duluan.

"Pinjem motor, mana kuncinya?" April meminta kunci motor pada Arsel.

"Ah elah, ini di saku belakang." Arsel menyodorkan bokongnya.

April memasukkan tangannya ke dalam saku dan menemukan kunci motor yang di cari.

April ragu, ia belum mahir mengendarai motor. Kalau ia nekad mengendarai motornya bisa-bisa April mati ketabrak. Membayangkannya saja, April gak sudi.

April menyimpan kunci motor Arsel di kamarnya. Jalan kaki lebih sehat bukan?

April menelusuri trotoar perumahannya yang sangat sepi. Tetapi sudah biasa bagi April. Ia berhenti di stand Martabak manis dan asin di depan perumahannya.

"Mang, martabak manis pisang keju satu." April duduk dan menunggu.

"Loh Pril, sendirian?" Tanya seseorang di sebelahnya.

"Arion!" April terkejut.

Arion tertawa melihat ekspresi April "beli martabak juga?"

"Iya." April menormalkan suaranya.

"Sendirian? Malem-malem gini?" April mengangguk.

"Ariel sama Arsel lagi nge game." Ucap April.

"Pulangnya ikut gue sebentar mau gak?" Ajak Arion.

April melirik jam tangannya. Masih pukul 19.12. April mengangguk. Bukan tanpa alasan, April sangat bosan di rumah.

"Jam 21.00 harus udah di rumah gue ya. Gue takut di marahin Papa." Ucap April. Arion pun mengangguk.

Setelah membeli martabak, mereka pergi menuju taman perumahannya. April kira Arion akan membawa April kemana. Bahkan dari taman, April masih bisa melihat rumahnya walaupun agak jauh.

"Pril. Dengerin gue ya!" Arion menatap April serius. April masih memokuskan pandangannya ke depan. Ia sangat gugup samapi tidak ingin menatap Arion.

"April, liat apa sih?" Tanya Arion mengikuti arah pandang April.

"Ha? Enggak kok." April menghadap Arion yang juga menghadapnya.

Arion tersenyum manis. Ia menggenggam tangan April dengan lembut.

"Menurut gue, ini gak romantis. Tapi cuma ini yang bisa gue lakukan." Arion mengecup tangan April.

"Lo mau gak jadi pacar gue, April?" Arion menatapnya, sangat dalam. April membalas tatapannya, mencari kebohongan namun nihil, Arion terlihat sangat serius.

"Lo bercanda?" Tanya April.

Arion menggelengkan kepalanya "enggak Pril, gue serius. Gue suka sama lo dari kelas sepuluh."

April menunduk, menatap tangannya yang berkeringat di genggaman Arion.  Ia berfikir keras.

"Kalau belum bisa jawab, gue bisa nunggu kok." Ucap Arion tanpa emosi.

APRILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang