18 : jahat

1.2K 82 3
                                    

Setelah melihat April masuk ke rumah, Arion melajukan motornya menuju kantor.

April memasuki rumah dengan wajah kesal, ia segera mengganti seragam sekolahnya dengan baju santai.

"Kangen bunda, kangen Papa." Seketika air mata April lolos begitu deras.

Setelah menikah dengan Arion, April tidak pernah menghubungi lagi keluarganya, bukan sombong tetapi April sungguh takut dan malu atas perbuatannya. Ia takut keluarganya di cap jelek oleh tetangga sekitar walaupun mungkin memang sudah di cap jelek.

Ariel juga tidak mau berteman dengan Arion lagi, April merasa Ariel benar-benar menjauh darinya dan Arion. April sungguh terasingkan.

April berbaring di atas kasur yang empuk itu, air matanya tidak berhenti mengalir bahkan sekarang April tidak ingin mie ayam lagi, ia ingin bundanya.

April bangkit, ia mengambil kunci motornya lalu pergi meninggalkan rumah menuju rumah keluarganya. Tidak peduli, ia benar-benar rindu.

Setelah masuk lingkungan rumah keluarganya, terlihat ada beberapa ibu rumah tangga yang sedang berkumpul (gosip mungkin). Mereka melihat April dengan ekspresi kebencian.

"Katanya kalau hamil di luar nikah, anaknya bakal cacat loh." Ucapan salah satu ibu rempong itu terdengar ke telinga April.

April memberhentikan motornya di samping rumah sang bunda, dan melihat ibu-ibu tadi melalui kaca spion.

"Iya bener, kalo gak cacat biasanya meninggal dalam kandungan." Jawab ibu yang satunya.

"Anak haram emang gak boleh hidup seharusnya." Ucap ibu berbadan gemuk.

April terdiam. Mengapa mereka seakan menyumpahi janinnya cacat, disini yang salah April dan Arion  tetapi mengapa mereka membicarakan janinnya. April menatap sedih rumah orangtuanya, nyatanya April tidak punya nyali untuk masuk ke sana. April menatap ke awan, menahan air mata yang akan jatuh.

Akhirnya April puter balik, ia belum berani berhadapan dengan Papanya yang super dingin. Sepanjang jalan air mata April mengalir deras sampai ke rumahnya dan Arion. Ia melihat motor Arion terparkir rapi di halaman rumah. Arion sudah pulang.

April berlari memasuki rumah, ia memeluk Arion dengan kencang dari belakang. April menangis perih di punggung kekar milik Arion.

Arion mendengar tangisan April, ia segera membalikkan badan, April jadi menangis di dada bidangnya. Arion tidak tahu penyebab April menangis sendu seperti ini, ini tangisan paling perih menurut Arion. Arion mengusap Punggung April dengan lembut, ia juga menciumi rambut April.

Setelah terdengar tenang Arion menuntun April duduk di sofa. Arion membenarkan rambut April yang berantakan. Terlihat sangat lemah, April menangis dengan mata terpejam, hidungnya memerah dan matanya bengkak.

"Tunggu, gue ambil minum dulu." Arion beranjak dari sofa lalu kembali membawa dua gelas air minum.

Mata April masih terpejam sambil sesenggukan air mata masih mengalir pelan di matanya.

"Udah ya." Arion memeluk April lalu menepuk pelan punggung April.

"Kangen rumah." Lirih April, suaranya serak.

"Gue malu. Gue udah bikin keluarga gue di cap jelek sama tetangganya." Lirih April masih dengan mata terpejam.

"Gue di asingkan. Ariel bahkan gak mau ngomong sama gue." Ucap April dengan nada tinggi.

"Mereka bilang anak ini anak haram. Mereka nyumpahin anak ini cacat dan meninggal Arion." Lirih April merasa sakit hati.

Alis Arion mengkerut "Siapa yang bilang?" Suaranya merendah.

"Tetangga bunda." Lirih April.

Arion menahan marahnya, ia tidak mau April ketakutan. Mengapa ada orang sejahat itu?

"Udah makan?" Tanya Arion.

April menggeleng, matanya masih terpejam kuat.

"Mau tidur, capek." Akhirnya Arion mengangkat April menuju kamar, ia melepas sandal April yang masih terpasang di kakinya.

"Gue keluar sebentar, kalau ada apa-apa telepon gue." Bisik Arion, tidak lupa mengecup kening dan bibir April berturut-turut.

Arion harus menyelesaikan ini.

***
A

rion memarkirkan motornya didepan rumah orang tua April.

Tok tok tok

Diva bundanya April yang membukakan pintu untuk Arion. Arion segera mencium tangan Diva.

"Apa kabar bunda?" Tanya Arion, ia berjalan masuk ke rumah.

"Baik, duduk dulu. Bunda buatkan minum." Ucap Diva lalu meninggalkan Arion.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Ariel yang baru saja dari dapur.

"Gue mau ngomong sama orang tua lo, dan lo." Ariel menatap Arion dengan tatapan mengejek.

"Pa, ada suaminya April nih." Teriak Ariel, tidak lama Davin pun keluar kamar lalu duduk di samping Ariel.

"Apa lagi yang perlu dibicarakan?" Tanya Davin bersamaan dengan Diva yang datang membawa minuman.

"Sebelumnya Arion minta maaf sebesar-besarnya sama Papa dan Bunda gara-gara Arion keluarga kalian di cap jelek oleh tetangga sekitar. Ini semua salah Arion, bukan April. Tadi April datang ke sini, dia rindu orang tuanya tapi dia takut dan malu buat masuk ke rumah ini, bahkan sebelum masuk pun April sudah mendapat cacian dari tetangga kalian. Mereka menyumpahi anak kami cacat sampai meninggal." Mata Arion memerah, menahan emosi sambil menahan tangis. Tangannya terkepal kuat.

"Benar. Saya juga lebih ingin anak itu mati, lalu nanti April hamil lagi anak yang sah, bukan di luar nikah." Ucap Davin datar. Diva dan Ariel menatap Davin.

"April pasti marah mendengar ucapan Papa. Kenapa Papa bisa sebegitu jahatnya? April pulang ke rumah saya dengan tangisan perih setelah mendengar orang-orang menyumpahi anak kami, apalagi Papa yang bilang seperti ini. Arion langsung ke intinya saja, kalian boleh benci Arion karena Arion yang membuat April seperti sekarang. Tetapi kalian jangan membenci April, April gak salah, April rindu kalian. April merasa terasingkan oleh keluarganya sendiri." Setelah mengeluarkan unek-unek nya Arion melenggang pergi meninggalkan keluarga laknat itu. Mereka benar-benar membuang putrinya.

***

Sebelum pulang Arion membelikan martabak manis untuk April. Berharap mood April kembali membaik.

Arion membuka pintu kamar merek, terlihat April yang masih tertidur pulas.

"April. Bangun." Arion menepuk pipi April.

Mata kanan April terbuka, sedangkan mata kirinya masih tertutup seakan di lem.

"Awh." Lirih April saat berusaha membuka mata kirinya.

Kedua matanya terbuka sempurna, namun keduanya terlihat bengkak dan merah.

"Martabak." Arion tersenyum menyodorkan martabak kesukaan April.

"Makasih." April tersenyum sangat lebar, lalu memakan lahap martabak tersebut.

Melihat senyuman April, Arion tidak tega menceritakan apa yang Papanya ucapkan pada Arion tadi. Arion tidak ingin April menangis lagi, itu juga tidak baik untuk calon bayi kembar mereka.

Arion menatap April penuh sayang, Arion dan April sama-sama kesepian dan terbuang. April terlihat tegar padahal sebenarnya sangat rapuh.

Arion mengusap puncak kepala April "yang kuat ya, I love you."

***

11-08-2021

APRILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang