SELAMAT MEMBACA.
***
DANIEL ANGGARA :
"Eh om kampret, kalo om mau tidur. Om bisa tidur di kamar tamu," Ujar Rena yang tengah duduk bersantai sambil menonton televisi,
"Gua nggak mau tidur di kamar tamu," Balas ku menatap Rena sambil menyeritkan dahi ku bingung,
"Lah kok om nggak mau sih? Masa iya om tidur bareng gua. Nanti om apa-apain gua lagi. Lagi pula kita itu bukan muhrim," Ujar Rena kemudian menatap ku yang juga menyeritkan dahinya,
"Oh jadi kalo kita udah muhrim, lo mau kan tidur bareng gua," Ujar ku menatapnya jahil sambil menaik-turunkan kedua alis ku,
"Tergantung," Balasnya,
"Tergantung? Maksudnya?" Ujar ku bingung,"Ya tergantung om ama gua nikah apa nggak. Belum tentu juga kan kita jodoh. Dan belum tentu juga gua mau nikah ama om," Ujarnya menatap ku sedikit meremehkan sambil menaikkan sebelah alisnya,
"Bisa gak sih gak usah manggil gua om, gua gak tua-tua amat," Ujar ku sedikit kesal, pasalnya aku sudah menegurnya berkali-kali, jangan memanggil ku dengan sebutan om,
"Kan om emang kayak om-om,masa gak mau di panggil om?" Ujar Rena dan menatap ku sambil memasang wajah bingungnya,
"Masa iya gua ganteng gini di panggil om," Ujar ku sambil menatap Rena,
"Jadi om gak mau di panggil om?" Ujar Rena,
"Iyalah," Balas ku dan juga menatapnya,
"Ok," Balasnya sambil tersenyum kecil,
"Terus manggilnya pake apa?" Ujar ku,
"Paman," Balasnya sambil memasang wajah polosnya,
"Kok paman sih, itu mah sama aja," Ujar ku kesal,
"Gua becanda doang elah, gitu aja marah," Ujarnya tersenyum sambil menggelenkan kepalanya singkat,
Beberapa menit kedepan terjadi kheningan, aku dan Rena hanya menatap televisi yang terus menyala sampai aku kembali membuka pembicaraan,
"Ya udah kalo gitu kita nikah minggu depan," Ujar ku menatapnya sambil tersenyum,
Rena menatap ku terkejut seakan tidak percaya dengan apa yang aku katakana,
"Tiba-tiba amat, gua belom siap," Ujar Rena sambil menatap ku heran,
"Siap gak siap lo harus siap," Ujar ku sambil tersenyum,
"Heeh? Kampret maksa amat jadi orang. Gak gua gak mau," Ujarnya menolak
"Pokoknya harus," Ujar ku sedikit memaksa,
"Kalo emang harus, emang bisa secepat itu?" Balasnya meremehkan,
"Semuanya bisa kalo gua yang ngatur," Balasku percaya diri,
"Gua nggak percaya ama lo," Balasnya meremehkan lalu kembali menatap televisi,
"Oh lo nggak percaya ama gua. Ok," Ujar ku kemudian mengambil ponsel yang ada di saku celana ku lalu mencari kontak seseorang,
"Ngapain lo?" Suara Rena tapi aku tak memperdulikannya dan terus mencari kontak seseorang,
Setelah aku menemukan kontak yang aku cari. Aku menekan tombol telfon lalu tidak lama telfon itu pun tersambung,
"Halo Dicky," Ujar ku pada seseorang di seberang sana,
"Iya tuan. Ada apa tuan menelfon saya? apa tuan membutuhkan sesuatu?" Balasnya,
"Saya mau, kau mempersiapkan pernikahan ku untuk minggu depan, dan harus siap, lengkap dengan catering, gedung, dan harus yang mewah. Jangan lupa hubungi ayah dan bunda. Katakan pada mereka bahwa saya akan menikah minggu depan," Ujar ku tersenyum kecil.
Ku rasakan Rena menatap ku bingung mungkin memikirkan sesuatu. Aku hanya tersenyum kecil dan melirik kecil pada Rena,
"Baik tuan akan saya laksanakan," Balasnya,
"Ok, kalau begitu saya tutup dulu." Setelahnya aku memutuskan sambungan telpon ku lalu memasukkan kembali ponsel ku pada saku celana yang aku kenakan.
"Beres," Ujar ku tersenyum lebar lalu bersandar pada sandaran sofa yang aku duduki,
"Ngapain lo barusan?" Ujar Rena sambil menyeritkan dahinya bingung,
"Nggak usah nanya. Intinya kita berdua menikah minggu depan," Balas ku tersenyum kemenangan,
"APA!! NIKAH. MINGGU DEPAN!" Teriak Rena sedikit keras dan menatap ku sambil membulatkan kedua matanya,
Aku hanya membalasnya dengan senyuman kemenangan kemudian menatap televisi yang masih terus menyala,
"EH ANJING LO, DASAR SETAN, BATALIN GAK!" Teriak Rena dan memukul ku berkali-kali dengan bantalan kursi,
"Addawww!! Berhenti nggak. Kalo lo nggak berhenti gue telanjangin lo di sini," Ujar ku dan berusaha untuk menghindari pukulan Rena yang cukup keras,
"IHHH DASAR MESUM LO," Seru Rena tidak lagi memukul ku dengan bantal melainkan memukul ku dengan tangannya sendiri,
Dengan gerakan cepat aku langsung memutar pelan tubuhnya lalu memeluk tubuh Rena dari belakang yang tidak berhenti memukul ku. Rena terus meronta tapi kekuatan tubuh ku lebih besar darinya. Dia berhenti meronta dan menatap ke arah depan. Mungkin dia sudah sedikit jinak.
"Pliss gua mohon. Lo terima pernikahan ini. Ini juga demi kebahagiaan orang tua kita," Ujar ku lembut sambil membujuknya,
"Ya gua tau tapi gak secepat itu, lagi pula gua juga belom siap, gua belom bisa nerima lo di hati gua, gua gak cinta ama lo, pliss ngertiin gua," Ujar Rena terdengar sendu.
Aku mengarahkan tubuhnya menghadap pada ku. Aku menatap matanya yang mulai berkaca-kaca. Aku langsung memeluk tubuhnya dan merengkuhnya lembut. Rena membalas pelukan ku dan ku rasakan Rena mulai sesegukan.
Awalnya memang aku juga tidak menyetujui perjanjian ini tapi setelah ayah menceritakan kisah orang tua Rena yang sangat baik dengan ayah, aku dengan perasaan yang tidak ikhlas menyetujui perjanjian ini dengan pasrah.
Tapi setelah aku melihat Rena. Entah apa yang ada dalam pikiran ku. Tapi ada sesuatu yang membuat ku untuk terus melanjutkan semua ini. Aku mulai merasa aneh ketika melihat dia dari kejauhan. Aku merasa bahagia setelah melihat senyumnya, ada sesuatu dalam diri ku yang mendorong ku untuk terus tetap menjaganya.
Aku memang selalu mengawasi Rena dari jauh. Aku juga mengawasinya dengan mata-mata yang aku tugaskan untuk memantau kegiatan keseharian Rena. Aku juga tau segala kekacauan yang di buat Rena selama di sekolah.
Dan harus kalian tau sekolah itu milik keluarga ku. Jadi aku bisa dengan mudah memantau Rena selama di sekolah."Gua janji sama lo. Gua bakal buat lo cinta sama gua," Ujar ku sambil mengelus rambutnya pelan,
Rena terus menangis dan ku rasakan baju ku sudah basah akibat air mata Rena yang terus mengalir.
Selang beberapa menit, tangisan Rena sudah mulai meredah.
"Rena yuk ke kamar, besok lo masih harus sekolah," Ujar ku.
Rena menatap ku lalu menghapus air matanya dengan sedikit kasar. Selang kemudian Rena menatap ku tajam.
"Lo tidur di kamar tamu titik nggak pake koma dan nggak ada negosiasi," Ujarnya lalu berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan ku.
"RENA TAPI GUE MAU TIDUR AMA LO!!" Teriak ku tapi tak di perdulikan oleh Rena.
Aku hanya menggelengkan kepalaku singkat melihat perlakuan Rena yang labil. Aku tersenyum kecil sambil memikirkan Rena.
Baru di tingggal sebentar saja aku sudah rindu padanya. Suatu saat nanti Rena pasti akan mencintai ku. Aku pastikan itu.
TERIMA KASIH SUDAH MAU BACA CERITA KU
MOHON MAAF KALAU ADA KESALAHAN ATAU TYPO.
JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT YA.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY TEACHER IS MY HUSBAND ( COMPLETE )
Teen FictionCerita ini aku pindahin karena akun yang aku pake dulu bermasalah. JANGAN LUPA FOLLOW DON'T COPY MY STORY! ######################## Cerita ini mengandung kata-kata kasar!! Rena Dara Anggita adalah perempuan yang kerasa kepala, pembangkang, dan...