Manik hitam itu masih memutari lembaran putih yang sudah dipenuhi dengan coretan indah tangannya. Mengulang setiap kata yang sudah tersusun menjadi kalimat. Gadis itu tidak ingin ada kesalahan meskipun dengan satu huruf. Semuanya harus benar dan perfect.
Selesai mengoreksi jawaban sampai ia yakin semua sudah benar, Nirmala menyerahkan lembaran ulangan Matematika pada Pak Yudi di meja guru. Gadis itu kembali ke bangku, lalu yang ia lakukan adalah membaca materi Matematika yang akan disampaikan Pak Yudi minggu depan. Nirmala harus lebih dulu membaca dan memahami sebelum materi tersampaikan, berlaku untuk semua pelajaran. Baru pada saat ia sudah menyerah, Nirmala akan menanyakan saat materi itu disampaikan.
Nirmala suka dengan Matematika bahkan sudah mencintai pelajaran itu. Bagi dia, Matematika seperti misteri kehidupan yang memiliki titik-titik untuk dipecahkan. Matematika bukan hantu sekolah. Matematika itu bagaikan bongkahan emas. Nirmala bisa merasakan saat ia berhasil menjawab pertanyaan demi pertanyaan tanpa bosan, merasa haus dengan soal-soal yang lebih menantang. Satu jawaban dari satu pertanyaan itulah butiran emas yang akan menjadi bongkahan.
“Baiklah, semua sudah, ya?” tanya Pak Yudi–guru Matematika sekaligus wali kelas aksel–pada penduduknya.
Mereka menjawab dengan satu kalimat yang sama. “Sudah, Pak.”
“Saya akan membagikan hasil ulangan minggu lalu. Saya bangga bisa menjadi wali kelas ini, nilai kalian bagus-bagus, pertahankan, ya!” kata Pak Yudi dengan seulas senyum dibalik kumis yang tumbuh tebal dan panjang.
“Sekarang, saya lebih bangga lagi karena beberapa di antara kalian bisa mendapat nilai sempurna. Yang lain juga pasti bisa dengan belajar lebih giat lagi, di dunia semua tidak ada yang tidak mungkin. Meskipun rata-rata nilai kalian sembilan puluh, tapi nilai sempurna adalah nilai yang terbaik. Damar dan Nirmala, pertahankan nilai kalian ini. Jangan sampai menurun, terus tingkatkan prestasi kalian dan tetap bertahan. Bertahan itu berat, apalagi melihat pengorbanan kalian selama beberapa bulan yang tidak mudah ini, jadi jangan pernah kalian lepas apa yang sudah kalian capai. Terus semangat dan jangan kasih kendor!” Pak Yudi berhenti untuk mengatur pernapasan seraya merapikan isi tas yang berhamburan di atas meja.
“Setelah ini ada tugas untuk kalian, mengerjakan lima puluh soal Kimia dan harus dikumpulkan saat jam istirahat. Ibu Farida berhalangan hadir karena melahirkan. Jangan keluar kelas sebelum bel, saya yakin kalian dapat dipercaya. Nirmala, kamu bagikan hasil ulangannya. Kamu Damar, bagikan lembar tugas Ibu Farida, istirahat nanti kumpulkan pada saya di kantor. Sekian pelajaran hari ini. Assalamualaikum,” tutur Pak Yudi mengakhiri nyanyian indah sepanjang rel kereta api. Pak Yudi menghilang di balik pintu bersamaan dengan selesainya jawaban salam dari penghuni kelas Akselerasi.
“Gini, nih, kalau punya wali kelas yang patah hati, tiap hari jadi gue terus yang kena sasaran,” dumel Damar sambil melaksanakan tugas Pak Yudi dari meja bagian kanan, sedang Nirmala membagikan hasil ulangan Matematika dari bagian kiri. Sengaja Nirmala lakukan seperti itu agar tidak bertabrakan dengan Damar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirmala (END) ✓
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Update seminggu sekali. Akselerasi, terkenal dengan murid jenius serta kutu buku. Tidak ada banyak waktu bermain sehingga membuat mereka hanya memiliki sedikit teman. Apa yang terjadi, jika kelas itu dipenuhi dengan gelak tawa...