Suasana taman sekolah di lantai dasar tidak pernah sepi, mereka menghabiskan waktu istirahat di sana dengan memakan jajanan dari kantin, membaca buku pelajaran dan novel, ada juga yang sekadar bercengkerama bersama teman. Tempat yang dipenuhi pohon rindang itu membuat udara menjadi segar, sinar matahari tidak begitu menyengat karena terhalang oleh dedaunan yang lebat.
"Mala, gue berasa temenan sama patung. Sekali-kali lo anggap gue ada dong, masa buku terus yang lo liat? Gue juga butuh perhatian tau." Nirmala terpaksa menutup buku paket Fisika. Ia tertawa mendengar kata yang diucapkan oleh Melody.
Mereka berdua mengambil tempat di bawah pohon sawo. Duduk di atas bongkahan semen yang dibentuk menyerupai batang pohon, lengkap dengan serat-serat yang ada di luar kulit.
"Bahasa lo alay banget, geli gue. Mending lo ngomong kayak gitu sama Mail," ujar Nirmala. Ia meminum air mineral yang tadi sempat dibelinya di koperasi.
"Kenapa lo selalu sebut nama Mail saat sama gue? Jangan-jangan lo suka sama dia, ya?" Melody bertanya tanpa berpikir panjang. Ia melakukan itu untuk menutupi rasa gugup yang tiba-tiba muncul.
"Nggak ada, Melody. Jangan ngawur kalau ngomong. Satu aja nggak kelar-kelar, gue nggak mau nambah beban lagi." Nirmala kembali membuka buku yang tadi sudah ia tutup. Niatnya ingin menemani Melody, tapi gadis itu malah membuatnya mengingat Gerry. Entah kenapa, Nirmala menjadi sensitif jika membahas mengenai perasaan.
"Iya, maaf. Gue nggak maksud gitu, habisnya lo sama Damar hobi banget godain gue sama Mail. Kalau gue baper, gimana?"
Nirmala tidak menyahuti ocehan Melody lagi, mood-nya sedang buruk sejak teringat kekasih yang tak pernah menganggapnya ada. Suara dari bibir Melody yang mengunyah makanan melatarbelakangi kegundahan hatinya.
Pandangannya beralih pada halaman utama sekolah yang menjadi tempat multi fungsi saat jam istirahat. Sekali pun banyak tubuh yang mengisi setiap ruas tempat lapang itu, hanya ada satu paras yang ia tuju. Bibir yang tak pernah menyapa dan tersenyum lagi padanya. Tangan yang sedang mendribel bola orange juga tak pernah menyentuhnya. Lelaki itu tertawa lepas bersama teman dan lawan mainnya. Tawa yang harusnya ia miliki, tawa yang harusnya selalu ada di antara mereka.
Gadis itu menghela napas, saat lelaki berstatus pacarnya itu bergabung bersama teman-temannya. Hingga saat dua pasang mata sejoli itu bersirobok, jantung Nirmala berpacu sangat cepat. Ia segera berpaling sebelum perasaannya semakin bergemuruh.
Nirmala beranjak dari tempatnya dengan perasaan gugup. "Ke kelas, yuk, Mel. Bentar lagi mau bel."
"Masih lima belas menit lagi, bentar lagi, ya. Gue habisin jajan dulu," ucap Melody setelah mengecek jam di ponsel.
"Terserah lo, gue duluan." Nirmala melangkah meninggalkan Melody. Kenyataannya, dia terlalu takut untuk memulai percakapan lagi dengan Gerry, ditatap begitu saja sudah membuat nyalinya menciut. Padahal ia hanya ingin memastikan bagaimana hubungan mereka yang sebenarnya.
Melody segera memasukkan sisa makanannya kembali ke kantong plastik. Ia mengejar langkah Nirmala disertai dumelan.
******
"Udahan, habis ini masuk," tegur Soni. Hanya dia yang tidak ikut turun ke lapangan, lelaki yang jarang bicara itu tidak mau kelelahan dan mengantuk saat pelajaran. Dia tidak ingin ketinggalan apa pun dari materi yang disampaikan oleh pengajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirmala (END) ✓
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Update seminggu sekali. Akselerasi, terkenal dengan murid jenius serta kutu buku. Tidak ada banyak waktu bermain sehingga membuat mereka hanya memiliki sedikit teman. Apa yang terjadi, jika kelas itu dipenuhi dengan gelak tawa...