Suara serangga malam menjadi teman Nirmala yang tengah bermain dengan rumus. Berbagai macam buku paket Kimia dari beberapa percetakan masih terbuka di atas meja kayu berbentuk lingkaran. Kali ini Nirmala memilih tempat di teras belakang sembari merasakan angin malam yang membelai wajahnya. Ia tidak ingin kantuk atau rasa lain mendatanginya lagi, gadis itu hanya akan fokus dengan mimpi.
Usapan lembut di puncak kepalanya, membuat gadis itu menegakkan punggung. "Ibu buatin susu, habis itu kamu tidur. Besok disambung lagi belajarnya," ujar Nuri sambil meletakkan segelas susu putih di antara celah buku.
"Makasih, Bu. Ini masih nanggung, bentar lagi." Gadis itu menghabiskan minuman yang selalu dibuatkan oleh Nuri sejak kecil sampai dia sebesar ini.
Nuri menarik kursi lain ke sisi putrinya, lalu ia duduk di sana. "Ya, udah. Ibu temenin." Nirmala tersenyum mendengarnya, ia segera melanjutkan belajar selagi Nuri bermain dengan ponel pintarnya.
"Kamu lulus kurang berapa tahun lagi?" tanya Nuri.
Nirmala menahan gerakan tangan untuk menjawab pertanyaan ibunya. "Udah dapet setahun, kurang setahun lagi, Bu."
Nirmala mengangguk sembari berdeham. "Cepet banget, terus gimana soal pembayaraan. Apa masih ada yang harus dibayar sebelum kamu lulus? Ibu nggak mau, ya punya utang ke sekolah."
Nirmala menahan napas. Ia tidak memberi tahu ibunya soal beasiswa yang terancam, dia tidak ingin melihat orang kesusahan karenanya. Nirmala tidak tega melihat orang-orang tersayangnya pontang-panting mencari sepeser rupiah. Nirmala tersentak saat lengannya disentuh Nuri.
"Besok aku tanyain ke TU dulu, tapi seingat aku semua udah lunas, kok," jawab Nirmala pelan.
Nuri menyetujui usul Nirmala, ia pamit ke dalam karena tidak tahan dengan dinginnya angin malam yang menusuk ke tulang. Nirmala menengadah, menatap rembulan dalam bentuk lingkaran sempurna. Ia meminta kekuatan untuk menyelesaikan ujian kehidupan ini.
****
Toni yang siap berangkat menuju pelanggan, harus kembali ke rumah untuk memanggil istri dan anaknya agar melihat apa yang ada di halaman. Sesampainya di halaman, ada sebuah truk besar yang berisi bahan-bahan bangunan.
"Maaf, ini semua buat apa? Kita tidak berbelanja bahan bangunan, Pak," ujar Nuri takut salah alamat.
Seorang laki-laki gemuk mendekat, lalu bertanya, "Tapi ini benar rumahnya Ibu Nuri Maulida, kan?" Nuri mengangguk.
"Berarti kita tidak salah, kami juga hanya bertugas, soal untuk apa-apanya kami tidak tahu."
"Bu, nanti jangan-jangan penipuan, terus kita yang suruh bayar semuanya," bisik Nirmala yang berdiri di antara kedua orang tuanya.
Namun, sebelum gadis itu mendapat jawaban, ada sebuah mobil mewah yang berhenti di depan truk. Satu keluarga itu masih menunggu siapa gerangan yang kesasar ke rumahnya sepagi ini. Biasanya orang-orang kaya yang memesan kue hanya melalui chat. Kemudian keluarlah dua orang wanita dari pintu berbeda. Mereka berdua menghampiri satu keluarga yang tampak bingung serta ketakutan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirmala (END) ✓
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Update seminggu sekali. Akselerasi, terkenal dengan murid jenius serta kutu buku. Tidak ada banyak waktu bermain sehingga membuat mereka hanya memiliki sedikit teman. Apa yang terjadi, jika kelas itu dipenuhi dengan gelak tawa...