Soni dan Wildan saling melempar bingung dengan sikap kedua sahabatnya yang menjadi pendiam. Jika diamnya Gerry sudah sejak pagi, lain dengan Haikal yang berubah seperti mayat hidup setelah jam istirahat usai. Suasana ruang musik yang biasanya gaduh saat pulang sekolah, kini hanya ada keheningan.
"Tumben lo diem, uang bulanan udah habis?" tanya Soni pada Gerry, lalu beralih pada Haikal. "Lo juga aneh, nggak lagi kesambet arwahnya Mbak Mawar, 'kan?"
"Iya, nih. Diamnya kalian itu sesuatu yang patut dipertanyakan, kayak putus sama pacar, eh, lupa kalau Haikal belum laku," sahut Wildan disertai cengiran, "tapi, Mbak Mawar siapa, Son?" Mata besarnya tertuju pada laki-laki berhidung mancung.
Dahi Soni berlipat sembari membalas tatapan Haikal dan Wildan. "Kalian nggak tau Mbak Mawar yang jaga sekolah?"
"Ngaco lo, mana ada kayak gituan di sekolah?" balas Haikal tak terima.
Gerry menyahut dengan suara pelan. "Ada, kata Kak Jasmin dulu di sini sering ada kejadian anak-anak kesurupan, tiap mau ujian pasti ada yang kumat. Sekarang udah nggak, udah jinak."
"Mbak Mawar udah pergi dari sini, gitu bukan maksudnya?" tanya Wildan lagi masih belum puas dengan jawaban.
"Belum, pohon beringin di parkiran motor itu rumahnya Mbak Mawar. Kalau masih nggak percaya, gue bisa panggilin." Soni menjawab yakin.
"Percaya! Iya, gue percaya." Wildan menjawab dengan suara lantang sambil mengusap tengkuknya yang meremang. Sedangkan Haikal meneguk minuman kaleng bersoda untuk menutupi rasa kagetnya soal Mbak Mawar.
Lelaki berhidung mancung membuang napas. Ia kembali fokus pada Gerry dengan pandangan kosong. "Jadi ... lo kenapa? Ada masalah lagi sama Nirmala?"
Gerry melirik orang yang selalu paham akan dirinya. "Nggak ada, gue udah putus sama dia. Dia yang mutusin gue."
"Anjir!"
Haikal terbatuk-batuk setelah menyemburkan isi mulutnya tepat ke wajah Wildan. "Kampret lo! Kalau mau ngomong liat suasana dulu, kek. Jangan asal ceplos, sakit banget tenggorokan gue, njir."
"Lo juga liat-liat dong kalau mau nyembur, nying! Harusnya ke Gerry, ngapain ke gue!" timpal Wildan tak kalah kesal. Lelaki itu sampai melepas almamater untuk mengusapi wajahnya yang basah.
Seolah tak peduli dengan keributan kecil itu, Soni masih tertegun dengan pernyataan Gerry. "Serius dia yang mutusin lo?" tanyanya lagi.
Suara kekehan geli dari lelaki jangkung itu terdengar menyakitkan. "Udahlah, nggak usah bahas dia lagi. Nggak penting! Dari awal emang nggak seharusnya gue macarin cewek miskin itu. Gini, 'kan gue jadi tenang," terangnya.
Haikal berdeham untuk meredakan panas di tenggorokan. "Lo kapan putus?"
"Baru kemarin," jawab Gerry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirmala (END) ✓
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Update seminggu sekali. Akselerasi, terkenal dengan murid jenius serta kutu buku. Tidak ada banyak waktu bermain sehingga membuat mereka hanya memiliki sedikit teman. Apa yang terjadi, jika kelas itu dipenuhi dengan gelak tawa...