👒 ANTARIKSA 10 👒

312 40 102
                                    

Pagi ini, Antariksa High School terguncang. Seperti Gunung Bromo yang mengeluarkan lava dingin, mengejutkan. Jika dulu, Jasmin dan Gibran yang mendapat gelar best couple of Antariksa. Disusul para netizen yang memberi sebutan Antariksa Squad pada Jasmin, Gerry, Damar, serta Gibran yang tidak pernah jauh dari samping Jasmin.

Tidak banyak di antara mereka yang menyaksikan fenomena pagi ini dengan pandangan terkejut serta mulut terbuka. Ada lagi yang berusaha menelan saliva dengan susah payah.

"Nggak usah peduliin mereka. Nggak usah didengerin, nggak usah diliat! Fokus sama aku aja. Anggap mereka itu burung pipit yang laper," kata Gerry dengan tangan kanan yang menyatu dengan jemari lentik Nirmala. Sesekali, gadis itu menaikkan pandangan untuk memastikan tidak ada hambatan dalam perjalanannya, tapi, ia lebih banyak menunduk.

"Aku ...."

"Ssttt, kamu gak perlu ngomong apa pun." Gerry mengaduh saat tubuhnya membentur benda yang teramat keras. "Siapa yang naruh tiang di sini, sih?" makinya pada beton yang menjulang di hadapannya.

Damar, Gibran serta Jasmin yang irit senyum pun tergelak melihat Gerry kesakitan.

"Aku tadi cuma mau bilang awas, Kak. Tapi malah dipotong. Sakit, ya, Kak?"

Lengkingan suara jeritan para kaum wanita terdengar saat Nirmala menyentuh dan meniup dahi Gerry yang sedikit memerah.

"Dulu pas aku jatuh, Ibu selalu giniin, Kak. Biar adem katanya," ujar Nirmala masih mengurut dahi Gerry agar tidak membengkak.

Gerry menatap intens pada Nirmala dengan jarak sedekat ini. Menikmati aroma apel yang menguar dari tubuhnya. Nirmala yang tersadar pun menarik diri ke belakang.

Jasmin menarik tas Gerry yang tersampir di bahunya untuk memasuki lift menuju lantai atas "Buruan masuk!" seru Jasmin sebelum pintu baja itu tertutup kembali.

Gerry kembali menggenggam tangan Nirmala seperti semula saat memasuki lift hingga tiba di kelas Akselerasi.

*****

"Lo mau ke mana?"

Damar yang mendapat amanah dari Gerry untuk menjaga dan mengawasi Nirmala, benar-benar menjalankan tugas dengan baik. Awalnya ia memang menolak, karena Gerry tidak memberinya alasan yang kuat. Hingga Gerry mengatakan semuanya, alasan kenapa dia menjadi posesif kepada Nirmala.

Sejak saat itu, Damar mengawasi setiap gerakan Nirmala. Bahkan, dia juga tidak segan mengikuti ke mana gadis itu akan pergi. Damar juga akan bertanya dengan kalimat yang sama saat melihat Nirmala akan meninggalkan kelas.

"Ke toilet. Kenapa, sih?" tanya Nirmala bingung sembari terkekeh masam. Beberapa hari ini, gadis itu merasa tidak nyaman dengan sikap Damar. Seolah dia adalah seorang tawanan.

"Nggak apa-apa. Kirain aja mau ke kelas Gerry." Damar menampilkan cengiran yang menyebalkan.

Nirmala menggeleng pelan seraya meninggalkan kelas. Bel masuk baru saja berbunyi saat dia sampai di depan pintu toilet perempuan.

Bentar aja kok, gumamnya sebelum akhirnya masuk ke dalam.

Nirmala melipat dahi saat mendengar suara-suara bentakkan kemudian suasana toilet menjadi sepi. Apa mungkin ada pemeriksaan murid yang bolos? Setelah selesai dengan urusan WC, Nirmala segera keluar dari bilik.

Tubuh Nirmala menegang. Saat ia mencuci tangan di wastafel, tiba-tiba ada yang memeluk lehernya dari belakang. Namun, gadis itu bisa melihat dengan jelas dari pantulan kaca. Ia tidak menemukan kalimat yang tepat untuk melawan.

Nirmala (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang