Suasana riuh tampak saat siswa keluar dari kelasnya masing-masing. Akan tetapi, tidak dengan kelas Akselerasi. Para penghuni masih tenang di bangku masing-masing. Sekali pun tidak ada guru yang berdiri di depan kelas, mereka tetap mengerjakan tugas kelompok yang akan dikumpulkan lusa.
Nirmala, gadis berdagu lancip itu satu kelompok dengan Damar, Melody, dan juga Mail. Ia bertugas sebagai notulen karena tulisannya yang paling rapi, sedangkan anggota lainnya mencari jawaban dari berbagai media.
“Kalau nggak selesai, kita lanjutin di rumah gue aja, ya,” usul Nirmala. Merasa tidak yakin jika seratus soal Astronomi itu akan selesai saat ini. Mereka masih menjawab tiga puluh soal dari barisan nomor tersebut.
“Ide bagus. Keselamatan perut gue akan aman di sana,” sahut Mail.
Melody berdeham. “Di rumah gue juga banyak makanan. Gimana kalau di rumah gue aja?” ucapnya setelah menatap datar pada Mail.
“Udah, sekarang kita kerjain dulu. Soal nanti, bisa menyusul. Nih, jawabannya nomor 33.” Damar menghentikan perdebatan yang akan membuang waktu percuma. Lelaki itu menyodorkan buku yang sudah terbuka pada Nirmala, menampilkan jawaban yang tepat sesuai perintah pada selembar kertas di tengah meja itu.
Gadis itu segera menyalin jawaban pada lembar yang berukuran A4. Ia sempat tersenyum simpul melihat ekspresi Melody yang mendengkus ke arah Mail. Melody termasuk tipe orang sensitif, ia akan mudah tersinggung dengan apa yang orang lain katakan. Namun, gadis ceria itu sangat baik bagi Nirmala. Meskipun suaranya sering memekakkan telinga, perhatian kepada sesama menunjukkan sisi lain dari diri Melody.
“Woi, Damar!” panggil Gerry dengan suara nyaring dari ambang pintu kelas Damar.
Semua kelopak mata tertuju pada sumber suara untuk memastikan siapa pemiliknya, termasuk Nirmala. Hanya sekilas, gadis itu segera menundukkan kepalanya saat mengingat insiden memalukan Gerry pagi tadi.
Gerry terkekeh sembari melangkahkan kaki pada Damar yang satu kelompok dengan Nirmala. Ia memaksa duduk di bangku yang Damar tempati sembari mengalungkan satu lengan pada bahu saudaranya itu. Atensi Gerry tidak terlepas dari gadis yang duduk di hadapannya.
“Ngapain lo senyum-senyum?” tanya Damar. Meski sebenarnya ia sudah paham dari tatapan Gerry pada Nirmala.
“Kenalin ke gue,” bisik Gerry. Akan tetapi, Nirmala masih bisa menangkapnya dengan samar. Gadis itu mulai tidak nyaman dengan kehadiran dan tatapan Gerry.
"Kenalan sendirilah, masa gitu aja nggak berani?” jawab Damar.
Gadis yang memiliki gigi putih rapi dan mata bersinar itu beranjak dari tempatnya. Buku-buku besar yang menjadi referensi tugas sengaja ia pegang, tidak dimasukkan ke dalam ransel. “Gue pamit pulang duluan, ya. Udah sore. Yang belum selesai, biar gue kerjain di rumah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirmala (END) ✓
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] Update seminggu sekali. Akselerasi, terkenal dengan murid jenius serta kutu buku. Tidak ada banyak waktu bermain sehingga membuat mereka hanya memiliki sedikit teman. Apa yang terjadi, jika kelas itu dipenuhi dengan gelak tawa...