Grasilda menatap Hendri yang sama sekali tidak menoleh padanya. Ia genggam tangan kekar ayahnya itu.
"Pah... Aku mau pamit." Hendri tetap diam tanpa menoleh sama sekali. Di belakangnya sudah ada orang yang membawa koper nya. Grasilda menoleh kesal ke arah Audy juga Maya yang menatapnya menyeringai.
"Gue akan pergi, meski gue gak suka kalian, gue harap kalian tetap jaga papa"
Grasilda lalu menoleh ke arah Vela yang langsung memeluk nya erat.
"Gue antar lo sampai ke bandara"
"Gak usah, kan ada supir juga" jawabnya lemah.
Grasilda lalu melangkahkan kakinya keluar kediaman Georgia, saat ia membuka pintu rumah nya itu, ia menoleh ke belakang.
"Aku pamit" lirihnya lalu langsung keluar dari rumah nya.
Di dalam mobil, Grasilda hanya menatap jendela mobil, tatapannya kembali kosong. Ia masih ingat ayah nya yang sama sekali tak melihat nya, di dalam hatinya ia berharap Hendri mengatakan sesuatu seperti ' kamu baik baik disana' sederhana, namun ia sama sekali tak mendapatkannya.
Grasilda sampai di bandara, ia berharap ada seseorang yang menunggu nya untuk hanya mengucapkan selamat tinggal. Namun ia sama sekali tak menangkap orang yang di harapkannya. Ia berpikir orang itu pasti berangkat sekolah, dia anak teladan, Zean.
Grasilda menghela nafasnya, lalu melihat sebuah tiket pesawat yang ada di genggamannya.
"Prancis... Aku tidak mau pergi" gumamnya. Grasilda menggulung tiket itu dan langsung di buang ke tempat sampah.
Grasilda tidak akan pergi ke Prancis, namun ia akan tetap pergi ke luar negeri. Sebelumnya ia sudah memikirkan ini dan dia sudah mengambil keputusan untuk tidak pergi ke Prancis, melainkan Korea. Grasilda pernah pergi ke Korea saat masih kecil bersama ibu nya, Penelopy. Ia segera membeli tiket penerbangan menuju Korea, dan akhirnya ia bisa pergi ke tempat itu lagi untuk yang kedua kalinya, hanya saja kali ini ia sendiri, benar-benar sendiri.
***
Hendri menatap sebuah poto yang ada di genggamannya. Disana ada dua orang yang tersenyum lebar ke arah kamera. Orang yang ada di poto itu tak lain adalah puteri-puteri nya, Gracya Vavela juga Grasilda Lucyana.
Hendri memeluk poto itu sambil memejamkan matanya."Kenapa kau lakuin ini nak, kalau saja kamu tak melakukannya. Semua tidak akan begini, kamu tak akan pergi" Sudah lima hari Grasilda meninggalkan negara ini, Hendri masih merindukan puteri nya itu namun ia tak mempunyai keberanian untuk menghubungi nya. Biarlah waktu yang mengatasi kerinduan nya.
Tak lama, suara handpone yang berada di nakas itu berbunyi. Segera ia mengangkat dan mendengarkan suara yang ada di seberang.
"Baik, saya kesana" ucapnya dan segera bersiap siap untu pergi ke rumah sakit. Hendri masuk ke dalam mobil ditemani oleh Maya, istinya.
"Keina sudah sadar, dia akan menceritakan semuanya" ucap nya pada sang istri.
"Iya, untunglah" balasnya.
Mereka tiba di rumah sakit sejahtera dan langsung memasuki rumah sakit itu dengan terburu-buru, diikuti Maya dari belakang. Saat mereka masuk ke ruang 76, mereka bisa melihat wanita paruh baya dengan gadis di sebelahnya, ya dia ibu Keina dan juga Audy.
"Permisi" ucapnya lalu menyimpan buah-buahan yang dibelinya di jalan di atas nakas. Audy berdiri lalu mempersilahkan duduk pada Hendri.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRASILDA [SELESAI]
Roman pour AdolescentsSebagian cerita dirombak, tapi alurnya tetap sama kok. Mungkin ada sebagian bakal ada yang gak nyambung karena dirombaknya kan dari chapter awal tanpa unpublish. Tapi secepatnya dirombak semuanya biar nyambung chapter awal sampai akhir. Kalau ada tu...