🌻MBBIS🌻22

58.2K 3.4K 55
                                    

Happy reading🌹


Kita tidak tahu kemana hati kita akan menuju. Memilih tempat yang bisa dijanjikan aman dan bisa menjaga hatinya jauh dari kata sakit.

Namun, ada yang sudah menetap tapi belum tentu perasaannya. Ada juga yang belum menetap namun sudah yakin akan perasaan tersebut.

Disini Alle yang sudah meyakini perasaan terhadap Rangga pun tiba-tiba mendadak bingung. Dia sendiri juga tidak begitu yakin akan hal ia jalani sekarang. Namun, ia mencintai laki-laki itu, jadi apa permasalahannya?

Sungguh kenapa ini menjadi sangat rumit? Ingatkan perasaan perempuan itu sensitif, jadi wajar Alle merasa ada hangat saat bersama orang lain. Namun ia masih ingat bahwa ia masih mempunyai Rangga dan ia mencintai laki-laki tersebut.

Hari ini Alle berangkat sendiri karna kekasihnya itu ada acara keluarga, jadilah gadis itu terpaksa naik taksi guna sampai disekolah.

Dan seperti biasanya, gadis itu selalu menjadi nomer satu saat sampai dikelas, pasalnya tidak ada satupun orang dikelasnya, kecuali dirinya. Jadilah Alle lebih memilih untuk menemui Arland, guna mengantar pesanan cowok itu.

Tampaknya hari ini Alle akan berbaik hati sedikit, ia tidak akan memprotes lagi saat cowok itu akan memperintahnya.

"Eh, Pan. Arland mana?" tanya Alle pada Panji yang sedang kebetulan lewat dikoridor. Tumbenan sekali Panji datang lebih awal dari sebelumnya.

Panji yang sedang sisiran rambut pun lantas menoleh dan tersenyum lebar. "Ciee yang nyariin babang pangeran," kata Panji menurun-naikan alisnya.

"Tau gak?!" kata Alle langsung ngengas.

Panji pura-pura terlonjak seraya memegangi dadanya. "Tadinya manis pas nanya, lo tau gak All?" kata Panji mendekatkan diri.

"Apaan?" tanya Alle malas.

Panji pun hendak berbisik namun diurungkan karena mendapat geplakan dari Alle. "Lo cantik kalau lagi gak galak, ada manis-manis--Uyuhh!! Sakit oneng!" protes Panji kala Alle dengan ganasnya mencubit lengannya.

"Gue nanya Arland. Bukan denger gombal buaya lo!" sembur Alle galak.

Panji malah cengengesan. "Minta nomer Safir dulu, baru gue kasih." ujar Panji tersenyum amat lebar.

"Gak!" tolak Alle ketus.

"Yaudah, gak jadi gue kasih tau." kata Panji santai. Padahal dalam hatinya ia ingin sekali mendapatkan nomer si Safir.

"Ck, yaudah. Tapi jangan macem-macem lo yah, tuh anak bisa ngamuk." ujar Alle mewanti-wanti cowok itu.

"Asyiapp, beres pokoknya!" seru Panji dengan semangatnya.

"Udah gue kirim. Sekarang Arland dimana?" desak Alle. Pasalnya murid sudah banyak yang berdatangan, pasti sebagian kepo akan adanya mereka disini.

Panji melirik paper bag yang dibawa Alle jahil. "Apaan tuh, enak bener katanya." kata Panji bertele-tele membuat Alle geram ingin mencekik cowok itu.

"Hehee, matanya biasa aja entar keluar." ejek Panji cengengesan. Kemudian memperbaiki jambulnya. "Ada dimarkas sendiri, lo ke sana aja. Tapi jangan dipaksa buat masuk kelas, tuh bocah lagi ada masalah." kata Panji nampak serius saat ini.

"Yang semalem itu ya?" Alle mencoba mengingat-ingat markas para cowok itu. Dan ya, ia ingat saat Arland membawanya ke sana.

"Iya Jumin."

Alle pun mengangguk singkat kemudian berlari menuju keluar gerbang.

Ditempat Panji cengengesan sendiri, kemudian membuka ponselnya yang menampilkan nomer Safira.

My BadBoy In Sweet ✔️[SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang