"Aku tidak bisa merangkai rasa menjadi kata. Aku hanya bisa menjaganya bersama doa. "
Umi dan Ima berangkat menuju pesantren. Selama di perjalanan Umi bercerita bahwa anak Ustadzah Aiza sama usianya dengan Hasbi. Namun, ia belum pernah bertemu. Dengan semangat Umi menceritakan Ali yang ternyata sudah kenal dengan Hasbi dan Ima hanya menjadi pendengar yang baik bagi uminya.
Setelah sampai di pesantren, Umi dan Ima langsung menemui Ustadzah Aiza yang sudah menantikan kehadiran mereka. Sembari menunggu Umi dan Ustadzah Aiza berbincang-bincang, Ima pun menelusuri koridor pesantren yang pernah ia tempati selama tiga tahun terakhir. Tanpa Ima sadari ia pun berada di sebuah masjid di pesantren ini dan mendengarkan seseorang mengaji dengan merdunya membaca surah Al-Mulk. Hati Ima seketika bergetar akan keindahan lantunan ayat suci Al-Qur'an tersebut. Air matapun mulai menetes perlahan membasahi pipi lembut Ima dan Ima pun langsung menghapusnya. Seketika orang tersebut menyudahi bacaannya dan berdiri.
"Dia? "batin Ima.
Ima sontak terkejut dan langsung beranjak dari posisi berdirinya. Ima berjalan tergesa-gesa menuju tempat yang lain. Ima langsung melangkahkan kakinya memilih berjalan ke arah Umi dan Ustadzah Aiza. Seketika Umi dan Ustadzah menyapa Ima yang membuat Ima sedikit kaget.
"Ima.. "panggil Umi.
"Astagfirullah.. Eh.. I-iyaa umi. "kaget Ima.
"Kenapa sih kayak habis main kejar-kejaran aja."ucap Umi heran.
"Gak ada kok Umi, tadi Ima habis nostalgia sama masjidnya. "jawab Ima mencari akal."Maafkan Ima bohong, Ya Allah. "batin Ima.
"Maryam, itu anakku. "tunjuk Aiza kepada Ali.
Seketika Ima langsung menunduk dalam, ia takut Ali menyadari keberadaannya tadi.
"Wah, ternyata benar ya, anakmu sungguh tampan, sholeh lagi. "puji Maryam.
"Assalamualaikum tante. "salam Ali pada Maryam.
"Wa'alaikumsalam. "balas Maryam sambil menerima salaman dari Ali.
"Ima, sini! Kenalan dulu. "ucap Maryam, Uminya.
"Udah umi. "balas Ima singkat.Ali terkekeh melihat sosok Ima yang selalu menunduk. Cantik. Itu pikiran Ali terhadap Ima. Ima memang sungguh cantik, hidungnya mancung, alis mata tebal, bulu mata lentik, kulit putih bersih, dan tubuhnya yang tinggi ideal menambah sosoknya terlihat bak bidadari dunia.
"Ya udah, kita pamitan dulu ya Aiza. Jangan lupa ke butik aku. Assalamualaikum."ucap Maryam dan diikuti Ima.
"Insha Allah, aku akan ke butikmu. Waalaikumsalam."balas Ustadzah Aiza ramah.
Sampainya dirumah, Ima langsung membantu Umi memasak di dapur untuk makan malam nanti. Setelah memasak Ima dan Umi menunaikan Shalat Maghrib sembari menunggu Abi dan Hasbi pulang dari masjid sampai selesai menunaikan Shalat Isya. Ima selalu mengisi kekosongan setelah sholat maghrib dengan tilawah Qur'an.
"Nak Ali tu baik ya, Ima. "ucap uminya membuka pembicaraan.
"Hmm. "balas Ima seadanya.
"Hafizh Qur'an pula, lelaki idaman. "sambung uminya.
"Iya. "balas Ima.
"Dia juga pintar kan. "tambah uminya lagi.Ima hanya mengangguk ucapan uminya. Jangan tanyakan kenapa, ya sudah jelas jantung Ima berolahraga lagi hanya dengan mendengar nama Ali disebut.
"Kok kamu hmm, iya, diam aja. Kamu gak kagum gitu sama Ali. "Maryam seperti ingin meneliti pikiran anaknya.
"Ya... Ima gak tau aja mau jawab apa. "kekeh Ima menutupi kegugupannya."Kamu gak kagum ya sama Ali?"tanya Umi mengelabui Ima.
"Bang Hasbi pun kan hafizh Qur'an juga Umi."balas Ima kesal karena digoda Maryam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku Mengikhlaskanmu [ Sudah Terbit ]
Teen FictionBisakah kau bayangkan daun yang layu bertahan pada ranting yang lemah dan disapa cuaca tak ramah? Aku wanita penuh dengan luka. Sudah berapa kali aku bilang, jangan singgah jika hanya untuk bermain-main. Aku sudah tau rasanya kehilangan. Jadi tak pe...