"Sekuat apapun perasaanmu pada satu nama, pada akhirnya kau akan tetap tunduk pada ketetapan Allah. "
Ali mengendarai mobilnya menuju suatu tempat. Tempat dimana ia bersama abinya sering bersama. Masjid Al-Furqon. Letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Ali. Semua kenangan tentang Abi begitu terekam indah di memori Ali. Ia sangat menyayangi Abinya itu, namun sayang Allah lebih menyangi Abi Ali untuk kembali kepada Sang Penciptanya.
Flashback on....
"Ali, kita sholat dulu disini ya, Nak. "ajak abi Ali.
"Iya Abi. "ucap remaja lelaki itu, dia adalah Ali.
"Abi sangat nyaman di masjid ini. Sejak kakekmu mendirikan pesantren, Abi selalu diajak kesini. Dan sekarang Abi yang mengajak Ali kesini. "jelas Abi Ali.
"Iya Abi. Ali juga sering ke masjid ini."jawab anak lelakinya itu.
"Kamu harus janji sama Abi jadi anak yang sholeh, berbakti sama orang tua. "ucap Abi lagi.
"Iya Abi. Insha Allah Ali akan membahagiakan Abi sama Umi. Ali ingin memberikan mahkota buat Abi dan Umi di syurga-Nya. "Kebahagiaan di dunia itu hanya sekejap di hati Ali. Kehilangan sosok seorang Ayah yang begitu ia cintai. Abi Ali meninggal karena kecelakaan yang dialaminya ketika hendak pergi keluar kota untuk berdakwah. Ali sangat terpukul apalagi Aiza, uminya. Tapi apa yang harus disesali. Hidup itu adalah cerita pendek, dari tanah, atas tanah, dan kembali ke tanah. Hidup ini memang singkat. Ketika dilahirkan kita dikumandangkan adzan, ketika meninggal kita dishalatkan. Begitulah singkatnya hidup, hanya berjarak antara adzan dan shalat.
Flashback off...
Ali menyeka air mata yang berhasil lolos dikedua matanya. Ia kembali memasuki mobil dan mengendarai menuju rumahnya. Sampai dirumah, ternyata Aiza telah menantikan kepulangannya.
"Assalamualaikum Umi. "sapa Ali sambil menyalami Uminya.
"Wa'alaikumsalam. "balas Umi menerima uluran tangan anaknya.
"Ali, sekarang kamu istirahat ya. Besok ada yang mau Umi sampaikan. "ucap Aiza.
Ali hanya mengangguk dan tersenyum pada Uminya. Kemudian pamit menuju kamarnya.***
Besoknya Aiza menyampaikan sesuatu hal yang begitu penting bagi Ali.
"Tapi Ali tidak bisa Umi. "ucap Ali frustasi.
"Tidak ada cara lain, Nak. Ini wasiat Abi yang terakhir. "balas Aiza dengan raut wajah sedih.
"Ali tidak bisa Umi. Ali sudah mencintai yang lain. "jawab Ali melemah.
"Dan dia pun sudah tau kalau Ali mencintainya. "lanjut Ali.
"Siapa? "tanya Aiza.
"Ima. "balas Ali singkat.Seketika Aiza mematung mendengar pernyataan anaknya. Kenyataan ini menghantam keras kepala Aiza. Pandangannya pun mulai gelap. Dan Aiza tidak menyadari apa yang terjadi lagi.
"Umiii..."ucap Ali terkejut dan membopong tubuh uminya.
di ruangan serba putih dan berhawa dinging ini, Ali menatap Uminya dengan penuh rasa khawatir sekaligus bersalah. Ia telah menyakiti Uminya. Sosok wanita yang akan ia jaga untuk selamanya dan dengan mudah Ali memberi luka pada wanita itu.
"Umi, bangun... Ali akan menerima perjodohan itu. Ali akan siap Umi. "ucap Ali sambil memegangi tangan Uminya.
Tak lama kemudian Uminya pun sadar, dan Ali langsung menyeka air matanya yang hampir jatuh. Ia sudah berjanji untuk membahagiakan uminya, tapi apa yang ia lakukan sekarang? Hati Uminya tersakiti saat ini. Ia merasa menjadi anak yang bodoh yang tak hirau pada perasaan Uminya."Umi.. Maafkan Ali. "ucap Ali lagi.
"Iya nak. Umi tahu ini sudah takdirnya. "balas Aiza melemah.
"Ali akan menikah dengannya Umi. "balas Ali lagi.
"Kamu yakin? "tanya Aiza.
"Iya. "Ali berusaha tersenyum.
"Lalu, bagaimana dengan Ima? "tanya Aiza lagi.
"Ali akan berusaha meminta maaf. "jawab Ali seketika.
"Nak, hati wanita itu lembut. Jangan kamu sakiti, Umi bukan menyalahkan Ali. Tapi Ali tau kan apa yang Ali lakukan itu salah. Harusnya Ali tidak mengutarakan perasaan sebelum halal. Umi juga wanita nak, Umi tau bagaimana perasaan Ima setelah mengetahui semua ini. "ucap Aiza menasehati anaknya.
"Maafkan Ali Umi. Ali khilaf. "balas Ali dengan lesu.
"Umi, Ali mau minta sesuatu boleh? "tanya Ali lagi.
"Apa? "
"Jangan sampai Ima tau kalau Ali menceritakan segalanya pada Umi. "mohon Ali.
"Tapi nak... "
"Ali mohon Umi.... "potong Ali.Aiza hanya mengangguk pertanda mengiyakan permintaan Ali itu. Ia sungguh sedih melihat Ima yang berada di posisi rumit dan merasakan semua ini. Sejujurnya, Aiza pun begitu menyayangi Ima. Bahkan Aiza sudah menganggap Ima sebagai anaknya.
Ali memasuki kamarnya dan berusaha menenangkan hatinya sendiri. Ia sangat merasa bersalah, terutama pada Ima. Ia khilaf, syetan telah menguasai dirinya dengan membiarkannya terjerumus pada hal yang dapat menimbulkan zina pikiran. Ia salah. Ia salah mengungkapkan perasaannya diwaktu yang belum tepat.
Ingin Ali mengatakan semua ini kepada Ima, tapi ia begitu pengecut. Ya, Ali menyadari ia sangat pengecut karena tidak berani mengatakan kata sekedar maaf kepada Ima. Bukan hanya Ima yang terluka. Ali juga. Bahkan luka yang Ali rasakan begitu hebat.
Mengenai wanita yang akan dijodohkan dengan Ali, ia bernama Humaira Yasna Azzahra. Dia baik bahkan sholehah. Ali pun sempat mengagumi sosok wanita itu. Zahra, panggilan biasa orang memanggilnya. Dia satu sekolah dengan Ali saat SMA. Namun perasaan Ali terhadap Zahra hanya sebatas kagum terhadap sifatnya, tidak sama halnya dengan Ima yang membuat Ali jatuh cinta semua tentangnya.Flashback on...
Saat itu Ali pergi ke perpustakaan untuk mencari sebuah buku pelajaran yang akan dipakai untuk belajar besok. Ali menyusuri setiap lemari perpustakaan dengan teliti. Ternyata hanya ada satu buah buku yang tersisa. Saat Ali mau mengambil buku itu, ternyata sudah ada tangan yang mau mengambilnya.
"Afwan Akhi saya tidak tau kalau akhi mau mengambil bukunya. "ucap wanita itu terkejut.
"Iya ukhti, gak papa. Bukunya ukhti aja yang ambil."tawar Ali.
"Gak papa, sama akhi aja. Akhi perlu kapan? "tanya wanita itu lagi.
"Sebenarnya besok."ucap Ali.
"Ya udah, Ana minggu depan. Akhi saja pakai dulu. "ucap wanita itu dengan senyum ramah.
"Syukron Ukhti. "balas Ali.
Dan ia hanya mengangguk.Saat itu Ali mengagumi sifatnya yang ramah. Ia salah satu siswi yang berpakaian sopan di sekolah umum seperti sekolah Ali ini. Ali pun mencari tahu tentang identitas wanita itu dan ternyata ia anak dari sahabatnya abi Ali.
Setelah cukup mengenal wanita itu, Ali sering bertemu dikarenakan mereka mengikuti ekstrakurikuler yang sama. Ali dan Zahra sama-sama ahli di bidang kerohanian. Mereka melakukan pembinaan keagamaan setiap seminggu sekali. Memang Ali akui bahwa ia hanya mengagumi Zahra saja, tidak lebih. Dan setelah mereka terpisah karena melanjutkan Pendidikan pada perguruan tinggi, Ali seketika melupakan perasaan kagum terhadap Zahra. Tepatnya, tak terpikir lagi sosok Zahra di hatinya.
flashback off...
"Ima? Bagaimana kabar wanita itu sekarang? " ucap Ali membatin.
"Kak Ali harap Ima gak marah sama kakak. Kakak minta maaf Ima. Kakak tau kamu pasti marah sama kakak. Kamu pasti bakal kecewa, tapi ini takdir. Kita tidak bisa bersatu. Dan kak Ali minta maaf atas semuanya. Kak Ali datang dan pergi begitu saja dalam hidup Ima. Kak Ali yakin, wanita sebaik Ima akan mendapatkan yang terbaik. Dan kak Ali selalu mendoakan itu. "ucap Ali dengan lirih.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku Mengikhlaskanmu [ Sudah Terbit ]
Teen FictionBisakah kau bayangkan daun yang layu bertahan pada ranting yang lemah dan disapa cuaca tak ramah? Aku wanita penuh dengan luka. Sudah berapa kali aku bilang, jangan singgah jika hanya untuk bermain-main. Aku sudah tau rasanya kehilangan. Jadi tak pe...