Pernikahan Hasbi dan Aisyah

1.9K 143 4
                                    

"Doa memang tidak mampu mengembalikan mereka yang kita cintai, namun mampu memberi kebahagiaan kepada mereka. "

Betapa bahagianya dua insan yang sudah berada dalam ikatan halal melabuhkan cinta-Nya kepada Allah. Ya, tepatnya hari ini adalah hari bahagia yang dirasakan oleh Hasbi dan Aisyah. Ima sangat beruntung akhirnya Hasbi menikah dengan sahabatnya. Dalam hati Ima bergumam, "Ya Allah, hamba berdoa untuk orang yang hamba cintai, lindungi mereka, sayangi mereka, dan topang mereka. Karena mereka begitu berarti bagi hamba. "

"Ima.... Kesini. "teriak Hasbi yang melihat adiknya tersenyum haru sejak tadi.
"Hayuk kita foto. "ajak Aisyah.
"Ciee yang udah halal. "goda Ima pada Aisyah. Dan Aisyah memeluk Ima dengan haru.
"Awas cengeng, jangan sampe nangis. Ntar make up nya luntur, lho. "ucap Ima mencegah cairan bening yang hampir saja jatuh pada mata bulat Aisyah.
Semua tertawa melihat Ima dan Aisyah, mereka pun berfoto dengan dua keluarga yang bersatu pada ikatan pernikahan.

Setelah tertawa lepas, Ima membalikkan badannya untuk menuju tempat lain menyapa para tamu. Tapi apa yang terjadi.

Deg.

Badan Ima terasa membeku. Sesak. Semuanya terasa menyakitkan. Ima mematung cukup lama. Ya, tepatnya melihat orang yang dicintai bergandengan dengan wanita lain itu sungguh menyedihkan. Tapi apa boleh buat, toh Ima bukan siapa-siapa masih aja berpikir tentang apa-apa. Merasa kehilangan? Mungkin pernah, tapi Ima sadar. Memilikinya pun belum pernah, mengapa harus merasakan kehilangan? Sejatinya, di dunia ini tidak ada yang benar-benar dimiliki, semua hanya titipan.

Ali melirik ke arah Ima yang masih seperti dulu. Sosok wanita yang selalu menunduk. Walaupun Ima tidak pernah mengatakan secara langsung kepadanya bahwa rasa itu ada, tapi Ali tau kalau Ima memiliki perasaan kepadanya. Untuk saat ini Ali tak bisa berbuat apa-apa. Dengan cepat Ali membuang pandangan ke arah lain agar tak terlihat oleh Zahra. Dan seketika Ima pun menatap Ali. Dalam hatinya, Ima bersyukur Ali tak melihat keberadaannya. Dugaan Ima salah besar, Ali sejenak melihat Ima. Tetapi Ali pun berpikir seperti Ima, bersyukur tak menyadari keberadaan mereka masing-masing.

Daripada Ima merasakan sesak di dada sedari tadi, ia pun memutuskan untuk segera berlalu di hadapan mereka. Namun semua itu sia-sia. Zahra, istrinya Ali langsung saja menyapa Ima.


"Hey, Ima. "sapa Zahra melambaikan tangannya.
"Hey juga kak. "balas Ima tersenyum.
"Kakak baru tau kalo abang kamu yang menikah. "ucap Zahra antusias.
"Hehehe, sekarang udah tau kan kak? "balas Ima dengan cengiran khasnya.
"Iya Ima. "jawab Zahra yang tersenyum pada Ima.


Sedangkan Ali, ia menatap keduanya dengan senyuman. Seketika matanya berhasil menangkap mata Ima. Ima langsung menunduk. Senyum Ali bagi Ima sangat menyakitkan. Ima tak tahan lagi harus berdiam disini, dilihatnya Ali dan Zahra menghampiri Hasbi dan Aisyah dan disaat itu Ima mempercepat langkahnya menuju entah kemana. Asal tak melihat Ali lagi. Ali yang menyadari ketiadaan Ima, langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat. Namun nihil, ia tak melihat Ima lagi.

Dengan air mata yang sekuat tenaga dibendung, Ima berkata lirih. "Ingin rasanya kembali menjadi gadis kecil umi yang menangis karena bonekanya yang patah, bukan hatinya. "

Ima masih terus berjalan dan berhenti di sebuah taman belakang rumahnya. Ia hanya ingin menikmati kesendirian saat ini.

"Minimal seumur hidup kau akan dipertemukan dengan seseorang yang membuatmu terbentur, terbentur lalu terbentuk.
Yang membuatmu tertatih, tertatih lalu terlatih.
Hingga kau menemukan versi terbaru dari dirimu. "

Setelah acara selesai, Ima menghempaskan tubuhnya ke kasur. Hari ini cukup melelahkan bagi Ima. Entah apalagi yang membuat Ima lelah, yang pasti dia masih menjadi pemeran utama dalam kelelahannya sekarang. Sudahlah, sampai kapan Ima harus bersikap seperti ini. Ia pun tak tahu. Ima meraih sebuah diary dari laci lemarinya.

Ima mulai menuliskan sesuatu disana.

"Hati... Bagaimana pun isinya dikatakan lisan atau tulisan, tidak akan pernah ada yang mengerti. Hanya sang pemiliklah yang mengetahui isi hatinya sebenarnya. Mereka tak usah repot-repot menyimpulkan aku seperti apa. Selama aku terlihat dimatamu, sisanya biar aku sendiri yang tahu. Jangan buat aku terlihat buruk karena pikiranmu. "

Semua ada batasnya. Nafas yang kau hirup, tawa yang kau lepas, tangis yang sedu, dan rasa yang tak sampai. Dan itu semua harus dijalani oleh Ima. Mungkin Ima merasa dalam tawanya ia menangis, dalan senyumannya ia merintih, dalam nyanyiannya ia mengeluh, dalam tariannya ia meronta-ronta, dalam hembusan nafasnya ia menjerit. Sampai akhirnya Ima terlalu lupa tentang menangis ketika ingin menangis.
.
.
.
.
.
.



Dalam Diamku Mengikhlaskanmu [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang