"Bila hijrahmu karena Allah, kamu akan terus melangkah walaupun sudah lelah. Perjanalan hijrah itu tidak muda. Hijrah diibaratkan sebagai kereta yang akan membawa kita ke stasiun kemenangan. Bukan kesulitan yang membuat kita takut. Tetapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Maka teruslah berjuang meski duri tajam menggoyak kaki. "
Ima mengendarai mobilnya menuju kediaman Aisyah dan Hasbi. Ternyata Aisyah sudah sejak tadi menunggu kedatang sahabatnya sekaligus adek iparnya ini.
Ima pun mengetuk pintu dan dengan cepat Aisyah membukakan pintu itu.
"Huaaaa... Akhirnya datang juga nih. "ucap Aisyah langsung memeluk."Duh sabar Syah, aku belum ngucap salam nih. Assalamualaikum kakak ipar. "salam Ima.
"Wa'alaikumsalam adek ipar.. Hehehe... "cengir Aisyah. "Ya udah masuk yuk. "tambah Aisyah lagi.Setelah masuk ke dalam rumah, Ima pun memilih duduk di sofa bersama Aisyah. Mereka berbincang-bincang tentang makanan kesukaan Hasbi. Sebelum itu, Ima menceritakan keputusan yang akan Ima ambil.
"Kamu yakin? "tanya Aisyah memastikan.
"Iya Syah. Hati aku udah mantap. "balas Ima lagi.
"Kalau kamu bisa nyaman dengan menggunakan cadar, aku akan tetap mendukung kamu kok. "ucap Aisyah kembali.
"Makasih ya kamu udah mendukung aku. "balas Ima sambil memeluk Aisyah."Ya udah, sekarang kita masak buat kak Hasbi yuk. "sambung Ima.
"Masak apa bagusnya ya? "tanya Aisyah.
"Kak Hasbi itu suka opor ayam sama capcay. Kamu bisa bikin kan? "tanya Ima. Ima akui ia belum terlalu pandai memasak dan sekarang berharap Aisyah bisa memasak ini dengan enak. Dan tidak bisa dipungkiri lagi, kalau Aisyah memang pintar memasak. Ima berencana mau diajarin Aisyah memasak.Hari ini mereka berencana mau mengantarkan makanan yang sudah dibuat itu ke rumah sakit, tempat Hasbi bekerja. Setelah bersiap-siap untuk berangkat, Ima pun melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Selama diperjalanan Aisyah bertanya kepada Ima.
"Aku boleh nanya gak, Ima?"tanya Aisyah.
"Ya bolehlah Syah. Kayak sama siapa aja. Biasanya tuh kamu nanya to the point. "ucap Ima terkekeh.Aisyah sebenarnya takut kalau Ima akan tersinggung dengan pertanyaannya nanti.
"Hmm, aku cuma mau nanya, apa sebenarnya yang mendorong kamu hijrah? "tanya Aisyah penuh hati-hati.
Ima pun menimpali pertanyaan Aisyah dengan senyuman. Ia tau tau kalau kakak iparnya itu takut menyinggung perasaannya.
"Aku ingin aja lebih dekat sama Allah. Aku merasa selama ini jauh dengan-Nya. Aku juga ingin menjalankan sunah-Nya. "ucap Ima tersenyum.
"Dan aku tidak ingin nantinya seseorang mencintai fisikku saja, Syah. Aku ingin imamku kelak bangga dengan sifatku. "tambah Ima membatin.
"Aku salut sama kamu, Ima. "ucap Aisyah tersenyum haru.
Setelah sampai di rumah sakit, Ima pun memparkirkan mobilnya. Dan turun bersama Aisyah berjalan menuju ruangan Hasbi. Sebelum masuk ruangan, Aisyah meminta Ima duluan saja membawa bekal makanan itu karena Aisyah ingin ke toilet sebentar. Ima mengangguk dan berjalan menuju ruangan Hasbi.
Ketika memasuki ruangan tersebut jantung Ima pun bergerak lebih cepat. Ima membisu, ia menyesal mengikuti instruksi Aisyah jika akhirnya akan dipertemukan lagi dengan Ali. Saking kagetnya hampir saja makanan yang dibawanya jatuh ke lantai jika Hasbi tak mengambilnya secara sigap.
"Astagfirullah dek, kok kaget gitu sih. Hati-hati bawanya Ima. "ucap Hasbi.
"Ma-maaf bang, Ima main nyelonong aja masuknya. "balas Ima mencari alasan.
"Aisyah mana?"tanya Hasbi.
"I-itu di toilet. "jawab Ima gugup.
"Bang Ima panggil Aisyah dulu ya. "ucap Ima untuk menghindari Ali. Setelah mendapat anggukan dari Hasbi, Ima pun berusaha keluar dari ruangan itu. Ima berusaha untuk menghindari Ali."Terkadang kamu menghindari sesuatu bukan berarti kamu membencinya, tetapi karena kamu tau bahwa itu salah. "lirih Ima dalam hati.
Ima cukup terdiam beberapa saat. Ia lupa tujuan keluar dari ruangan Hasbi demi menghindari Ali dengan alasan mencari Aisyah. Namun, semua serasa tidak terkendali. Ima bermenung menatap lantai putih rumah sakit.
"Ima... "sapa lelaki itu pada Ima.
Ima sontak terkejut dan membulatkan matanya. Ia sungguh kaget.
"Mengapa dia harus selalu mucul Ya Allah. Mengapa?" Ucap Ima membatin.
"Ima tunggu kakak.. Kamu kenapa selalu menghindari kak Ali, Ima. Jangan sampai silaturrahmi kita terputus Ima. "Ali sungguh tulus mengucapkannya. Suaranya begitu lembut. Ima sungguh tak ingin sebenarnya seperti ini, tapi bukankah salah posisinya jika selalu membuat Ali seperti ini? Ia melakukan semua agar Ali tak mengharapkan dirinya lagi. Wanita yang sudah jelas-jelas tak bersanding dengannya. Ia tak ingin melukai hati Zahra. Ima juga wanita. Melihat posisi Zahra seperti ini ibarat luka hati yang terus menganga. Sampai kapan ia harus menyakiti hati banyak orang, termasuk dirinya.
"Maaf kak Ali. Ima harus pergi. Mulai dari sekarang kak Ali gak usah mikirin Ima lagi. Ima bukan menghindari kak Ali. Tetapi jika Ima masih muncul dihadapan kak Ali bukankah itu salah? Jaga hati kak Zahra, kak Ali. Dia wanita yang baik bahkan sholehah. Jangan sia-siakan wanita sebaik kak Zahra, kak. Ima mohon."jawab Ima perlahan melangkah.
Aisyah yang melihat dari kejauhan perbincangan Ima dan Ali pun menghampiri mereka.
"Ima, mas Hasbi mana? "tanya Aisyah heran. Aisyah tidak tau kalau Ima kenal dengan Ali. Karena sepengetahuan Aisyah, Ima tidak pernah dekat dengan seorang lelaki pun selain keluarganya.
Sontak kesekelian kalinya Ima terkejut dengan kedatangan Aisyah yang tak disadarinya.
"Lho kak Ali kan? Temannya mas Hasbi? Kak Ali kerja disini juga? "tanya Aisyah sekadar berbasa-basi.
"Iya, kebetulan saya kerja disini. "jawab Ali seadanya.
Ima hanya diam. Tak ada yang ingin ia ucapkan lagi. Sudahlah. Terlalu lelah untuk menyampaikan rasa. Situasi ini membuat Ima merasa bersalah pada Allah karena masih saja membuat Ali mendekatinya.
"Ima. "ucap Aisyah sejak tadi membuyarkan lamunan Ima.
"Eeh-eh iya Syah, kak Hasbi di dalam. Ke dalam yuk?"ajak Ima menarik pergelangan tangan Aisyah.
"Kalo gitu saya permisi dulu kak Ali. "ucap Aisyah berlalu.
Ali hanya mengangguk dan sedikit tersenyum. Tanpa Ali sadari, ada hati yang terluka melihat semua kejadian tadi.
"Sampai kapan kamu seperti ini mas? Aku istrimu, kekasih halalmu. Tapi kau berlaku seperti tak memahami rasa ini. Bisakah kau tumbuhkan sedikit rasa untukku? Setelah ijab kabul terucap dan disaat itulah aku mengabdikan seluruh hidupku padamu. Semoga kau segera menyadari arti diriku ini. "ucap Zahra berlalu dengan kehampaan. Ia mengurungkan niatnya untuk memberi suaminya itu makanan yang sudah ia persiapkan buat Ali hari ini.
****
Di tempat lain terlihat tiga orang yang berbahagia.
"Ini tuh Aisyah yang masakin. Aku mah mana enak bikin kek gini. Lebih tepatnya gak bisa. "ucap Ima memuji Aisyah.
"Pintar istriku ini. "tawa Hasbi.
"Ima juga pinter sebenarnya masak mas, cuma pesimis aja. "ucap Aisyah.
"Kalo gitu tugasmu istriku, ajari adek mas sampe bisa masak seenak makanan ini. "ucap Ali dengan senyuman.
"Iya mas, Inshaa Allah. "balas Aisyah dan tersenyum ke arah Ima.
Ima menampilkan deretan gigi putihnya terharu melihat moment bahagia ini dengan suasana yang lain. Walaupun disatu sisi, hatinya sedang melakukan pemulihan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku Mengikhlaskanmu [ Sudah Terbit ]
Teen FictionBisakah kau bayangkan daun yang layu bertahan pada ranting yang lemah dan disapa cuaca tak ramah? Aku wanita penuh dengan luka. Sudah berapa kali aku bilang, jangan singgah jika hanya untuk bermain-main. Aku sudah tau rasanya kehilangan. Jadi tak pe...