Pengajian

1.8K 141 3
                                    

 Wanita muslimah yang baik akhlaknya dan bijak pembawaannya laksana mutiara di langit ketujuh, tak sembarang orang bisa melihat dan menyentuhnya.

Seperti janjinya, Ima mendatangi masjid Al-Furqon untuk mendengarkan pengajian bersama Zahra. Ima memilih duduk di taman dekat masjid sampai menunggu Zahra datang. Ima pun mengeluarkan Al-Qur'an kecil berwana merah jambu untuk membacanya. Dan setelah selesai membawa satu surah Ima pun mengakhiri bacaannya. Tiba-tiba sebuah mobil pun berhenti tepat di depan Ima. Terlihat dua orang yang tak asing bagi Ima. Ali dan Zahra.

Zahra pamit kepada Ali dan menyalami suaminya itu. Ima pun bergegas membuang pandangannya ke sembarang arah berharap Ali tak melihatnya. Tanpa Ima mengetahui kalau Ali meliriknya sekilas.

Zahra menghampiri Ima.

"Udah lama nunggu ya? "tanya Zahra.
"Belum kok kak. "balas Ima tersenyum.
"Ya udah, ke dalam yuk. " ajak Zahra.
Ima mengangguk dan menuruti langkah Zahra.

Sebenarnya kita punya banyak sekali kesempatan untuk memperbaiki diri, hanya saja kadang kita menganggap sepele setiap kesempatan tersebut. Ketika kita melihat orang lain sudah hijrah menjadi lebih baik, kita ingin juga seperti mereka. Tapi tidak jarang kita mendengar bisikan-bisikan yang membuat kita ragu. Semisal kita menjadi takut tidak bisa istiqomah dalam proses memperbaiki diri tersebut. Takut ketika ternyata nantinya keinginan memperbaiki tersebut hanya sesaat saja.

Kalau kamu sedang merasakan kebimbangan seperti ini, kamu harus tau bahwa kamu tidak sendiri. Setiap orang yang ingin berubah menjadi lebih baik pasti merasakaan perasaan seperti ini. Yang mana sebenarnya kita sedang dibisikan oleh setan yang geram melihat kita yang tinggal selangkah lagi untuk berubah menjadi lebih baik. Iya meraka gak akan berhenti berbisik kepada kita karena mereka tidak senang melihat manusia hijrah menjadi lebih baik. Jadi kalau kamu sedang berada di posisi seperti ini, jangan dengarkan keraguan itu. Lanjutkan saja keputusan baiknya karena niat baik memang harus disegerakan.

Ima menghayati kata demi kata yang disampaikan oleh ustadzah yang berada di  atas mimbar. Kebetulan pengajian kali ini khusus untuk para akhwat saja. Hatinya merasa tersentuh dengan setiap kata yang terlontarkan itu.

Dan kebanyakan manusia dekat kepada Allah itu karena tertimpa musibah misalnya. Itu salah. Salah besar.

Jadi gini, untukmu yang tertimpa musibah.  Atas kesedihan dan kepedihan yang kamu alami, bersabar dan bertahanlah! Karena Allah tahu sampai dimana batas kemampuanmu. Kamu kuat ingat itu. LA TAHZAN! LA TAHLA! Allah itu memberi cobaan kepadamu itu pertanda Allah ingin kamu lebih dekat kepada-Nya. Sudah sejauh apa kamu dari DIA? Sungguh DIA tidak pernah jauh darimu. Ingat, fokus pada masalahmu kamu takkan menemukan solusi. Fokus pada Allah, Allah akan berikan solusi disetiap masalahmu. Yakinlah, ketika kesedihan menjatuhkan air mata, disanalah Allah menyuruh kita tersenyum.  Karena sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan.

Ima pun tersedu mendengar ceramah itu. Tanpa Ima sadari, ia sudah terisak kecil sejak tadi. Zahra tau apa yang membuat Ima sedih. Tapi apa boleh buat, Zahra tak ingin Ima mengetahui bahwa ia pun sudah mengetahui semuanya. Setelah acara pengajian selesai, Ima menawarkan Zahra untuk pulang bareng dia dikarenakan Zahra belum dijemput. Tetapi Zahra menolak dan menyuruh Ima duluan dengan alasan takut merepotkan Ima. Ketika Ima mau berjalan menuju mobil, Ima terkejut melihat sosok Ali yang datang menghampiri tempat mereka. Dan langsung saja Ima pamit meninggalkan dua orang itu.

Ima bertekad untuk melupakan segalanya.  Memang sulit melupakan sesuatu yang biasanya membuat bahagia, seakan dipaksa untuk menghapusnya. Ima tak ingin terasa jauh dari sang penciptanya. Ali menatap kepergian Ima dengan menahan perih di dada. Ali bergumam di hatinya, "Kita sama-sama terluka Ima. Kamu terluka karena aku tinggalkan, dan aku terluka karena telah meninggalkanmu." Cukup lama Ali menatap kepergian Ima seakan tak menyadari bahwa Zahra menahan dengan begitu hebatnya. Hati seorang istri yang mana yang tidak sakit ketika mengetahui bahwa suaminya menyukai wanita lain.

Zahra hanya bisa menangis dalam diam. Ia menutup rapat luka yang telah ia terima sejak menikah dengan Ali. Memang benar, Ali tidak mengatakan apapun mengenai Ima kepada Zahra. Namun, bukankah semua ini sudah jelas? Bahkan sudah berapa lama Ali tidak menyadari bahwa Zahra adalah istrinya, dan sudah menjadi tanggung jawabnya. Apakah memang ia berpura-pura tidak acuh? Jujur, Zahra sebenarnya sudah tidak kuat, tapi ia sadar bahwa menikah adalah ibadah paling lama. Mengapa ia tidak berusaha memperbaiki rumah tangganya yang baru seumur jagung? Walaupun kemungkinan terbesar hanya salah satu pihak yang akan berjuang, namun Zahra yakin pelan-pelan Ali akan dapat menerima kenyataan bahwa Zahra adalah pelengkap imannya.

****

Sampai dirumah, Ima mengambil diary kesayangannya. Menulia kata demi kata sesuai ungkapan hatinya.

"Ada sebuah perasaan yang tak bisa diungkapkan menjadi kata-kata dan hanya bisa diceritakan kepada Sang Pencipta. Kalau ini maunya Allah, kita bisa apa?
Berbahagialah dengan jalan hidupmu....
Hidup itu tidak bisa dikatakan mudah.  Begitulah. Selalu terselip rasa perih. Terungkit rasa pedih. Jika bukan dengan meminta kekuatan dari-Nya, tentulah tidak akan bersemangat melalui semua. Bersemangat?
Ya, mencoba melihat sisi terbalik secara positif. Aku memiliki keleluasaan untuk menata dan menapaki masa depan. Memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan kebaikan. Mencari sisi terangnya agar kegelapan dan duka sirna. Aku akan terus berjalan menapaki kehidupan yang Dia berikan. Tidak ada yang boleh disia-siakan. Hidup adalah tempat mengumpulkan bekal untuk keabadian.
Aku sedang disuruh memupuk kesabaran dan banyak melakukan perenungan. Akan tiba saatnya ketika aku kembali berlari, memetik mimpi demi mimpi, dan tetap akan terus berusaha hingga detak jatungku berhenti!!

Ima menutup buku kecil itu dan mulai memikirkan sesuatu. Ima merekam betul isi ceramah tadi. Meresapi setiap isi ceramahnya. Dalam hati, Ima bertekad untuk berubah menjadi lebih baik. Sebenarnya Ima memang sudah merupakan wanita yang baik dan sholeha. Tetapi Ima merasa begitu jauh dari Allah. Ima telah menggantungkan harapan kepada makhluk-Nya. Buktinya Ima pernah diposisi sejauh itu. Ima pernah merasakan kata kecewa itu. Padahal bukankah jika kita mencintai sesuatu karena Allah, maka kita tidak akan merasakan sakit hati.

Ponselnya pun berdering.

"Assalamualaikum Imaaa. "sapa Aisyah diseberang.

"Wa'alaikumsalam kakak ipar. "kekeh Ima.

"Jadi gak besok kesini?"tanya Aisyah.

"Iyaa.... Tunggu ya. "balas Ima.

"Ya udah ni, aku tunggu adek ipaarr. Assalamualaikum."Aisyah mengakhiri.

"Wa'alaikumsalam kakak ipar."jawab Ima.

Ima memiliki sebuah rencana yang akan ia jalani. Dalam hatinya, Ima ingin menceritakan keputusan yang ia ambil ke depannya kepada Aisyah. Tetapi sebelum itu, Ima akan menyampaikan terlebih dahulu kepada Umi dan Abi terlebih dahulu.

Ima pun segera menuruni anak tangga menuju meja makan. Seperti biasa, saat makan tak ada yang buka suara. Setelah makan Ima pun menyampaikan sesuatu yang ingin diungkapkannya sejak tadi.

"Kalau Ima udah yakin, Abi mendukungmu nak. "ucap Abdurrahman.

"Umi juga nak, itu tergantung Ima, karena Ima juga yang akan menjalaninya. "dukung Maryam lagi.

Ima pun memeluk kedua orang tuanya. Ia sungguh bangga terhadap wanita dan lelaki paruh baya yang sudah merawat Ima sejak lahir di dunia ini. Sesakit apapun kamu, kalau keluargamu masih baik-baik saja, berarti kamu orang paling beruntung. Ima adalah orang yang beruntung. Dan Ima menyadari itu. Banyak orang diluaran sana yang menginginkan keluarga lengkap dan bahagia, seperti saat ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dalam Diamku Mengikhlaskanmu [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang