"Lelah? Memang seperti itu rasanya. Seakan-akan yang sudah kamu kerjakan sekarang tak ada artinya apa-apa. Istirahat dulu, kumpulkan tenaga. Besok atau lusa, coba lagi."
Sudah beberapa bulan ini lelaki itu mencari dimana keberadaan bidadari baik hatinya itu. Namun nihil. Lelaki itupun kembali mendatangi tempat awal ia melihat wanita itu. Tetapi tetap saja ia tak menemukannya lagi. Ia merasa bahwa pertemuan awalnya itu sekaligus menjadi pertemuan akhirnya dengan sosok yang membuatnya jatuh hati.
"Bagaimana Li. Apakah wanita pilihanmu sudah kamu temukan? "tanya Abinya.
"Belum, bi. Ali juga lagi berusaha. "balas Ali tertunduk lesu.
"Abi beri kamu waktu satu minggu lagi. Kalau masih tidak ketemu juga, kamu harus mau Abi jodohkan dengan anak teman Abi. "ucap abi Ali tegas.
"Tapi bi... "ucap Ali menggantung.
"Gak ada tapi-tapian. Kesempatan daru Abi datangnya sekali Li, gak berkali-kali. "jawab Abi tegas.Ali hanya menghembuskan nafas gusar. Dalam doanya selalu menyebut wanita itu bagaikan bidadari. Walaupun Ali tak mengetahui namanya, tetap saja ia berharap dialah yang akan mendampinginya meraih syurga-Nya.
"Bidadari baik hati, kamu dimana? "tanya Ali pelan.
Dia adalah Ghali Abdullah Rasyid. Seorang dokter muda sekaligus dosen yang mengajar di salah satu universitas terbaik Indonesia. Dia adalah anak tunggal dari pasangan Malik Al-Fayed dan Salsabila Rasyida Azalia.
Ali melajukan mobilnya menuju rumah sakit ia bekerja. Disana ia bisa bercerita kepada rekan kerjanya sekaligus sahabat baginya tentang masalah yang dihadapinya.
"Bagaimana denganmu, apakah sudah ketemu? "tanya sahabatnya itu.
"Aku hampir nyerah. Kamu tau kan aku udah cari beberapa bulan kebelakangan tapi tidak satupun berita tentang dia yang ku ketahui. "balasnya frustasi.
"Apakah kamu sungguh mencintainya? "tanya sahabatnya lagi.
"Tentu, aku mencintainya karena Allah. Karena kebaikannya, bukan fisiknya. "balasnya dengan senyuman.
"Aku pun berusaha mengikhlaskan orang yang kucintai karena perjodohan ini. "balas lelaki itu lagi.
"Sudahlah Li. Kamu harus bisa menerima Zahra sekarang, dia sudah halal bagimu. "balasnya lagi.
"Aku tau. "jawab Ali singkat.
"Lalu, untuk apa masih memikirkan wanita itu? "tanyanya singkat.
"Entahlah, terlalu rumit untuk dijelaskan. "balas Ali singkat.Mereka tak mengetahui bahwa mereka menceritakan seseorang yang sama. Muhammad Ali Al-Habib dan Ghali Abdullah Rasyid. Dua orang bersahabat baik sejak kecil. Siapa sangka keduanya jatuh cinta pada satu hati, Fatimah Azkandriya Milaikha.
"Aku akan menerima perjodohan itu Li."ucapnya.
"Kamu yakin? "Tanya Ali lagi.
"Aku tau kalau memang dia jodohku, sejauh apapun aku pergi dia akan kembali. Tapi kalau dia memang tidak ditakdirkan untukku, sekeras apapun aku ngejar dia bakalan pergi juga. "balas Ali singkat.Jawabannya memang benar.
"Lalu bagaimana aku yang masih sulit menerima pernikahan ini dengan cinta? Bukankah aku terlalu egois memikirkan perasaan ku sendiri? Tanpa aku mengerti perasaan Zahra."lagi-lagi Ali membatin.
Di tempat lain, terlihat seorang wanita yang berpenampilan berbeda. Ia memutuskan untuk bercadar. Walaupun saat ini ia terlihat asing, tetapi keluarganya selalu mendukung setiap keputusan yang dia ambil.
"Bagaimana dengan penampilanmu sekarang, kamu nyaman? "tanya Naira pada Ima.
"Alhamdulillah, aku nyaman. "balas Ima seadanya.
"Aku juga pengen kayak kamu, tapi... "ucap Naira menggantung.
"Kalau kamu belum yakin, lebih baik sholat istikharah dulu. "saran Ima.
"Doain aku ya. "ucap Naira.
"Iya, aku doain. "balas Ima dan tersenyum dibalik cadarnya.Setelah selesai mengajar di yayasan, Ima dijemput oleh sopir pribadinya. Ima tidak langsung pulang, melainkan ke rumah sakit terlebih dahulu bertemu dengan Hasbi.
Ketika Ima menelusuri koridor rumah sakit, ia berpapasan dengan Ali. Ia sudah tau kalau Ima memutuskan untuk bercadar. Ima yang menyadari keberadaan Ali hanya berpura-pura tidak tau.
"Assalamualaikum Ima. "sapa Ali.
Langkah Ima terhenti begitu saja. Kenapa Ali masih bisa mengetahuinya. Jangan ditanya lagi, jelas saat Zahra berbicara dengan Ima Ali menyaksikan perbincangan mereka.
"Wa-wa'alaikumsalam kak Ali. "jawab Ima.
"Apakah kamu udah nyaman dengan penampilanmu sekarang? "tanya Ali penuh kelembutan.
"Insha Allah kak. "balas Ima singkat.
"Aku duluan kak. "tambah Ima."Iya. "balas Ali dan berlalu.
Aisyah yang kebetulan melihat dari kejauhan bertambah bingung. Pasalnya, ia terlalu sering melihat Ima berbicara dengan Ali. Ada sesuatu yang mengganjal, tapi Aisyah juga tak mengerti.
Setelah sampai di ruangan Hasbi, Ima pun melepas rindu pada abangnya itu. Ternyata Aisyah yang sudah tahu Ima di ruang suaminya langsung saja menghambur ke pelukan adik iparnya itu. Ah benar-benar persahabatan yang indah.
Setelah berbincang penuh tawa di ruangan Hasbi, Aisyah pun mengajak Ima untuk jalan-jalan sekeliling rumah sakit. Sampai mereka berhenti di taman samping rumah sakit itu.
"Ima, aku mau nanya sesuatu nih. "ucap Aisyah.
"Iya, nanya apa sih? "ucap Ima membalas ekspresi Aisyah dengan lucu.
"Tapi janji gak boleh marah, gak boleh diam, gak boleh gak jawab. Okeeyy. "tambah Aisyah lagi.
"Syaratnya banyak banget. Iya deh, insha Allah. "balas Ima dengan cengiran khasnya.
"Hmm, sebenarnya sedekat apa sih kamu sama kak Ali? "tanya Aisyah.Deg.
Ima terdiam beberapa saat.
"Secara kan kamu tuh sahabat aku yang jarang banget komunikasi sama cowok, bahkan keknya aku ga pernah liat. Tapi sama kak Ali lumayan sering aku liat. "balas Aisyah menatap Ima yang membeku.
"Tuh kan, gak dijawab. "balas Aisyah lagi yang berhasil membuyarkan lamunan Ima.Ima yang tersadar melamun pun berusaha terlihat biasa saja dengan pertanyaan yang dia sendiri tidak tahu harus jawab apa.
"Hm, gak dekat sih. Tapi ada ngomong aja. "balas Ima.
"Maafin aku Syah, aku bohong. "Ima merutuki dirinya sendiri.
"Bener nih?"tanya Aisyah memastikan.
"Iyaaa Syah... "balas Ima meyakinkan.
Aisyah sepertinya langsung percaya. Aisyah percaya Ima tak mau membohonginya. Tetapi dihati Ima, ia sungguh menyesali membohongi Aisyah. Tapi apa boleh buat. Ima melakukan ini agar tak ada satupun yang tau. Selain dia, Ali, dan Sang Pencipta.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku Mengikhlaskanmu [ Sudah Terbit ]
Teen FictionBisakah kau bayangkan daun yang layu bertahan pada ranting yang lemah dan disapa cuaca tak ramah? Aku wanita penuh dengan luka. Sudah berapa kali aku bilang, jangan singgah jika hanya untuk bermain-main. Aku sudah tau rasanya kehilangan. Jadi tak pe...