"Aku lebih memilih untuk memendam perasaan ini diam-diam dan cukup doaku saja yang berbicara. Karena aku percaya, apa yang ditakdirkan untukku pasti akan menjadi milikku. Tanpa ada orang lain yang dapat memilikinya. Sebab yang tak henti berdoa akan mendapatkan cinta yang istimewa."
Sudah hampir satu tahun Ali dan Zahra menikah, namun tak ada sedikit cinta pun yang hadir dalam hati Ali untuk Zahra. Tapi Zahra tak pernah menyerah membuat Ali mencintainya. Ali memang tidak pernah melihatkan perilaku dirinya yang masih belum bisa melupakan Ima, tetapi sudah berapa kali Zahra katakana bahwa ia paham tanpa harus dijelaskan. Saat ini tugas Zahra hanya satu, yaitu mengabdi untuk suaminya. Zahra tidak ingin menjadi istri durhaka. Ia tau syurganya sekarang berada pada suaminya. Kalau ditanya perasaannya sekarang, tentu Zahra tak bisa menjelaskannya. Ia selalu mengatakan bahwa, "Ada sebuah perasaan yang tidak akan pernah bisa diungkapkan dengan kata-kata dan hanya bisa diceritakan kepada Sang Pencipta. "
"Mas, aku mau ngomong sesuatu. "ucap Zahra gugup.
"Ngomong apa? "tanya Ali mengernyitkan dahinya.
"Aku rela dipoligami. "ucap Zahra sambil menunduk dalam.
Ucapan Zahra membuat Ali sangat terkejut. Ali memang tidak pernah sekalipun mengatakan bahwa ia belum bisa mencintai Zahra, tapi bukankah cara Zahra seperti ini membuat Ali sadar bahwa selama ini Zahra menahan hati?
"Kamu bilang apa sih? Dengar aku ya, kita akan jalani semua ini sama-sama. Kamu adalah tanggung jawabku sekarang, jadi aku akan tetap bersamamu. "balas Ali dengan lembut."Ragamu memang bersamaku, mas. Tapi bukan hatimu. "tambah Zahra membatin.
"Aku hanya tidak ingin membuat mas tersiksa dengan pernikahan ini. "tambah Zahra sudah tidak tahan lagi.
Ucapan Ima sebelum ia menikah masih saja terngiang di telinganya.
"Bagaimana menurut Ima dengan poligami?"tanya Ali yang berhasil membuat langkah Ima terhenti kembali.
"Menyakitkan. "jawab Ima.
"Berarti Nabi Muhammad menyakitkan istrinya. "tanya Ali lagi.
Seketika emosi Ima hampir naik turun atas pernyataan Ali. Ima membalikkan badannya.
"Nabi Muhammad menikahi istri-istrinya yang merupakan wanita dirindukan syurga. Ketika Nabi SAW menikah dengan Aisyah saja masih sempat membuat Aisyah cemburu ketika Rasulullah merindukan Khadijah. Siti Sarah pun pernah mencemburui Siti Hajar ketika akan memiliki anak dengan Nabi Ibrahim, kak Ali tau ketika Ali bin Abi Thalib berniat menikahi wanita lagi ketika masih bersama Fatimah Azzahra? Bahkan Fatimah menangis kepada Rasulullah akan hal itu, sampai Rasulullah melarang Ali untuk berpoligami ketika Fatimah hidup. Dan bagaimana dengan kami sekarang yang hanya berstatus sebagai wanita akhir zaman yang berharap menjadi wanita yang dirindukan Syurga?.. Jadi Ima berharap jangan kak Ali memikirkan hal itu lagi. Jaga hati wanita yang halal buat kakak. Ima pergi. "Ali tersadar dari lamunannya. Ia menatap istrinya itu. Ada cinta yang tersirat di mata wanitanya itu. Betapa bodohnya ia telah menyia-nyiakan wanita yang sudah ditakdirkan menjadi makmumnya itu. Ali menyakiti Zahra tanpa sadar, dan Zahra dapat bertahan dengan sabar. Jujur saja dari lubuk hati Ali terdalam, ia sudah menerima kehadiran Zahra dihatinya. Walaupun kata cinta belum terungkap dibibirnya. Tapi perlahan tapi pasti, ada secuil rasa yang hadir pada hati Ali untuk Zahra.
"Dengar aku, kita akan sama-sama berjuang ke depannya. Bantu aku yang penuh kekurangan ini. Apapun yang terjadi, aku tidak akan mau poligami. Aku mohon, jangan katakan itu lagi. "ucap Ali memohon. Dari sorot matanya pun jelas kalau dia sungguh-sungguh tidak ingin mengabulkan permintaan istrinya itu.
"Ya mas, memang kita berjuang bersama. Mas berjuang buat bahagiakan wanita lain, dan aku juga berjuang buat bahagiakan mas. "tambah Zahra yang terisak dengan air mata yang bercucuran.
Setelah membicarakan hal itu, Ali pamit kepada Zahra untuk pergi ke masjid. Ia memilih ke masjid yang biasa ia kunjungi bersama Abinya dulu. Kata-kata Zahra tadi begitu membuatnya sesak. Kepalanya menjadi pusing. Ali merasa serba salah pada situasi ini.
Ali pun sekarang sedang berusaha menepis segala rasa yang tidak pada tempatnya. Sungguh ini diluar kendalinya. Disisi lain, Ali tak tega melihat keikhlasan Zahra terhadap dirinya. Sungguh ini menghantam pikirannya keras-keras. Zahra memang baik, sebagai istri tidak ada kekurangan Zahra bagi Ali. Namun, bagi Zahra ia selalu merasa ada yang kurang. Ya, tepatnya kurang diberi perhatian oleh suaminya, imam dunia dan akhiratnya.
Satu notif masuk ke ponsel Ali.
From: Zahra
Assalamualaikum mas.
Aku boleh izin keluar sebentar mas?From:Me
Wa'alaikumsalam.
Iya, hati-hati ya.Hanya itu balasan Ali. Zahra hanya menghempaskan nafas jengah. Tak ada sedikitpun Ali bertanya dirinya kemana atau perginya sama siapa? Sudahlah, Zahra terlalu lelah.
Zahra melajukan mobilnya menuju sebuah taman. Ia sudah berjanji dengan seseorang bertemu di taman itu.
Setelah sampai disana, Zahra mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Zahra tak melihat sosok yang dia cari. Dari kejauhan ada tangan yang melambai-lambai seraya memanggil Zahra. Zahra kaget bukan main.
"Ima? "tanya Zahra memastikan.
"Iya kak Zahra. Ini aku. "ucap Ima tersenyum dibalik cadarnya.
"Masya Allah, kakak salut sama kamu. "peluk Zahra yang mengagumi penampilan Ima sekarang.
"Doain aku istiqamah ya kak. "ucap Ima lagi.
"Iya, kak Zahra akan mendoakan Ima. "ucap Zahra sambil melepaskan pelukannya.
"Oh iya kak, ada apa ngajak aku kesini? "tanya Ima lagi.
"Hmm, ada sesuatu yang ingin kakak bicarakan. "ucap Zahra mulai serius.
"Apa kak? "tanya Ima penasaran.Zahra terdiam sejenak. Menatap dalam mata Ima. Tatapannya menyiratkan sebuah harapan.
"Menikahlah dengan mas Ali. "balas Zahra.Deg.
Bagai disambar petir siang bolong, Ima terkejut mendengar pernyataan dari Zahra. Ia sungguh merasa bersalah. Jadi selama ini Zahra mengetahui bahwa Ali dan dia memiliki perasaan yang sama.
"Ma-maksud ka-kak apa? "tanya Ima gugup.
"Aku ikhlas kamu bersama mas Ali, Ima. "balas Zahra tersenyum. Tepatnya memaksakan senyuman.
"Aku gak bisa kak. "jawab Ima lalu menunduk.
"Tapi kenapa? Bukankah kalian saling mencintai?" ucap Zahra lagi.Ima hanya menggeleng. Sudah sejauh ini ia membuat wanita sholehah seperti Zahra tersakiti. Betapa Ima merasa bersalah karena hal ini.
"Ampuni hamba Ya Allah. Subhanallahu Wabihamdih. "lirih Ima.
"Kak Ali hanya untuk kakak. Aku gak mau penghancur hubungan kalian kak. Perihal rasaku ini, kakak tenang saja. Aku sudah tidak mencintai kak Ali lagi. "balas Ima dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi.
Tanpa mereka sadari, sesosok lelaki yang mereka perbincangkan mendengar semua ini. Juga ada air mata di kedua bola matanya.
"Sudah jelas kan Li. Kau telah menyakiti hati dua wanita sekaligus."batin Ali.
Ali langsung beranjak dari tempatnya. Sebelum Zahra dan Ima menyadari keberadaan mereka.
"Maaf kak Zahra. Ima gak mau mengabulkan permintaan konyol kakak. Sekalipun hati ini merasa sakit. "balas Ima dalam hati.
"Ya udah, kak Zahra jangan nangis lagi ya. Ima yakin kak Ali sayang banget sama kak Zahra. Cuma kakak aja yang belum menyadari. "tambah Ima berusaha menghibur.
Setelah selesai berbincang, mereka pun berpamitan untuk pergi.
"Ima. "
"Iya kak. "
"Makasih ya. Makasih buat segalanya. "tambah Zahra.Ima mengangguk dan tersenyum. "Semoga lelahmu menjadi lillah, kak. Aku selalu mendoakan itu. "ucap Ima membatin.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku Mengikhlaskanmu [ Sudah Terbit ]
Teen FictionBisakah kau bayangkan daun yang layu bertahan pada ranting yang lemah dan disapa cuaca tak ramah? Aku wanita penuh dengan luka. Sudah berapa kali aku bilang, jangan singgah jika hanya untuk bermain-main. Aku sudah tau rasanya kehilangan. Jadi tak pe...