CHAPTER 62

407 54 1
                                    

Siapin tisu hehe.

Terapkan hukum Newton yuk!

aksi = reaksi

update = vomment

- Happy Reading -

            Hening mendera disalah satu koridor rumah sakit, tidak ada yang berniat memecah keheningan apapun. Semua manusia disana hanya dapat menundukkan kepala, menyelami pikiran masing-masing, menyerap perasaan yang bermunculan tanpa henti untuk menyerang hingga rasa-rasanya bisa merenggut nyawa saat itu juga.

Isakan dari beberapa wanita disanapun tetap tidak akan membuat aura menakutkan itu terpecahkan. Aura ketakutan semakin kuat ditempat seorang lelaki yang terlihat tengah terduduk secara mengenaskan dilantai ; baju berlumuran darah, wajah dan rambut yang tidak karuan berantakkan. Lelaki itu menekuk lutut dan memeluknya, menyandarkan tubuhnya dikoridor tepat disamping pintu operasi yang dimana lampunya masih menyala menandakan sebuah perjuangan tengah dilakukan di dalam sana.

Jika saja satu atau dua jam tidak masalah, tapi waktu yang memakan hampir lima jam lamanya membuat kekalutan disana semakin menjadi. Entah berapa do'a yang telah mereka rapalkan untuk menunggu lampu ruangan itu mati dan menandakan semuanya selesai.

"Ini salahku..." gumaman itu kembali terdengar untuk yang kesekian kalinya dari bibir pucat lelaki itu, ia meremas rambutnya kuat, menenggelamkam kepalanya dikedua lipatan lututnya ; hal yang sedari tadi ia lakukan untuk mengurangi rasa panik yang mendera. "Jika saja aku tidak melakukan itu...jika saja aku bisa lebih cepat..."

Perkataannya terhenti saat suara hentakan sepatu terdengar memenuhi lorong, semakin lama semakin nyaring dan semakin mendekat. Ia tidak perlu mengangkat kepala untuk mengetahui siapa yang berlari secepat itu.

"Bagaimana keadaan mereka?" pertanyaan langsung terlontar bersamaan dengan nafas memburu ; begitu jelas sekali nada kepanikan disana.

Mereka. Lelaki dengan penampilan kacau ditepi koridor itu semakin menenggelamkan kepalanya kedalam lipatan lutut. Ingin sekali ia kembali membenturkan kepala atau berteriak memaki dirinya sendiri jika orang-orang disana tidak berusaha menghalanginya. Entah dosa sebesar apa yang ia lakukan hingga Tuhan tidak henti-hentinya untuk memberikan hukuman.

"Masih belum," sebuah suara menyahut, Lay. Dengan mata yang memerah menandakan betapa banyak emosi yang terkuras disana, "Tidak ada tanda-tanda operasi akan selesai."

"Sial!" desisan itu terdengar. Walau kecil tapi mampu diterbangkan angin dan menggema dikoridor sesepi itu.

"S-suho oppa, duduklah dulu." Nadanya terdengar lirih namun tak urung menarik tangan lelaki yang berjalan mondar-mandir dihadapannya kini. Memaksa Suho untuk mendudukan dirinya, karena gadis itu tahu perjalanan dari Jeju ke Busan bukanlah jarak yang dekat.

Suho menurut, mendudukan dirinya disamping Hyesin yang menarik paksa dirinya. Dokter muda itu duduk dengan menutupi wajahnya ; frustasi, kesal, kecewa, dan entah berapa banyak lagi perasaan yang tumpah didirinya sekarang. Suho ingin menangis tapi air matanya terasa kering karena sudah ia habisi diperjalan menuju kesini, ingin berteriak tapi ia merasa sebuah duri menancap ditenggorokannya.

Suho tidak tahu lagi kepada siapa ia harus menyalahkan semua ini, sebelum akhirnya kepalanya terangkat menatap benci kearah lelaki yang terlihat meringkuk didepannya. Suho kembali berdiri dengan cepat, langkah lebarnya mendekat kearah lelaki itu. Tanpa sempat ada yang menahan, lelaki itu dengan cepat terbangun dan tersungkur saat Suho melayangkan tinjunya dengan membabi-buta.

SWEET PEA » Byun BaekhyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang