Azkiel's Appa ~♪
"Appa, lihat! Iel dapet seratus!"
Azkiel berseru dengan semangat. Menarik-narik ujung baju Appa yang tengah duduk di ruang kerjanya. Anak itu loncat-loncat dan mengangkat tinggi kertas ujiannya, berusaha menarik perhatian Sang Appa agar mau menatapnya.
"Appa! Lihat! Nilai Iel, bagus. Hadiah Iel apa? Temen Iel kalau nilai bagus dapet hadiah. Mana hadiahnya?"
Azkiel tersenyum lebar. "Iel maunya dibeliin Oom Spiderman yang banyak-banyak. Semua-semua sampe kamar Iel penuh. Beliin yang buanyaaak! Nanti kita main, horee!"
Anak itu jingkrak-jingkrak. Membayangkan kamarnya dipenuhi dengan mainan serba Spiderman. Nanti dia akan memamerkan semua mainannya itu ke Ipan dan Romi, Arin juga. Kalau perlu dia berkeliling komplek dan mengatakan kepada anak-anak seusianya kalau dia punya mana yang banyak. Biar mereka iri. Haha.
"Appa! Kok diem sih?"
Tak kunjung mendapat respon, anak gembul dengan pipi penuh itu menekuk wajah. Merasa diabaikan oleh Appanya. Anak itu memajukan bibir bawahnya, menatap kesal ke arah Appa yang terus berkutat dengan laptopnya. Dia memalingkan wajah. Penting sekali ya benda mati itu dibandingkan Azkiel?
Anak itu menunduk sedih. Padahal tadi dia senang senang sekali, berharap dengan nilai ini Appa akan tersenyum dan mau membalikan hadiah seperti teman-temannya.
"Appa! Ih, Appa! Kata ante Shena kalau dipanggil gak nengok itu tandanya budek! Appa budek!"
Appa terkejut saat mendengar Azkiel berbicara keras dengan kalimat tak pantas itu. Pria yang memakai kemeja satin langsung mengalihkan pandangan ke anaknya.
Mata Appa sedikit menajam. "Bilang apa tadi, Az?"
"Budek! Appa budek!" katanya dengan wajah songong. Namun sedetik kemudian dia memiringkan kepala dan mengerjap dengan polos. Bingung. "Appa ... budek itu apa?"
"Az, tau kalimat tadi dari siapa?"
"Ante Shena. Emang artinya apa?"
Appa menghembuskan nafas. Mungkin lain kali dia harus menjauhkan Azkiel dari keponakannya, Shena. Gadis SMK itu sering sekali membawa pengaruh buruk terhadap Azkiel dengan segala perilaku dan ucapannya yang terbilang kasar.
"Budek itu bahasa gak sopan. Azkiel sekali lagi ngomong gak sopan di depan Appa, nanti Appa pukul. Mau?"
Azkiel membulatkan mata. Tak menyangka kalau yang dia ucapkan tadi itu bahasa yang tidak sopan. Padahal tadi Azkiel cuma meniru ucapan Ante Shena yang sering mengatakan itu kepadanya kalau dia dipanggil tapi tak menoleh.
Azkiel menelan ludah. Menunduk dalam saat ditatap begitu tajam dari sang Appa. "Iel minta maaf, Appa. Iel janji gak mau bilang itu lagi."
"Hm." Appa mengalihkan lagi ke laptopnya. "Sekarang ke kamar. Appa banyak kerjaan."
Appa kembali lagi berkutat dengan layar persegi panjang di depannya. Dia harus mengurus dokumen yang berisikan semua data dyiri dan berkas lain sebagai syarat pengajuan pencalonan diri sebagai kandidat Mayor Jenderal.
Sebentar lagi posisi Mayor Jenderal akan kosong dan dia dan kedua temannya dipilih menjadi kandidat karena mereka secara garis besar sudah memenuhi syarat. Tinggal penentuannya saja nanti.
Tak sengaja ekor matanya menangkap tubuh Azkiel yang tengah menyudut di dinding sembari terus memperhatikannya. Appa kira Azkiel sudah kembali ke kamar tapi anak itu masih berdiri di tempatnya. Iris mereka sempat bertubrukan, namun buru-buru anak itu menunduk dalam.
"Tadi Appa bilang apa? Ke kamar, Az. Appa banyak kerjaan."
Azkiel bergerak gelisah. Bingung ingin memberikan kertas ujiannya atau tidak. Tapi mengingat dirinya yang sedari tadi menunggu, dia akhirnya menarik baju Appa dan menyerahkan kertasnya pada Appa.
Appa menaikkan alis.
Anak itu menjawab pelan, "Itu. Ulangan Iel. Bagus, Appa harus lihat."
Appa menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Melihat nilai anaknya tidak perlu memerlukan waktu yang lama bukan? Maka dari itu dia segera membalik dan menatap angka yang tertera di sana.
Namun Appa langsung mengerutkan kening ketika melihat angka 0 yang sengaja diberi angka 10 di depan menggunakan krayon merah.
Dia mengalihkan pandangan ke Azkiel yang tersenyum lebar dengan pipi besarnya. Mata bulat itu memancarkan binar senang. Menggosok kedua tangan seraya mengerjap. Anak gembul itu menyipit saking lebar senyumnya. "Seratus, kan? Hadiah ..." Azkiel menengadahkan tangan. "Mana? Oom Spiderman yang buanyaaaaak ya, Appa."
Appa mendengkus. Melemparkan kertas itu yang mampu membuat raut wajah Azkiel berubah. "Kok dibuang?"
"Itu nilainya 0, gak berguna. Emang Appa bodoh?" katanya. Tak peduli pada sang anak yang memancarkan ekspresi wajah sedih.
"Itu ... seratus Appa."
Appa mendengkus. "Terserah. Kamu belajar gak sih selama di sekolah? Bisa-bisanya ulangan gampang seperti itu dapat nilai 0. Belajar biar pinter. Kalau gak mau belajar Appa buang semua mainan kamu."
"Kepala pusing terus badan Azkiel sakit."
Alis Appa menukik. "Alasan macam apa itu? Pokoknya jangan kasih tunjuk nilai kamu ke Appa, kecuali kamu dapat nilai seratus. Semua nilai yang dibawah seratus, Appa anggap gak berguna."
Ya, dia memang sekejam itu terhadap orang lain. Pria itu selalu memaksakan orang yang berada diruang lingkupnya harus sempurna. Dia akan berkata sarkas bahkan menyakitkan supaya orang itu bisa merubah pola pikirnya dan berubah menjadi lebih baik lagi.
Lalu ...
Apa mungkin Azkiel dia anggap orang lain? Apa anak itu bisa mengerti maksud baik dibalik ucapannya yang tajam? Apa anak itu tidak akan membatin jika dia terus memaksa agar menjadi seseorang yang dia mau?
Appa tidak peduli.
Appa sengaja mengatakan hal itu supaya Azkiel terdorong untuk mendapatkan nilai seratus disetiap ulangan dan tugas lainnya. Dia mendidik Azkiel keras agar melatih anak itu supaya tidak manja dan tentunya untuk menjadi anak yang sempurna dengan nilai yang bagus.
Dia ingin Azkiel menjadi anak pintar dan cerdas.
Dengan begitu, Appa tidak akan merasa kalah saing dengan temannya yang lain karena mereka memiliki anak yang pintar.
Appa pasti bisa merubah Azkiel menjadi anak yang sempurna.
Dia pasti bahagia jika Azkiel tumbuh sesuai keinginannya.
Tapi ...
Apa kebahagiaan itu bisa diukur lewat nilai yang bagus? Rapot yang tak pernah merah? Atau mungkin selalu berada diperingkat tertinggi di kelas?
Apa semua ini perihal angka?
Apa angka yang selalu bagus di rapot anaknya itu akan dibawa sampai nanti dia ke surga? Apa mungkin malaikat yang bertugas bertanya dalam kubur akan menanyakan seberapa pintar anaknya untuk membuktikan kalau dia berhasil menjadi ayah yang baik?
Apa dia jadi seorang Papa yang sangat egois terhadap Sang anak?
Dan sekali lagi, Appa sungguh ...
Tidak peduli.
ˋ╎⁀➷🍒'Azkiel's Appa 1'╎ ⁀➷🍒'
20 November 2023
-r e p u b l i s h e d
KAMU SEDANG MEMBACA
Azkiel's Appa
General FictionStart 25 Februari 2020 - Repbulished 02.10.2023 NOTE ! "krn sebelumnya tidak ada prolog, trs aku tambahin prolog jd mempengaruhi viewer sm vote ya per-chapter ya. jd ngacak gitu ehehe. tp ga berpengaruh sih, yg penting alurnya tetap rapih." ❝Besar n...