"Tadi kamu pulang dijemput Ante Shena?" tanya Appa. Menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Dia mengambil remote TV lalu menyesap kopi yang terletak di atas meja kaca.
"Hah."
Memperhatikan cairan hitam yang masih mengepul di gelasnya, lantas Appa meniupnya dengan pelan.
"Tadi pulang sama siapa? Ante Shena?" Appa mengulang pertanyaannya. Menaruh atensi pada punggung Azkiel yang duduk di karpet depannya. Bocah itu sedang asik sendiri. Entah apa yang dia lakukan.
"Hah."
"Az! Kalau orang tua ngomong dilihat wajahnya, jangan munggungin. Gak sopan!" tegur Appa. Matanya mulai menajam. Merasa tak dihargai.
"Hah."
"Iel, kalau ditanya dijawab, dong." Ibun datang dengan Arin di sampingnya. Mereka habis menerima telepon dari orang tua Arin dan menitipkannya di rumah Azkiel karena ada keperluan mendadak.
Meski kedua anak itu sering bertengkar atau barangkali Arin sering menangis sebab dijahili Azkiel, tapi tetap saja hubungan orang tua mereka tetap baik. Mereka juga memahami kalau kenakalan di taman kanak-kanak adalah hal wajar. Ya ... maklum masih bocil. Terlebih lagi Angga terkenal sebagai orang yang disegani makanya orang tua Arin tidak terlalu cemas dan mempercayakan Arin pada Angga.
"Haaaaaaahhhhhhh."
Ibun dan Arin langsung menoleh, sebab Azkiel begitu berani sekali menjawab pertanyaan Appa seperti itu.
"Azkiel!"
"Akh! Appa sakit!"
Tiba-tiba saja Azkiel merasakan lengannya dicengkram bersamaan dengan tubuhnya yang menghentak ke belakang. Azkiel langsung menunduk menyadari wajah Appa yang berada di hadapannya. Wajahnya terlihat datar dengan tatapan tajam. Alis hitam milik Appa mengernyit, hampir menyatu.
Sepertinya sifat Appa yang tegas mulai muncul ke permukaan. Lihat saja sekarang. Pria dewasa itu menatap anaknya datar.
"Az! Ini telinga gunanya buat mendengar." Appa menyentil telinga Azkiel hingga memerah. "Ini mulut gunanya buat bicara, jawab pas ditanya. Jangan pura-pura gak denger!" lalu beralih pada bibir Azkiel dan dipukul.
Pukulan pelan tapi tetap saja terasa menyakitkan untuk seorang Azkiel yang masih berumur lima tahun.
"Ta-tadi Iel dijemput Abang Adan, katanya Ante Shena mau ngambil tugasnya," lirih Azkiel. Bocah itu mengulum bibirnya menahan tangis, terlihat lucu sekali.
Appa kembali lagi menyesap kopinya setelah menatap tajam Azkiel yang tengah menunduk. "Kalau begitu lagi, Appa gak segan buat mukul kamu. Jangan diulang lagi."
Azkiel mengangguk lemah.
Melihat anaknya pundung begitu, Ibun langsung memberikan Azkiel susu coklat. Dia juga memberikan minuman yang sama pada Arin.
"Udah, jangan nangis. Emangnya Iel lagi ngapain, sih, kok sampai gak denger Appa ngomong?"
Azkiel mengerjap. Dengan wajah yang pundung, dia pun mendorong kotak kecil dan mengambil sesuatu dari sana. Sebuah benda bulat yang memiliki cangkang. Tunggu. Sepertinya itu bukan benda tapi itu makhluk hidup. Dia mengacungkannya di depan Ibun.
"Kata Bang Adan, di dalam sini ada hewannya. Jadi harus ngomong 'hah' nanti hewannya keluar sendiri."
"Itu, kan, komang-komang!" kata Arin begitu melihat hewan yang dipegang Azkiel. Bocah perempuan itu langsung sigap duduk di sebelah Azkiel. Mengambil satu hewan yang sama namun beda ukuran dari yang dipegang Azkiel. Antusias sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azkiel's Appa
General FictionStart 25 Februari 2020 - Repbulished 02.10.2023 NOTE ! "krn sebelumnya tidak ada prolog, trs aku tambahin prolog jd mempengaruhi viewer sm vote ya per-chapter ya. jd ngacak gitu ehehe. tp ga berpengaruh sih, yg penting alurnya tetap rapih." ❝Besar n...